tirto.id - Ahli hukum tata negara, Mahfud MD menegaskan bahwa Pansus Hak Angket KPK yang dibentuk DPR tidak bisa mengawasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disampaikannya saat memenuhi permohonan panggilan dari Pansus Hak Angket pada hari ini, Selasa (18/7/2017).
Profesor Mahfud MD berpendapat bahwa KPK seharusnya masuk dalam pelaksanaan kelembagan yudikatif. Artinya, menurut dia, tidak tepat apabila DPR menerapkan Hak Angket kepada KPK.
“Sudah ada 4 putusan hakim yang memutuskan bahwa KPK itu bukan lembaga pemerintah, KPK itu justru terkait kekuasaan kehakiman. Memang bukan kekuasaan kehakiman, tapi semuanya terkait dengan kekuasaan kehakiman,” jelas Mahfud terkait dengan kelembagaan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Putusan hakim yang dimaksud Mahfud adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa KPK adalah lembaga yang terkait dengan kekuasaan kehakiman sesuai dengan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945.
KPK, kata Mahfud, bukanlah lembaga ad hoc yang dibatasi oleh waktu, melainkan akan terus berlanjut hingga korupsi benar-benar tidak ada di Indonesia, berbeda dengan lembaga seperti Tim Pencari Fakta Trisakti yang misalnya dibatasi oleh waktu. “Di beberapa negara itu tidak disebut ad hoc, tapi disebut lembaga negara saja. Bahkan kadang dikonstitusikan,” papar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud setuju bahwa KPK perlu mendapatkan pengawasan, tetapi bukan oleh hak angket DPR. Dalam kasus keuangan misalnya, Mahfud menilai bahwa lembaga negara anti-korupsi, KPK, seharusnya diawasi oleh BPK. Sementara untuk masalah kode etik, Mahfud menilai bahwa KPK bisa diawasi oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Oleh karena itu, Mahfud menilai ada porsi masing-masing dalam pengawasan lembaga negara. KPK sebagai lembaga independen tidak bisa diawasi oleh pansus hak angket. “Saya banyak mengkritik (KPK). Saya tetap mengatakan angket itu bukan untuk KPK. Banyak caranya mengontrol. Saya kira sekarang ini kontrol masyarakat menjadi lebih terbuka,” ujarnya.
“Jadi dalam lembaga negara itu tidak ada yang tidak bisa diadili, tapi jalurnya masing-masing,” tegas Mahfud.
Menanggapi hal ini, Anggota Pansus Hak Angket KPK, Arteria Dahlan menyatakan bahwa pihaknya menyangsikan keputusan MK yang berpendapat bahwa KPK berada dalam lembaga kekuasaan kehakiman.
“Bedakan antara dengan terkait dengan kekuasaan kehakiman dengan menjadi kekuasaan kehakiman,” jelas politisi dari PDIP itu.
Menjawab hal ini, Mahfud MD menjelaskan bahwa perbedaan tafsir memang mungkin saja terjadi. Namun, keputusan dari Mahkamah Konstitusi tentu saja sudah menjadi sesuatu yang harus dipatuhi apabila keputusan sudah mencapai inkracht atau berkekuatan hukum tetap. “Keputusan hakim itu sudah menyelesaikan,” kata Mahfud menjawab Arteria Dahlan.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto