Menuju konten utama

Magnet Gus Solah di Pilgub DKI Jakarta

Kunjungan Djarot ke rumah Gus Solah tidak bisa dilepaskan dari safari politik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, pada Senin (20/3/2017). Sebagai sesepuh NU, Gus Solah masih manjadi magnet untuk menggaet dukungan.

Magnet Gus Solah di Pilgub DKI Jakarta
Tim pemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI nomor urut dua Charles Honoris (kedua kiri) dan Ace Hasan Syadzily (ketiga kiri) dan Pasangan nomor urut tiga Anies Baswedan (ketiga kanan) dan Sandiga Uno (kedua kanan) mengangkat nomor urut disaksikan Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno (kiri) saat rapat pleno terbuka di Jakarta, Sabtu (4/3). Rapat pleno terbuka tersebut beragendakan enetapkan peserta pemilihan dan peluncuran pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 putaran kedua. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Salahuddin Wahid atau Gus Solah rupanya menjadi magnet bagi kedua kandidat di Pilgub DKI Jakarta putara kedua. Sebagai tokoh Nahdlatul Ulama, pria kelahiran 11 September 1942 ini dinilai memiliki pengaruh cukup signifikan untuk membangun persepsi publik.

Setidaknya hal tersebut yang digambarkan pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Muradi, menanggapi safari politik kedua kontestan Pilkada DKI, ke kediaman Gus Solah, Jalan Bangka, Mampang, Jakarta Selatan.

“Dengan persepsi yang dibangun ketemu Gus Solah bisa dimanfaatkan untuk membangun persepsi positif di Jakarta, terutama warga NU Betawi,” kata Muradi kepada reporter Tirto.

Seperti diketahui, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 2, Djarot Saiful Hidayat menyambangi rumah Gus Solah, pada Rabu (22/3/2017). Djarot mengaku, pertemuan tersebut hanya silaturahim biasa dan memohon doa.

“Ini silaturahmi menyambung kemarin kami datang di Tebu Ireng. Intinya adalah mohon doa restu dan mohon izin karena kita akan menggunakan nama Kiai Haji Hasyim Asy'ari sebagai nama masjid raya yang sebentar lagi akan diresmikan oleh pak Jokowi,” kata Djarot, di kediaman Gus Solah, Rau (22/3/2017).

Menurut Djarot nama Kiai Haji Hasyim Asy'ari akan digunakan sebagai nama masjid raya di Jakarta Barat. Mantan Walikota Blitar ini pun mendapat saran dari Gus Solah agar pemerintah tidak hanya menggunakan nama pendiri ormas NU itu, namun juga menggunakan menggunakan nama tokoh ormas lain, seperti Kaai Haji Ahmad Dahlan.

Djarot pun mengamini nasihat Gus Solah. “Nanti masjid raya di Jakarta Selatan atau di Jakarta Timur, kurang dua yah yang belum dibangun, itu salah satunya diberi nama masjid raya Kiai Haji Ahmad Dahlan. Satu lagi beliau tadi usul Cokroaminoto. Itulah pendekar-pendekar, pejuang-pejuang kita,” kata Djarot.

Menurut perkiraan Djarot, kedua masjid diprediksi rampung pada April mendatang. Apabila sudah selesai, kedua masjid tersebut akan langsung diresmikan. Rencananya, peresmian kedua masjid akan dilakukan Presiden Jokowi selaku mantan Gubernur DKI Jakarta.

“Karena yang meletakkan batu pertama Pak Jokowi, maka nanti kita berharap yang meresmikannya Pak Jokowi. Posisinya berbeda. Dulu gubernur sekarang presiden. Lalu ada lagi sambutan dari pihak keluarga,” ujarnya.

Sementara itu, Gus Solah mengatakan bahwa kunjungan Djarot ke kediamannya bukan membahas dukungan kepada salah satu paslon. Ia menegaskan tidak mendukung siapapun dalam Pilgub DKI Jakarta putaran kedua. “Rasanya ndak. Ndak ada dukungan kepada siapapun juga,” kata adik Gusdur ini tegas.

Gus Solah mengingatkan, sebelum Djarot, pasangan Anies-Sandi juga mengunjungi kediamannya. Saat ini, kegaduhan dukung-mendukung justru berada di level pendukung. Padahal, pertemuan tersebut, lanjut Gus Solah, hanya sekadar silaturahim semata.

