Menuju konten utama

Mahfud Akui Belum Baca Dokumen Resmi Tragedi Paniai dari Komnas HAM

Mahfud MD mengklaim bisa menuntaskan penanganan Tragedi Paniai dengan transparan.

Mahfud Akui Belum Baca Dokumen Resmi Tragedi Paniai dari Komnas HAM
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) didampingi Jaksa Agung ST Burhanuddin (kiri) memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/1/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Menkopolhukam Mahfud MD memastikan akan menindaklanjuti perkara Tragedi Paniai Berdarah jika memang ada dugaan pelanggaran HAM berat. Mahfud mengklaim bisa menuntaskan penanganan Tragedi Paniai dengan transparan.

"Saya jaminanlah kalau itu bahwa itu akan di-follow up dan itu terbuka saja follow up-nya. Tidak akan diam-diam gitu. Kalau ada kesulitan di mana masalahnya nanti masyarakat juga harus tahu," kata Mahfud usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Namun, Mahfud mengaku belum menerima dokumen resmi tentang kasus Paniai. Ia pun baru bisa menjawab dan merespon dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai usai membaca utuh dokumen tersebut dari komnas HAM.

"Kalau sudah masuk nanti kami akan follow up. Nah follow up itu artinya dipelajari apakah bisa diteruskan ke tahap berikut atau harus dilengkapi dengan apa dulu nanti kami lihatlah," kata Mahfud.

Komnas HAM mengumumkan kejadian pelanggaran HAM berat pertama di era pemerintahan Jokowi. Komnas HAM menetapkan tragedi Paniai, yakni peristiwa yang pada 7-8 Desember 2014 sebagai kasus pelanggaran HAM berat pada sidang paripurna 3 Februari 2020 lalu.

“Secara aklamasi kami putuskan [tragedi Paniai] sebagai peristiwa pelanggran berat HAM," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik melalui keterangan tertulisnya, Minggu (16/2/2020).

Komnas HAM telah membentuk tim ad hoc yang bekerja selama 5 tahun, dari 2015 hingga 2020, dipimpin oleh salah satu komisioner yakni Choirul Anam.

Menurut Taufan, tragedi Paniai merupakan peristiwa kekerasan terhadap penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk. Sedangkan 21 orang lain mengalami luka penganiayaan.

Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut.

"Peristiwa Paniai memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, dengan adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiayaan. Unsur sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusiaan sebagai prasyarat utama telah terpenuhi," ujar dia.

Namun, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengklaim tindakan para satuan pengamanan dalam insiden Paniai sudah memenuhi prosedur. Menurut Moeldoko, aksi penanganan yang terjadi di Paniai adalah hal yang tiba-tiba sehingga aksi pengamanan tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM.

"Kalau menurut saya apa yang dilakukan oleh satuan pengamanan saat itu adalah sebuah tindakan yang kaget tiba-tiba karena dia diserang masyarakat yang kaget begitu sehingga tidak ada upaya sistematis," Kata Moeldoko di kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2020).

Baca juga artikel terkait TRAGEDI PANIAI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto