tirto.id - Dalam perkembangan terakhir, diketahui ada dua fraksi yang dengan tegas menolak adanya Pansus Hak Angket KPK, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ditemui di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Wakil Ketua MPR dari PKS, Hidayat Nur Wahid menyatakan ketegasannya pada penolakan tersebut.
Namun, Hidayat juga menjelaskan bahwa PKS bukanlah organisasi masyarakat atau LSM yang bisa bergerak mengadakan demonstrasi untuk menghentikan hak angket. Bagi Hidayat, perjuangan PKS hanyalah sebatas di DPR, dan PKS gagal untuk menghentikan hak angket tersebut.
“PKS bagian daripada DPR. Pola pembangunan kerja kami ada di DPR sini. Kami kerjanya di sini. Kami bukan LSM, kami bukan mahasiswa, kami juga bukan kelompok rektor manapun. Apa yang ada di DPR sudah kami lalui, sampai akhirnya kami menyimpulkan kami tidak setuju dengan anggota hak angket, kami tidak mengirimkan anggota,” tutur Hidayat kepada Tirto, Senin (10/7/2017).
Meski penolakan dari PKS dan Demokrat berlangsung, pansus hak angket terus berjalan. Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa secara hukum, pansus hak angket sudah tidak bisa dihentikan dan diprediksi akan selesai 60 hari ke depan.
Ia mengatakan, seharusnya KPK mengajukan putusan pra pengadilan atau bisa juga mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempersoalkan sah atau tidaknya keputusan DPR. Menurut Yusril, KPK tidak bisa serta-merta menolak terbentuknya pansus, padahal pansus sudah diakui secara resmi di DPR. Cara terbaik adalah menyelesaikannya secara hukum juga.
Sementara itu, Dossy Iskandar yang menjadi anggota pansus hak angket dari partai Hanura juga menegaskan bahwa KPK dibentuk dari UU, bukan UUD 1945. Hak angket yang masuk dalam wewenang DPR bisa berlaku untuk semua lembaga tanpa terkecuali. Dalam cakupannya kepada Presiden pun, DPR bisa melakukan impeachment (pemakzulan).
“Semua lembaga negara itu tunduk pada angket. Tidak boleh lembaga tidak tunduk. Kecuali konstitusi melarang,” jelas Dossy.
Terkait siapa yang kemudian akan mengawasi KPK apabila hak angket ini sudah berjalan, Ketua Pansus Hak Angket, Agun Gunandjar meyakini bahwa DPR masih menjadi pilihan utama. Meski banyak kasus yang ditelisik KPK melibatkan anggota DPR, Agun tetap berpendapat bahwa koridor politik harus berbeda dengan koridor hukum.
“Justru lembaga negara yang tidak mendapat pengawasan efektif akan menimbulkan abuse of power. Ada koridor-koridor. Jangan dicampuradukan,” kata dia.
Terkait dengan adanya demonstrasi kemarin dari Iluni UI dan KM ITB, pihak pansus hak angket KPK menandaskan akan tetap melanjutkan hak angket.
"Ya kami enggak akan menghentikan, kami akan tetap jalan. Tidak ada yang bisa menghentikan," kata Agun menegaskan.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto