tirto.id -
"Saya ga tau. Itu urusan Demokrat, kan saya enggak pengurus partai waktu itu kan," kata Marzuki usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (26/6/2018).
Marzuki pun tidak mengetahui adanya urusan aliran uang korupsi e-KTP lewat Fraksi Partai Demokrat. Ia mengaku diperiksa sebagai saksi dalam kapasitas Ketua DPR. Politikus Partai Demokrat itu pun pasrah karena memahami statusnya sebagai Ketua DPR kala itu.
"Saya ga tau urusan Demokrat. saya ketua DPR. Saya diminta keterangan sebagai ketua DPR. Ketua DPR itu dianggap tahu semua, padahal nggak tahu kan? Tidak semua tahu, kan ketua DPR? Ya ini resiko jabatan lah ya," kata Marzuki.
Pria yang pernah berkontestasi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu mengaku tidak mau ambil pusing tentang penyebutan nama Nurhayati Ali Assegaf, rekannya di DPR kala itu. Sebagai informasi, tersangka Irvanto sempat menyebut nama Nurhayati dalam sidang korupsi e-KTP. Perempuan yang kini Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu disebut menerima uang 100 ribu dolar AS saat pembagian uang e-KTP. Marzuki justru memastikan tidak ada kaitannya pemberian uang tersebut kepadanya.
"Ga ada kaitannya dengan saya Ketua DPR kok, ya," kata Marzuki.
Selain itu, Marzuki Alie juga angkat bicara tentang namanya yang tidak masuk dalam daftar penerima uang e-KTP. Marzuki menyebut pembuatan daftar nama merupakan hal yang bisa dilakukan siapapun.
"Itu daftar aja bikin kan gampang, yang penting kan ada ga bertemu? Kenal ga? Terima uangnya dimana? Berapa? Kan semua kan bisa dibuktikan, tapi kalau bikin daftar sih saya bisa bikin daftar aja, kan gampang kan," kata Marzuki.
Sebagai informasi, nama Marzuki sempat disinggung menerima uang e-KTP. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Marzuki disebut menerima Rp20 miliar. Namun, seiring penanganan perkara berjalan, nama Marzuki tidak muncul dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa.
Marzuki menerangkan, dirinya tidak pernah menerima uang korupsi e-KTP. Dalam pemeriksaan kali ini, Marzuki dicecar 17 pertanyaan. Pertanyaan tersebut diklaim sama seperti pertanyaan dalam perkara tersangka sebelumnya. Ia pun mengaku lebih banyak ngobrol daripada diperiksa. "Dua berita acaranya. Irvanto dan Made Oka, cuma copy paste aja, langsung teken. Banyak ngobrol aja," kata Marzuki.
Politikus Partai Demokrat itu yakin sudah ditangani KPK bila terlibat kasus korupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu. Ia tetap pada keyakinan tidak pernah menerima uang e-KTP. "Kalau ada sudah dikerjain. Pertanyaan dari pertama sampai sekarang sama saja, ga ada beda," kata Marzuki.
KPK mulai mendalami keterlibatan Partai Demokrat dalam kasus korupsi ektp. Dalam agenda pemeriksaan Selasa (26/6/2018), KPK berencana memeriksa mantan Ketua DPR sekaligus Politikus Partai Demokrat Marzuki Alie, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf, mantan Menpan RB sekaligus mantan Anggota DPR Taufiq Effendi. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka.
Selain memeriksa politikus Demokrat, KPK juga memeriksa mantan anggota DPR Djamal Azis, dan pengusaha Alexandar Wunaryo dalam kasus korupsi e-KTP. Kedua orang inj juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka.
KPK menetapkan Irvanto sebagai tersangka pada Rabu (28/3/2018). Irvanto ditetapkan bersama-sama pengusaha Made Oka Masagung lantaran diduga terlibat korupsi e-KTP. KPK menduga Irvanto merupakan perwakilan Novanto dalam proyek e-KTP serta terlibat dalam pengondisian proyek e-KTP. Ia diduga sebagai kurir untuk pengiriman uang e-KTP ke sejumlah legislator.
Sementara itu, Made Oka ditetapkan sebagai tersangka lantaran terlibat dalam penyerahan uang korupsi e-KTP. KPK meyakini pemilik PT Delta Energy itu menjadi perusahaan penampung dana untuk terdakwa Setya Novanto. Made Oka menggunakan kedua perusahaannya yakni PT OEM Investment dan PT Delta Energy sebagai penampung anggaran Novanto. Perusahaan OEM menerima uang sebesar 1,8 juta dolar ASdari Biomorf Mauritius dan 2 juta dolar AS dari PT Delta Energy. Made dianggap senagai perantara pemberi fee sebesar 5 persen kepada anggota DPR dari proyek e-KTP. Ia pun sudah diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka oleh KPK.
Editor: Maya Saputri