Menuju konten utama

Majelis Banding Kasus Ahok, Hakim Kasus Mirna Hingga Narkoba

Sidang banding Ahok akan dipimpin oleh Imam Sungudi selaku ketua majelis hakim. Majelis hakim lainnya Elang Prakoso Wibowo, Daniel D. Pairunan, I Nyoman Sutama, dan Achmad Yusak. Siapa mereka? bagaimana rekam jejaknya?

Majelis Banding Kasus Ahok, Hakim Kasus Mirna Hingga Narkoba
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (kedua kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3). Sidang ke-13 itu beragenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang meringankan terdakwa. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Kasus penodaan agama yang menyeret nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dipastikan berlanjut di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta, setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi mengajukan banding. Sikap JPU ini berbeda dengan pihak Ahok yang justru telah mencabut memori bandingnya pada Senin (22/5/2017).

Pengadilan Tinggi Jakarta telah membentuk majelis hakim sidang banding yang akan menangani kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Humas Pengadilan Tinggi Jakarta, Johanes Suhadi mengatakan telah menunjuk lima orang hakim yang akan menangani perkara yang telah menyedot perhatian publik.

Sidang banding ini akan dipimpin oleh Imam Sungudi selaku ketua majelis hakim, Elang Prakoso Wibowo, Daniel D. Pairunan, I Nyoman Sutama, dan Achmad Yusak.

Menurut Suhadi, Pengadilan Tinggi Jakarta belum bisa menentukan waktu persidangan karena mereka perlu memeriksa berkas kasus Ahok terlebih dahulu. Setelah memeriksa, majelis hakim baru akan menentukan waktu persidangan.

Sementara penasihat hukum Ahok, I Wayan Sudirta mengaku pihaknya menerima pembentukan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta. Ia mengaku, Ahok sudah siap menerima segala proses peradilan yang menjerat dirinya.

“Pak Ahok sudah menerima apapun yang terjadi,” kata Sudirta saat dihubungi Tirto, Sabtu (27/5/2017).

Sudirta menerangkan, Ahok sudah memutuskan untuk menerima segala konsekuensi demi negara. Ia mengatakan bahwa kliennya tidak takut dalam menghadapi persidangan banding. Ia berharap, hakim bisa memberikan keputusan seadil-adilnya dalam pengadilan banding nanti.

Dalam konteks ini, masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi terkait kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Ahok. Semua keputusan berada di tangan majelis hakim yang telah ditunjuk oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.

Berikut rekam jejak kelima hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dalam kasus banding Ahok:

Imam Sungudi

Imam Sungudi lahir 2 Februari 1953, Blitar, Jawa Timur. Ia ditunjuk sebagai ketua majelis hakim dalam sidang banding kasus penodaan agama yang menyeret Ahok.

Sebelum bertugas sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Jakarta, Imam Sungudi pernah bertugas di beberapa daerah, salah satunya Pengadilan Negeri (PN) Ungaran Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dan Pengadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur.

Saat bertugas di PN Ungaran pada 2007, misalnya, Imam Sungudi pernah menangani perkara yang menjerat Bupati Semarang, Bambang Guritno dalam kasus korupsi pengadaan buku ajar 2004 senilai Rp3,3 miliar. Imam Sungudi yang bertindak sebagai ketua majelis hakim justru mengabulkan eksepsi terdakwa Bambang Guritno atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Saat itu, majelis hakim berpendapat bahwa surat dakwaan beserta perubahannya yang disampaikan jaksa tidak dapat diterima karena masih dinyatakan kabur atau kurang mengenai pada pokok perkara. Hakim juga memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan.

Namun, pada 2008, majelis hakim PN Ungaran, Kabupaten Semarang justru menjatuhkan vonis dua tahun penjara dipotong masa tahanan kepada Bambang Guritno. Saat itu, yang menjadi ketua majelis hakimnya tidak lagi Imam Sungudi, melainkan Hari Muyanto.

Selain kasus korupsi, Imam Sungudi juga punya pengalaman menangani kasus narkoba. Misalnya, pada 2016, ia menjadi ketua majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dalam sidang banding kasus jaringan narkoba internasional dengan terdakwa Cheng Tin Kei dari Hong Kong.

Saat itu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang diketuai Imam Sungudi menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memberikan vonis hukuman mati kepada Cheng Tin Kei.

Elang Prakoso Wibowo

Elang Prakoso lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 24 Mei 1958 ini pernah mencalonkan diri sebagai hakim agung pada 2011. Namun, dalam proses seleksi, ia mengundurkan diri.

Sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Jakarta, Elang Prakoso Wibowo pernah menangani kasus yang sempat menghebohkan publik, mulai dari korupsi yang menjerat Dewie Yasin Limpo, hingga kasus kematian Wayan Mirna Salihin.

Misalnya, pada 2016, Elang Prakoso sebagai ketua majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Dewie Yasin Limpo, mantan anggota Komisi VII DPR. Saat itu, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman politisi Partai Hanura tersebut menjadi 8 tahun penjara.

Selain itu, majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik, selama tiga tahun setelah Dewie Yasin Limpo menjalani pidana pokoknya. Hukuman tersebut lebih berat dari vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta, yaitu pidana 6 tahun penjara.

Sementara itu, dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, pada 7 Maret 2017, Elang Prakoso selaku ketua majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menolak upaya banding yang diajukan oleh Jessica Kumala Wongso. Dengan demikian, maka vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berubah.

Hakim tinggi lainnya yang akan menangani perkara banding kasus penodaan agama yang melibatkan Ahok adalah Achmad Yusak. Sebelum bertugas di Pengadilan Tinggi Jakarta, pria kelahiran 4 April 1959 ini pernah bertugas di Pengadilan Tinggi Pontianak.

Nama lainnya ada I Nyoman Sutama, pria kelahiran Singaraja, 4 Maret 1956 ini pernah bertugas di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Pada 2010, ia pernah menangani kasus kepemilikan 2,78 gram sabu-sabu dengan terdakwa Wiyono (36), pria asal Pasuruan, Jawa Timur.

Dalam kasus tersebut, I Nyoman Sutama didaulat sebagai ketua majelis hakim. Dalam amar putusannya, ia menyatakan bahwa Wiyono terbukti bersalah sehingga pria yang bekerja sebagai pedagang itu divonis selama lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp800 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia mulai bertugas di Pengadilan Tinggi Jakarta sejak Maret 2016. Sebelumnya, ia pernah menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Semarang, Jawa Tengah.

Terakhir, adalah Daniel D. Pairunan. Pria kelahiran 19 Oktober 1957 ini pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo periode 2001-2006.

Baca juga artikel terkait VONIS AHOK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Suhendra