“Kita, kan, silaturahim. Itu, kan, jadi kekuatan kita. Pokoknya niatnya baik, kok. Tidak ada yang niatnya jelek,” kata Gus Solah.

Menurut dia, pilkada adalah sebuah kompetisi. Dan kompetisi itu, menurut Gus Solah, harus sehat. Pengasuh pondok pesantren Tebuireng Jombang ini menganalogikan pilkada seperti sepakbola. Dalam permainan sepakbola, ada pemain yang terkadang emosional sehingga bertindak lewat batas. Pemain emosional ini perlu dikendalikan agar tidak berkelanjutan usai pertandingan.

“Selesai pertandingan, dua kali periode ya selesai. Kan dua kali dua bulan, abis itu sudah selesai. Jangan sampai ada kelanjutan. Tidak boleh ada perpecahan,” tegas Gus Solah.

“Kita saling menghormati, saling menghargai. toh apapun juga kita adalah bangsa indonesia. Itu adalah warisan yang kita jaga,” tegas Gus Solah.

Gus Solah hanya berpesan kepada Djarot agar menjaga kesehatan. Pilkada DKI Jakarta putaran kedua masih berlangsung satu bulan lagi. Ia mengaku pernah mengalami kampanye di masa lalu. Ia mengatakan, dirinya pernah berkampanye hingga kepala berada di bawah sementara kaki di atas.

“Capek loh itu [kampanye]. Capek betul kepala di bawah kaki di atas. saya jg pernah ngalamin walau tidak selama ini. Paling 2 bulan. gitu aja udh capek,” kata Gus Solah.

Gus Solah memang pernah bertarung dalam politik elektoral saat menjadi calon wakil presiden dalam Pilpres 2004 berpasangan dengan Wiranto.

Kunjungan Anies-Sandi

Kunjungan Djarot pada Rabu kemarin, tidak bisa dilepaskan dari safari politik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, pada Senin (20/3/2017). Saat itu, Gus Solah mengatakan pertemuan antara Anies-Sandi dengan dirinya hanya sekadar silaturahmi, dan tidak ada yang spesial.

"Ya silaturahmi aja. Nggak ada sesuatu. Ya cerita pengalaman-pengalaman kemarin beratnya menjalani kampanye," kata Gus Solah, Senin (20/3/2017).

Gus Solah mengatakan, Anies-Sandi pernah menginap di pesantrennya beberapa waktu yang lalu. ‎Ia bercerita hal-hal menarik selama mereka bermain di Tebuireng di masa lampau.

Hal tersebut dibenarkan oleh Sandi. Sandi bercerita kalau dirinya pernah tidur di sebuah kamar di Tebuireng. Kamar itu ternyata kamar yang sering dipakai ayah Gus Solah, KH Wahid Hasyim. Kamar tersebut dikabarkan jarang dipakai karena diduga bermuatan aura tertentu.

"Terus secara guyon, putra beliau, Pak Irfan, Ipang Wahid, bilang: wah orang biasa di situ gak bisa tidur karena auranya keras sekali. Ternyata saya tidur-tidur aja tuh. Nyenyak tidurnya. Hampir kelewat subuhnya sama gus solah kita salat bareng," kata Sandi tertawa.

Kala itu pula, ‎Gus Solah menolak pernyataan bahwa kedatangan Anies-Sandi sebagai bentuk dirinya mendukung pasangan calon yang diusung koalisi PKS-Gerindra ini. Ia mengatakan, dirinya juga pernah menerima Cawagub Nomor Urut 2 Djarot Syaiful Hidayat di Tebuireng.

“Pak Djarot juga pernah ke Tebu Ireng. Jadi itu, kan, tidak perlu diucapkan kepada publik. Saya pikir itu. Yang penting, saya sudah mengenal dua kawan ini sudah cukup lama," kata Gus Solah.

Adik kandung Gusdur ini menilai, setiap orang sudah mempunyai pilihan masing-masing. Saat ini, ia berpendapat tinggal pergerakan pendukung pasangan yang belum lolos, yakni Agus-Sylvi untuk menentukan pilihan. ‎Menurut Gus Solah, pasangan calon yang diusung Koalisi Kertanegara itu tahu cara yang terbaik untuk merangkul mereka yang kalah.

