Menuju konten utama

Mahasiswa Mengokupasi Kemenristekdikti: Apa yang Mereka Tuntut?

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam KANPMI telah lima hari mengokupasi gerbang masuk Kemenristekdikti. Apa yang mereka tuntut?

Mahasiswa Mengokupasi Kemenristekdikti: Apa yang Mereka Tuntut?
Massa aksi KANPMI masih bertahan selama lima hari di depan gerbang utama Kemenristekdikti, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019). tirto.id/Alfian

tirto.id - Sebagian massa dari Komite Aksi Nasional Pemuda Mahasiswa Indonesia (KANPMI) mengokupasi gerbang masuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Senin (6/5/2019). Mereka terhitung sudah lima hari mendiami kantor kementerian itu.

Juru Bicara KANPMI Arira Fitra mengatakan mereka tidak akan membubarkan diri sampai segala tuntutannya didengar Kemenristekdikti. Hal ini mereka lakukan, meskipun dalam proses menunggu akan memakan waktu dan menuai risiko.

"Kalau harus diangkut ke Polda, kami bersedia. Tapi besok kami akan berkumpul dan tidur di sini lagi," kata Fitra kepada reporter Tirto, saat ditemuidi depan Kemenristekdikti, Jakarta Selatan, Senin siang.

Beratap terpal seadanya, beralas tikar ala kadarnya, massa aksi tersisa sekitar 20 orang yang terdiri dari berbagai elemen kampus lintas daerah. Mereka bertahan dengan mengandalkan pasokan logistik makanan hasil urunan dan donasi dari kawan-kawan mereka yang bersolidaritas.

Fitra mengatakan, memasuki hari kelima, pasokan logistik sebenarnya sudah mulai menipis. Namun, secara bertahap, kata dia, dari kemarin berdatangan bala bantuan dalam bentuk bahan baku maupun uang.

Menurut Fitra, dengan bantuan itu, ia memperkirakan massa aksi masih dapat bertahan hingga dua minggu ke depan.

Organisasi yang tergabung dalam KANPMI ini terdiri dari: LMND, AKMI, FMK, FIJAR, PEMBEBASAN, FPM UBK, PMS, BEM Universitas Pancasila, Mahasiswa Esa Unggul, Perempuan, dan beberapa kelompok gerakan lainnya.

Tuntutan KANPMI

Selama lima hari ini, KANPMI memperjuangkan sejumlah isu pendidikan, salah satunya komersialisasi pendidikan. Kata Fitra, tidak sedikit rakyat Indonesia yang tidak mampu merasakan bangku perguruan tinggi karena mahalnya biaya pendidikan ini.

"Kenaikan biaya per semester saja, ada yang sampai Rp2 juta per semester, tapi enggak diikuti taraf perbaikan hidup kawan-kawan buruh atau petani. Yang notabene, rakyat dari kalangan menengah ke bawah," ujar dia.

Selain itu, Fitra menyoroti soal Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) yang memiliki otonomi khusus dalam mengelola anggaran rumah tangga dan keuangan. Akibatnya, kata dia, PTNBH dengan mudah membuka jalur investasi masuk.

"Kalau sudah bicara investasi, konsekuensinya bicara profit dan benefit. Tidak lagi bicara hakikat dari pendidikan itu untuk mencerdaskan bangsa. Karena apa? Investasi sudah masuk ke dalam perguruan tinggi dan itu akan menjadikan komoditas," kata Fitra.

Fitra juga menuntut Kemenristekdikti hadir dalam kasus-kasus pembungkaman ruang demokratisasi yang melibatkan mahasiswa dengan perguruan tinggi. Menurut dia, mahasiswa acapkali mendapat sikap intimidasi dari kampus dalam bentuk nilai yang tidak keluar, nilai kurang, hingga Drop Out.

"Itu yang kami harapkan [Kemeristekdikti mengeluarkan surat keputusan bahwa akan menindak segala bentuk pembungkaman]," kata Fitra.

Massa aksi juga meminta Kemenristekdikti mencabut Permenristekdikti Nomor 55/2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Alasannya, Permen tersebut dianggap memiliki perspektif yang tidak matang terhadap terminologi radikalisme.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Ismunandar tak bisa memastikan apakah Menristekdikti Mohamad Nasir atau dirinya, akan menemui massa aksi tersebut. Ia hanya merespons sedikit saja bahwa audiensi sudah dilakukan oleh perwakilan lembaganya.

"Sudah ditangani biro umum, bukan saya," kata Ismunandar saat dikonfirmasi reporter Tirto.

Sebaliknya, Ismunandar justru skeptis dengan kehadiran massa aksi sebagai delegasi dari mahasiswa. "Tampaknya bukan mahasiswa," kata Ismunandar.

Tidak Ada Pengamanan

Pada hari kelima okupasi KANPMI di depan gedung Kemenristekdikti sudah tak tampak lagi barisan penegak hukum maupun pihak pengamanan gedung. Ini berbeda dengan hari pertama dan kedua saat aksi KANPMI berlangsung.

Fitra mengatakan para petugas keamanan tersebut sejak kemarin sudah melipir ke samping dan tidak mau mendekati kerumunan massa aksi. Ia dan massa aksi mengklaim telah berhasil membuat posisi para petugas tersebut menjadi dilematis. Sebab, kata Fitra, kenyataannya memang pendidikan hanya milik segelintir orang yang mampu mengaksesnya secara finansial.

"Itu dampak dari komersialisasi yang sama-sama kita ketahui," kata dia.

Fitra mengatakan, massa aksi yang jumlahnya tak lebih dari 30 orang itu masih akan terus menunggu sampai Menristekdikti Mohamad Nasir menemui mereka.

"Sebenarnya sudah ada upaya audiensi, hanya saja orang-orang yang diwakilkan itu yang tidak memiliki kapasitas dalam mengambil keputusan seperti biro dan koordinator. Itu waktu hari pertama dan kedua. Lantas kami tolak," kata Fitra.

Baca juga artikel terkait HARI PENDIDIKAN NASIONAL atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz