Menuju konten utama

Mahfud MD Nilai Langkah Pansus Hak Angket KPK Ilegal

Mahfud menilai, keputusan yang dikeluarkan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK nantinya hanya akan bersifat politis dan tidak akan yuridis karena dianggap tidak legal.

 Mahfud MD Nilai Langkah Pansus Hak Angket KPK Ilegal
Guru Besar FH UII Mahfud MD (kedua kanan) memberikan paparan saat kuliah umum di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Sumsel, Kamis (26/1). ANTARA FOTO/Feny Selly.

tirto.id - Langkah yang dilakukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai ilegal secara prosedur. Pernyataan ini dipaparkan Mohammad Mahfud MD yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Mahfud, KPK bukanlah pemerintah yang bisa dikenakan hak angket. Sementara, Pansus Hak Angket DPR justru sudah bekerja pada 15 Juni 2017 dengan memanggil Miryam S. Haryani yang ditolak oleh polisi lalu datang ke LP Cipinang, katanya, usai acara "Debat Akademik Pro vs Kontra Hak Angket" di Universitas Surabaya, Kamis (20/7/2017).

"Padahal, kalau berita negara itu mau dijadikan alasan legalitasnya, itu baru keluar tanggal 4 Juli. Berarti, di situ ada waktu di mana dia belum legal sudah mengambil langkah-langkah" kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, seperti dikutip Antara.

Oleh karena ilegal, ia menilai, keputusan yang dikeluarkan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK nantinya hanya akan bersifat politis dan tidak akan yuridis. Dengan begitu, menurutnya, keputusan Pansus Hak Angket tidak akan mengikat siapa-siapa.

"Dia beralasan panitia angketnya sudah daftar berita negara, sudah sah. Saya katakan berita negara itu bukan forum pengesahan, bukan lembaran pengesahan, tetapi lembaran pengumuman," ujar mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI itu.

Hal itu, menurut dia, berbeda dengan lembaran negara yang merupakan pengesahan, diundangkan namanya. Sementara itu, berita negara dicantumkan saja agar orang tahu sehingga tidak mengikat, seperti akta notaris pendirian perusahaan, dan bisa dipersoalkan karena bukan akta pemberlakuan yang memaksa orang lain.

Politisi yang pernah menjabat Menteri Pertahanan RI 2000–2001 itu menambahkan, berita negara itu baru didapat DPR pada tanggal 4 Juli atau sesudah 20 hari bekerja atas nama Angket, sehingga sudah batal dari awal, dan menyuruh agar DPR bekerja terlebih dahulu.

"Nampaknya DPR ini sudah tahu dan nampak grogi sehingga mencari jalan keluar. Bagaimana ini caranya mundur, nampaknya itu yang dicari sekarang. Kalau dibilang itu ilegal dan mau mundur, malu, sehingga diteruskan sampai putusan, namun putusan itu tidak akan ada isinya," demikian Mohammad Mahfud MD.

Sebelumnya, tim Pansus Hak Angket KPK DPR mengunjungi Mabes Polri untuk membahas sejumlah isu strategis terutama menyangkut kinerja pansus hak angket pada Rabu (12/7/2017) lalu.

Setelah bertemu sekitar dua jam, Pansus Hak Angket KPK DPR ini mencapai beberapa kesepakatan dengan petinggi Mabes Polri. Salah satu poin kesepakatan yakni Pansus meminta pengawalan kepada Polri untuk mengamankan berbagai kegiatan mereka.

"Meminta dukungan Polri untuk mengawal tugas Pansus agar bisa berjalan efektif, efisien," kata Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/7/2017), usai bertemu dengan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Pansus Hak Angket KPK DPR RI pada 6 Juli 2017 sebelumnya juga menemui beberapa narapidana kasus tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, dan Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk mencari laporan pelanggaran HAM yang dilakukan KPK terhadap para narapidana kasus tindak pidana korupsi.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari