tirto.id - Sejumlah massa yang mengatasnamakan Koalisi Santri Pemuda Indonesia (KSPI) mendesak Ma'ruf Amin untuk mundur dari kursi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal tersebut mengingat pada Jumat (10/8/18) lalu, Ma'ruf Amin mendaftarkan diri menjadi calon wakil presiden, berpasangan dengan Joko Widodo.
Massa yang dikoordinatori oleh Ananda Imam ini menilai, ketika Ma'ruf Amin terjun ke politik praktis, ia harus melepas jabatannya di lembaga keagamaan karena rentan bertendensi memihak ke masyarakat tertentu dan MUI mudah disusupi agenda politik praktis.
"Kami dari KSPI datang ke MUI, dengan tujuan agar MUI ini dipimpin oleh orang-orang yang netral. Dipimpin oleh ulama yang tidak memiliki kepentingan politik, seperti Ma'ruf Amin," katanya di depan kantor MUI, Senin (13/8/18) siang.
Menurut Ananda, ketika Ma'ruf Amin menjadi calon wakil presiden, secara tidak langsung hal tersebut membuktikan bahwa Ma'ruf tak layak lagi memimpin MUI.
Ananda menambahkan, posisi Ma'ruf Amin sebagai politisi dan MUI yang mesti bersih dari politik praktis, membuat kepentingan umat tidak ada sangkut pautnya dengan kasus politik.
"Maka dari itu penting kiranya, MUI melaksanakan pemilihan pimpinan baru. Agar kemudian netral lagi keberadaannya, agar tidak lagi disusupi oleh kepentingan-kepentingan politik," jelasnya.
Aksi massa mengaku tidak mempersoalkan Ma'ruf Amin yang maju ke politik praktis, namun jabatannya di MUI harus dilepaskan terlebih dahulu. Jika hal tersebut tidak dilakukan, tambah Ananda, ini menjadi bukti jelas yang mencederai lembaga kebanggaan umat muslim Indonesia.
Oleh karena itu aksi massa mendesak Ma'ruf Amin untuk mundur dari kursi Ketua MUI.
"Jika tidak mundur, jelas Ma'ruf Amin rakus jabatan. Jika mencerminkan kedewasaan dan kebijaksanananya, tidak akan ada namanya pijakan politik seperti ini. Jika Ma'ruf Amin tidak mundur, kami akan gempur kantor ini," kata Ananda tegas.
"Kita datang karena cinta terhadap MUI, bukan karena benci," katanya.
Ananda mengaku aksi massa berasal dari alumni beberapa pondok pesantren se-Indonesia, beberapa yang masih santri, dan pemuda muslim lainnya.
"Ada tujuh orang, tadinya ada 30, cuma yang lain gak diizinin kyai pondok pesantrennya keluar," tutupnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yandri Daniel Damaledo