"‎Itu bagaimana meyakinkan itu dan saya pikir dua kawan ini tahu caranya," tutur Gus Solah.

Gus Solah sempat berpesan kepada Anies-Sandi untuk menjaga keadaan saat pemilihan dan setelah pemilihan. Ia berharap, bangsa tidak terpecah setelah Pilkada DKI Jakarta.

Dalam silaturahim itu, Sandiaga mengaku bahwa kunjungan tersebut guna mengevaluasi program santripreneur yang digagas 2012 lalu. Nantinya program itu akan dimuseumkan. Program percontohan tersebut, klaim Sandi, akan diterapkan di Jakarta lewat KJP+ yang meninklusi pesantren dan madrasah

"Itu adalah salah satu yang pertama kali diutarakan oleh ayahnya gus solah, pak wahid. Dan juga buah pemikiran dari KH Hasyim Ashari. Itu aja yang menurut saya perlu nilai-nilai luhur itu kita tanamkan di Jakarta," kata Sandi.

Manuver untuk Pilkada

Anies-Sandi dan Djarot bisa saja mengaku kunjungannya ke kediaman Gus Solah hanya silaturahim biasa. Namun, bagi pengamat politik, langkah tersebut merupakan manuver politik yang dilakukan untuk menggaet dukungan.

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Muradi melihat bahwa kunjungan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Djarot Syaiful Hidayat ke rumah Gus Solah penting dalam langkah politik Ahok-Djarot ke depan. Muradi mengatakan, pertemuan tersebut bukan mengarah kepada permohonan dukungan NU kepada salah satu paslon, tetapi bagaimana membangun persepsi publik dalam maneuver Pilkada.

“Kalau basis, ini lebih banyak tokoh membangun persepsi,” kata Muradi saat berbincang dengan Tirto, Rabu (22/3/2017).

Muradi melihat, Gus Solah merupakan salah satu tokoh yang wajib dikunjungi oleh kedua paslon Pilgub DKI Jakarta, karena ketokohannya di NU diakui secara nasional. Selain keluarga besar Abdurrahman Wahid, Ketua PBNU Said Aqil Siradj, maupun Gus Mus, kehadiran Gus Solah itu menjadi salah satu factor kunci dalam membangun pandangan publik, terutama warga NU Jakarta dalam bersikap.

Meskipun bisa mempengaruhi sikap, pengajar Universitas Padjajaran ini belum bisa memastikan warga NU akan memilih pasangan calon tertentu akibat mengunjungi rumah saudara dari Presiden RI Ketiga Abdurrahman Wahid. “Memang belum tentu terbukti benar (berdampak dalam elektabilitas). Ini soal persepsi karena NU di Jakarta beda dengan NU Cirebon dan NU Jatim,” kata Muradi.

Muradi menegaskan, langkah Djarot jauh lebih berdampak positif dan penting daripada kunjungan Anies-Sandi. Ia beralasan, kehadiran Djarot adalah untuk mengcounter persepsi publik bahwa Gus Solah mendukung pasangan nomor urut 3. Meskipun tidak diketahui besaran pemilih NU DKI Jakarta, kehadiran Djarot berguna untuk menutup celah kemungkinan pasangan lain menggarap suara NU.

Kedua, kehadiran Djarot juga bermanfaat untuk mengurangi dampak buruk dari kasus-kasus agama. Saat ini, Calon Guberur DKI Jakarta nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama masih tersandera dengan kasus dugaan penistaan agama. Pasangan nomor urut 2 sulit bergerak bebas dalam berkampanye Pilgub DKI Jakarta.

Menurut Muradi, kunjungan Djarot sebagai langkah untuk mengurangi tekanan tersebut. Manuver Djarot juga dinilai sejalan dengan sikap NU yang selalu menjadi garda terdepan untuk masalah kebhinekaan. Dengan demikian, mereka bisa bergerak sedikit lebih bebas dalam Pilkada DKI Jakarta.

“Dengan persepsi yang dibangun ketemu Gus Solah bisa dimanfaatkan untuk membangun persepsi positif di Jakarta, terutama warga NU Betawi,” kata Muradi.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA 2017 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz