tirto.id - Hari Ibu yang selalu dirayakan setiap 22 Desember merupakan pengingat untuk rakyat Indonesia terutama generasi muda agar senantiasa memaknai perjuangan kaum perempuan di Indonesia untuk kebangkitan bangsa.
Bermula ketika masa kolonial Hindia Belanda, sekitar 600 perempuan dari berbagai perhimpunan wanita berkumpul di Ndalem Joyodipuran Yogyakarta untuk melaksanakan kongres Perempuan Indonesia pertama.
Para perempuan tersebut berasal dari berbagai macam daerah, suku, agama, profesi, dan juga usia.
Kongres tersebut berlangsung pada 22 Desember 1928, beberapa pekan setelah Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Kemudian, pada masa Presiden Sukarno ditetapkanlah 22 Desember sebagai Hari Ibu.
Hari Ibu mengajarkan betapa pentingnya menghargai dan menjunjung tinggi perjuangan perempuan, terutama ibu yang senantiasa berkorban demi masa depan anak-anaknya.
Perjuangan dan pengorbanan seorang ibu berawal dari anak yang masih dalam kandungan, kemudian ia dilahirkan, dirawat, serta diajarkan banyak hal.
Seorang anak bisa belajar hal-hal baru seperti berbicara, berjalan, serta hal-hal lain berkat bantuan ibu.
Maka pantaslah bila ibu disebut dengan sekolah pertama (Madrasah al-Ula) untuk anak-anaknya.
Ibu Sebagai Madrasah al-Ula Pertama dalam Islam
Posisi seorang ibu dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi, karena perannya saat mengandung, melahirkan, hingga membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Oleh sebab itu perintah berbuat baik kepada orangtua, khususnya ibu, disebutkan sampai tiga kali, setelah itu baru kepada ayahnya.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat,” (HR. Ibnu Majah).
Dalam jurnal "Urgensi dan Peran Ibu Sebagai Madrasah Al-Ula dalam Pendidikan Anak" (Nurhayati dan Syahrizal; 2015) disebutkan, Madrasah al-ula berarti sekolah pertama (etimologis), dan secara terminologis berarti ibu berpengaruh besar terhadap perkembangan pendidikan anak-anaknya sampai dengan berhasil.
Pengertian tersebut selaras dengan syair Hafidz Ibrahim yang berbunyi: “al-ummu madrasah al-ula, idza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyiban al-a’raq,” yang artinya ibu adalah madrasah (sekolah) pertama (bagi anak-anaknya), jika engkau mempersiapkannya (dengan baik), maka engkau telah mempersiapkan generasi yang baik pula.
Ibu adalah panutan bagi anak-anaknya dan oleh karena ibu merupakan suri tauladan, maka sudah seharusnya ia menjalankan tugas dan fungsinya di dalam rumah tangga dengan baik sehingga terbentuklah anak-anak yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa yang baik pula.
Dilansir dari laman NU Jateng, kecerdasan anak dipengaruhi oleh bimbingan orangtua terutama sosok ibu.
Ibu yang memilih menjadi ibu rumah tangga sudah tentu memiliki waktu yang lebih banyak untuk anaknya dibanding ayah yang harus bekerja.
Kedekatan dengan ibu pun seharusnya bisa lebih kuat dan oleh karena hal tersebut sudah merupakan kewajiban bagi seorang ibu untuk mengajarkan hal-hal baik kepada anaknya.
Pendidikan yang ditempuh oleh perempuan tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri melainkan bagi anak-anaknya kelak karena orang yang pendidikannya luas sudah tentu mempunyai cara pikir dan pandang yang luas pula.
Banyak perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga walau pendidikannya tinggi karena merasa bertanggung jawab atas rumah tangga terutama terhadap anak-anaknya.
Sementara itu seorang ibu yang memilih berkarier berarti memiliki tanggung jawab ganda yakni menjadi bekerja dan merawat anaknya karena kedekatan dengan sang anak harus tetap terjaga dengan baik walau waktu terbagi dengan pekerjaan.
Wanita karier yang telah memiliki anak bukan berarti melepaskan tanggung jawabnya sebagai ibu yang harus mengurus rumah tangga termasuk merawat anak-anaknya.
Sang buah hati tetap harus diawasi tumbuh kembangnya serta dijaga kedekatannya dengan berbagai cara agar kondisi mental dan psikologis anak terjaga baik.
Dengan demikian peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya tetap terwujud.
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Dhita Koesno