tirto.id - Pakar Hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Pansus Hak Angket KPK mendapat tidak menyalahi aturan dalam usahanya mengawasi kinerja KPK. Menurut Yusril, hak angket dikatakan sebagai sesuatu yang menjadi wewenang DPR untuk menjalankan fungsi pengawasannya.
“Pada dasarnya angket itu dapat dilakukan oleh DPR dalam suatu pelaksanaan undang-undang dan terhadap kebijakan dari pemerintah,” pungkas Yusril selaku pakar hukum tata negara dalam rapat dengar pendapat (RDP), Senin,(10/7/2017).
Menurut Yusril yang juga ikut membantu terbentuknya undang-undang KPK pada tahun 2002, KPK dibentuk memang berdasarkan ketentuan undang-undang. Apabila memang DPR merasa perlu melakukan angket pada praktik pelaksanaan undang-undang KPK, maka Yusril menegaskan bahwa hal itu sah untuk dilakukan dalam pelaksanaan kewenangan DPR.
“Kalau kita mau baca pasal-pasal UUD 1945. DPR itu mempunyai beberapa tugas dan kewenangan, yaitu tugas di bidang legislasi, di bidang pengawasan, dan tugas di bidang anggaran. Dan dalam pelaksanaan kewenangan di bidang pengawasan itulah DPR dibekali oleh hak-hak untuk melakukan angket atau hak-hak untuk mengadakan penyelidikan,” pungkasnya.
Sedangkan sebelum diadakan RDP, Dossy Iskandar selaku anggota Pansus Hak Angket KPK mengatakan bahwa hak angket sudah diatur dalam konstitusi dan tidak ada yang bisa melarang.
Dalam konstitusi, lanjut dia, seharusnya KPK yang dibentuk oleh undang-undang melaporkan kinerjanya kepada DPR dan bukan sebaliknya – meski KPK mempunyai kapasitas untuk memeriksa anggota DPR.
“Tidak ada DPR melapor kepada KPK. KPK yang seharusnya melapor ke DPR,” tuturnya.
Di sisi lain, Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar juga mengatakan bahwa pansus hak angket KPK sangat diperlukan untuk mengawasi lembaga independen negara tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa hak angket tidak ada muatan untuk menaungi kepentingan tertentu, pemanggilan ahli hukum tata negara pun juga untuk membuktikan keabsahan pansus hak angket di mata hukum.
“Presiden boleh berganti, lembaga negara boleh berganti, tapi kalau ada institusi negara yang tidak bisa dikritik, tidak mau diawasi, ini kan jadi problem ke depan,” jelas Agun.
Sedangkan Pakar Hukum tata negara Zain Badjeber yang sampai tahun 2004 lalu merupakan anggota DPR dari fraksi PPP dan merupakan salah satu pihak yang merumuskan undang-undang KPK mengatakan bahwa pada dasarnya hak angket sudah pernah dipersoalkan dalam sistem presidensiil UUD 1945 setelah Dekrit Presiden 1959.
Namun, jawaban yang terjadi kala itu adalah perubahan yang dilakukan pada pasal 20a ayat 2, tetapi tetap menyatakan bahwa DPR mempunyai 3 fungsi yakni, legislasi, anggaran, dan pengawasan. Terkait apakah KPK bertindak di luar batas, Zain tidak mau berkomentar.
“Bahwa ini KPK terlalu besar untuk memukul nyamuk, saya tidak tahu,” terangnya.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto