Menuju konten utama

Mampukah Dirjen Hubungan Udara Baru Bikin Penerbangan Makin Aman?

Polana Banguningsih memiliki pengalaman panjang dalam dunia penerbangan. Mampukah ia mengemban amanah sebagai dirjen perhubungan udara?

Mampukah Dirjen Hubungan Udara Baru Bikin Penerbangan Makin Aman?
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana Banguningsih Pramesti memberikan keterangan pers tentang penanganan kecelakaan pesawat Lion Air JT610 di Kemenhub, Jakarta, Senin (12/11/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menaruh perhatian lebih kepada Polana Banguningsih Pramesti usai dilantik sebagai Dirjen Perhubungan Udara, Senin (12/11/2018) awal pekan ini. Budi mengingatkan Polana selalu mengutamakan keselamatan industri penerbangan.

Upaya menjaga keselamatan itu, kata Budi, bisa dicapai melalui sejumlah program, baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung. “Tentunya harus diikuti dengan suatu tindakan yang tegas untuk menjadikan keamanan itu [aspek] yang utama,” kata Budi.

Harapan Budi tentu tidak berlebihan mengingat keselamatan adalah faktor utama industri penerbangan, terlebih Indonesia sedang berduka usai jatuhnya pesawat Lion Air rute penerbangan Jakarta-Pangkalpinang, 29 Oktober lalu.

Tanggung Jawab Besar

Lompatan karier Polana Banguningsih di tahun 2018 ini terbilang cukup cepat. Baru 8 bulan menjabat sebagai Dirjen Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan, ia dilantik menjadi Dirjen Perhubungan Udara, pada Senin lalu.

Perempuan kelahiran Jakarta, 2 November 1961 ini mengisi posisi yang mengalami kekosongan selama 4 bulan setelah pejabat sebelumnya, Agus Santoso, memasuki masa pensiun.

Selain itu, Polana juga dinilai cukup berpengalaman dalam bidang kebandarudaraan. Ia pernah menjabat sebagai direktur teknik Angkasa Pura I sejak 2013, sebelum akhirnya ditarik kembali ke Kemenhub, pada Februari lalu.

Karier Polana tercatat cukup mentereng sejak lulus dari Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1986. Ia pernah menempati sejumlah pos penting di Kementerian Perhubungan, seperti Kepala Seksi Mutu Konstruksi Sipil, dan Kepala Sub Direktorat Prasarana Bandara Kemenhub.

Pengalaman Polana selama lebih dari tiga dekade itu juga relevan mengingat kecelakaan Lion Air JT-610 baru-baru ini membuat dunia penerbangan Indonesia jadi sorotan. Dirjen Perhubungan Udara, yang jadi panggung baru bagi Polana, juga sempat kena kritik lantaran dianggap lembek terhadap produsen Boeing 737 Max-8 --jenis pesawat yang digunakan Lion Air JT-610.

Hal itu lantaran Kemenhub tak berani meng-grounded pesawat jenis tersebut dan hanya mengaudit teknis 11 pesawat yang dimiliki dua maskapai, yaitu Garuda dan Lion Air.

Grounded adalah hal wajar kata Alvin Lie, mantan anggota Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan. Ini penting untuk menghindari keresahan para pilot dan menjamin keselamatan penerbangan. Lagi pula, grounded bukan hal asing dalam dunia penerbangan Indonesia.

Pada 2009, misalnya, pemerintah pernah meng-grounded seri MD-90 milik Lion Air untuk pemeriksaan teknis selama tiga hari, setelah jenis pesawat tersebut mengalami kecelakaan.

Bahkan, maskapai Mandala Air juga pernah berinisiatif untuk meng-groundedBoeing 737-200 setelah pesawat tersebut kecelakaan di Bandara Abdurrahman Saleh, Jawa Timur, 2007 silam.

“Saya sangat berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, khususnya Dirjen Perhubungan Udara, untuk berani menyatakan sementara waktu jangan terbangkan Boeing 737 Max-8 nya,” kata Alvin kepada reporter Tirto, Selasa (13/11/2018).

Menurut Alvin, hanya perlu menunggu waktu bagi Boeing untuk mengakui bila ada kesalahan dalam sistem atau manufaktur pesawat yang mereka produksi. Sebab, KNKT kini tengah menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat berdasarkan data dari flightdatarecorder (FDR) yang telah ditemukan.

“Saya menduga ini Boeing masih setengah hati, sebab kalau Boeing mengakui ada masalah dengan desain atau manufaktur komponen pesawat tersebut, pertama implikasinya bisnis, kedua implikasinya hukum,” kata pria yang juga komisioner Ombudsman RI itu.

Mempertahankan dan Meningkatkan Standar Keamanan

Meski demikian, kata Alvin, keamanan penerbangan Indonesia telah diakui International Civil Aviation Organization (ICAO). Hal ini, menurut dia, sebuah prestasi yang perlu ditingkatkan atau minimal dipertahankan Polana.

Hasil audit ICAO tahun 2017 menunjukkan compliance score untuk kategori Air Navigation Services di Indonesia meningkat signifikan. Jika pada 2016 hanya berhasil memperoleh skor sebesar 51, pada 2017 menjadi 84 dan berada di atas rata-rata global dunia yang hanya meraih 60,7.

"Jangan melupakan prestasi kita tahun 2017, tidak ada kecelakaan yang memakan korban jiwa di Indonesia. Itu, kan, prestasi yang luar biasa. Pengakuan dari ICAO rangking yang bagus. Itu, kan, merupakan prestasi yang perlu kita tingkatkan,” kata Alvin.

Polana Banguningsih sempat mengakui bila lembaganya terus berusaha meningkatkan kualitas dan mempertahankan prestasi yang berhasil diraih Air Traffic Controller (ATC) yang sudah sangat baik.

Saat masih menjabat Dirjen Navigasi Penerbangan, ia menyampaikan instansinya perlu didukung SDM yang berkualitas untuk meningkatkan prestasi tersebut. Sebab, kata dia, SDM adalah hal utama dalam catatan audit ICAO 2017.

Oleh karena itu, Polana mengharuskan seluruh SDM Navigasi Penerbangan memiliki lisensi dari pengawas lalu lintas udara (Air Traffic Controller), teknisi hingga inspektur navigasi penerbangan.

"SDM navigasi penerbangan masih perlu peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya, mengingat masih perlunya pemenuhan sesuai kebutuhan, baik di tataran operasional maupun regulator," kata Polana seperti dilansir MajalahBandara.com.

Baca juga artikel terkait PENERBANGAN SIPIL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz