Menuju konten utama

Majelis Umum PBB Sepakat Menolak Pengakuan Trump soal Yerusalem

Jumlah suara yang mendukung pengakuan AS soal Yerusalem hanya sembilan. Ini menjadi pukulan diplomatik yang serius bagi Trump.

Majelis Umum PBB Sepakat Menolak Pengakuan Trump soal Yerusalem
Hasil pemungutan suara dipajang di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas deklarasi Donald Trump tentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel. FOTO/Istimewa. FOTO/AFP

tirto.id - Majelis umum PBB telah menyampaikan sebuah teguran yang menyengat kepada Presiden AS Donald Trump dengan memilih untuk menolak pengakuan sepihaknya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pemungutan suara tersebut terjadi menyusul sebuah ancaman yang terus berlanjut oleh Nikki Haley, duta besar AS untuk PBB, yang mengatakan bahwa Washington akan mengingat negara-negara manapun yang "tidak menghormati" Amerika dengan memberikan suara menentangnya.

Meskipun ada peringatan, 128 anggota pada Kamis (21/12/2017) waktu setempat, memilih mendukung resolusi yang mendukung konsensus internasional lama bahwa status Yerusalem - yang diklaim sebagai ibukota Israel dan Palestina - hanya dapat diselesaikan sebagai sebuah kesepakatan akhir yang disepakati dalam sebuah perdamaian.

Adapun negara-negara yang memilih resolusi tersebut termasuk penerima bantuan utama AS seperti Mesir, Afghanistan, dan Irak.

Pemungutan suara di sidang darurat PBB ini telah menjadi fokus kerja diplomasi pemerintahan Trump dan Israel. Trump bahkan mengeluarkan ancaman untuk memotong dana AS ke negara-negara yang tidak mendukung pengakuan soal Yerusalem.

Seperti dilaporkan The Guardian, tercatat hanya sembilan negara bagian - termasuk AS dan Israel - yang menentang resolusi tersebut. Adapun negara-negara lain yang mendukung pengakuan AS itu adalah Togo, Mikronesia, Nauru, Palau, Kepulauan Marshall, Guatemala, dan Honduras.

Dua puluh dua dari 28 negara Uni Eropa memilih resolusi PBB, termasuk Inggris dan Perancis. Jerman - yang sebelumnya telah melakukan abstain mengenai tindakan yang berkaitan dengan Israel - juga memilih untuk mendukungnya.

Tiga puluh lima negara abstain, termasuk lima negara Uni Eropa, dan sekutu AS lainnya termasuk Australia, Kanada, Kolombia, dan Meksiko. Duta besar dari beberapa negara yang abstain itu, termasuk Meksiko, menggunakan waktu mereka di podium untuk mengkritik langkah sepihak Trump.

Sementara itu, 21 delegasi lainnya tidak hadir dalam pemungutan suara tersebut, menunjukkan bahwa peringatan Trump mengenai pemotongan dana dan lobi Israel mungkin memiliki beberapa efek.

Sementara dukungan untuk resolusi PBB sedikit kurang dari yang diharapkan oleh pejabat Palestina, jumlah yang hanya sembilan suara mendukung posisi AS dan Israel menjadi pukulan diplomatik yang serius bagi Trump.

Segera setelah pemungutan suara, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menggambarkan hasilnya sebagai "kemenangan bagi Palestina". Utusan PBB Palestina, Riyad Mansour, menggambarkan hasilnya sebagai "kemunduran besar-besaran" bagi AS.

"Mereka [AS] tidak berhasil mencapai Yerusalem. Ketika AS mengerahkan segalanya untuk mereka dan hanya memperoleh sembilan suara yang mengatakan 'tidak' terhadap resolusi, saya pikir ini adalah kegagalan total untuk kampanye AS,” ucap Mansour kepada AFP.

Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan segera menolak suara PBB yang mendukung resolusi.

"Israel mengucapkan terima kasih kepada Presiden Trump atas pendiriannya yang tegas atas Yerusalem dan terima kasih kepada negara-negara yang memilih bersama Israel, bersamaan dengan kebenaran," kata sebuah pernyataan dari kantor Netanyahu, seperti dikutip Guardian.

Berbicara kepada majelis sebelum pemungutan suara, Nikki Haley - yang awal minggu ini mengatakan kepada anggota bahwa AS "akan mengingat negara mereka" - kembali bersikap ofensif.

"Saya juga harus mengatakan hari ini: ketika kami memberikan kontribusi yang besar kepada PBB, kami juga memiliki harapan bahwa kami akan dihormati," kata dia. "Terlebih lagi, kami diminta membayar hak istimewa yang justru meragukan karena tidak dihormati."

Haley menambahkan: "Jika investasi gagal, kami berkewajiban untuk membelanjakan investasi dengan cara lain ... Amerika Serikat akan mengingat hari ini."

Dalam pidatonya sendiri, Duta Besar Israel Danny Danon, mengatakan bahwa anggota PBB yang mendukung resolusi tersebut dimanipulasi. "Anda seperti boneka yang ditarik oleh tuan rumah Palestina," kata dia pada sesi tersebut.

Resolusi PBB ini menyebut pengakuan Trump sebagai "tidak sah dan tidak berlaku lagi" serta menegaskan kembali 10 resolusi dewan keamanan di Yerusalem, yang dimulai pada tahun 1967, termasuk persyaratan bahwa status akhir kota harus diputuskan dalam perundingan langsung antara Israel dan Palestina

Resolusi ini juga "menuntut agar semua negara mematuhi resolusi dewan keamanan mengenai kota suci Yerusalem, dan tidak mengakui tindakan yang bertentangan dengan resolusi tersebut."

Sebelumnya, ketika AS dan Israel diperkirakan akan mudah dikalahkan, Netanyahu secara preemptif mengecam pemungutan suara dengan menyebut PBB sebagai "rumah kebohongan."

"Negara Israel menolak pemungutan suara ini secara langsung," kata Netanyahu. "Yerusalem adalah ibu kota kami, kami akan terus membangun di sana dan kedubes tambahan akan pindah ke Yerusalem.

"Yerusalem adalah ibu kota Israel, apakah PBB mengakui hal ini atau tidak. Butuh waktu 70 tahun bagi AS untuk secara formal mengenali ini, dan butuh waktu bertahun-tahun bagi PBB untuk melakukan hal yang sama."

Baca juga artikel terkait YERUSALEM atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari