Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Masalah di Balik Program KUR Bunga 0 Persen bagi Usaha Ultra Mikro

Program KUR 0 persen bagi usaha ultra mikro berpotensi menimbulkan risiko baru, seperti kredit macet yang tinggi.

Masalah di Balik Program KUR Bunga 0 Persen bagi Usaha Ultra Mikro
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kiri), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) dan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (kedua kiri menghadiri acara penyaluran dana bergulir untuk koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7/2020). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool/nz)

tirto.id - Desiana (46 tahun) baru mengetahui soal adanya pinjaman bebas bunga alias KUR 0 persen yang diluncurkan pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Namun, Desiana yang sehari-hari berjualan makanan di kawasan Universitas Nurtanio Bandung mengaku tak tertarik mendaftar program itu.

“Baru tahu malah. Pinjam ke bank mah engga ah. Takut,” kata dia singkat saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (18/8/2020).

Perempuan yang akrab disapa Desi ini mengaku tidak akan mengambil kesempatan pinjaman bebas bunga tersebut, karena tidak memiliki rekening dan minim pengetahuan jika kemudian diharuskan bayar cicilan.

“Enggak punya [rekening bank]” kata dia.

Desi bisa jadi salah satu contoh dari 59,2 juta pelaku usaha UMKM di Indonesia yang usahanya belum banyak terjangkau bank. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bahkan pernah menyebut 98 persen dari mereka merupakan mikro dan ultra mikro yang unbankable.

“Jadi banyak yang unbankable,” kata Teten dalam Webinar bersama Asosiasi Fintech (Aftech), Selasa (30/6/2020).

Meski demikian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menjelaskan pemerintah tengah mempersiapkan pemberian kredit modal kerja yang disebut dengan KUR super mikro.

“Oleh karena itu komite menindaklanjuti arahan Presiden berdasarkan ratas 3 Agustus lalu dengan menciptakan satu skema untuk para pekerja terkena PHK dan ibu rumah tangga yang terkena dampak dari COVID-19 yang selama ini berusaha dalam usaha mikro,” kata Iskandar, Kamis (13/8/2020).

Bunga nol persen melalui KUR super mikro ini, kata dia, menyasar ibu rumah tangga dan korban PHK. Tujuannya agar mereka mendapatkan kredit untuk modal kerja dengan suku bunga 0 persen hingga 31 Desember 2020, dengan nilai maksimum kredit yang diberikan Rp10 juta.

Setelah 31 Desember 2020, besaran bunga yang harus dibayarkan oleh nasabah sama seperti suku bunga KUR saat ini, yakni sebesar 6 persen. KUR super mikro ini bakal menyasar 3 juta debitur dengan target plafon sebesar Rp12 triliun.

Terkait jangka waktu pinjaman, untuk kredit modal kerja paling lama 3 tahun dan jika suplesi dapat diperpanjang menjadi 4 tahun. Sementara, untuk kredit investasi, paling lama 5 tahun dan jika suplesi dapat diperpanjang menjadi 7 tahun.

Insentif Tak Efektif

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebut insentif ini aneh. Menurut dia, jika pemerintah menyasar untuk membantu pengusaha ultra mikro, maka pinjaman melalui skema bank bukan solusinya.

“Kita tahu 98 persen usaha menengah kecil mandiri ini, dia dari sebelum pandemi dia dapat pinjaman perbankan. Jadi yang hanya dapat adalah mereka yang jadi debitur bank. Kan Indonesia unbankable-nya banyak banget, jadi itu enggak efektif,” kata dia dalam sebuah diskusi ‘Sociotalking Rakyat Kena Pandemi, Korporasi Dapat Subsidi’ pada 13 Agustus 2020.

Hal serupa dikatakan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Ia menyebut pengusaha ultra mikro yang disasar akan dibantu oleh pemerintah akan kesulitan mengakses program KUR bunga 0 persen.

“Sebenarnya bantuan ini sulit diakses ultra mikro, karena misalnya kalau perlu jaminan. Rumah misalnya mereka masih ngontrak. Alamat dan aset kan yang biasanya jadi syarat perbankan enggak ada, artinya yang KUR ini belum bisa mengakses yang ultra mikro, apalagi yang di sektor informal,” kata dia kepada Tirto, Selasa (18/8/2020).

Masyarakat saat ini lebih membutuhkan dana segar untuk modal kerja daripada beban baru berupa cicilan pinjaman, kata Faisal.

“Jadi misalnya penggelontoran dana langsung itu untuk ultra mikro dari pemerintah lewat APBN [dana hibah UMKM] nah itu lebih efektif karena mungkin tidak ada syarat, enggak harus pakai agunan kan,” kata dia.

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah bahkan menyebut program ini berpotensi menimbulkan risiko lain. Karena itu, Piter meminta kebijakan ini dikaji ulang. Pasalnya program ini punya risiko kredit macet yang tinggi.

“Sebenarnya rawan [kredit macet] ya, lagi kondisi seperti ini. Jadi yang dibutuhkan masyarakat saat ini itu yaitu masyarakat bawah itu utamanya bukan ngasih utangan, saat ini sebenarnya harus dipikirkan itu bantuan,” kata Piter saat dihubungi reporter Tirto.

Menurut Piter, padahal kalau urusannya ultra mikro, pemerintah sudah punya program PMN melalui program PNM Mekaar dan datanya sudah valid.

“Pak Jokowi sudah berulang-ulang mencoba untuk mempromosikannya yaitu program mekaar dari PNM, kenapa ini gak didorong dan diperkuat? Kenapa ini yang gak ditingkatkan? KUR itu kalau menurut saya banyak permasalahan. Kritik terhadap KUR itu sudah cukup banyak. Karena KUR itu dalam kajian saya tidak terbukti meningkatkan penyaluran kredit pada usaha mikro kecil,” kata dia.

Peneliti INDEF Wahyudi Askar juga menyebut hal serupa. Dia bilang perlu pendampingan yang khusus untuk pinjaman KUR 0 persen yang dikhususkan bagi pelaku usaha mikro.

“Kalau tidak didampingi bisa terjadi moral hazard dan kontra produktif dengan tujuannya. Kalau ekonomi baik dan permintaan meningkat, sektor UMKM juga bisa pulih perlahan. Tapi ketika pertumbuhan ekonomi tidak bagus ke depan terus kemudian permintaannya masih belum pulih, nah ini justru bisa berbahaya, moral hazardnya sangat tinggi dan tingkat gagal bayarnya sangat tinggi,” kata dia.

Karena itu, ia bilang sebaiknya jika program ini dilanjut, maka sektor peternakan dan pertanian yang harusnya jadi fokus utama, bukan pada pengusaha ultra mikro.

“Saran saya pinjaman ini harus menyasar ke sektor yang lebih spesifik misalnya pertanian, peternakan, yang pasti akan ada hasilnya,” kata dia.

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz