tirto.id -
"Alhamdulillah, kalau sudah ada putusan MA-nya," kata Taufik saat dihubungi, Jumat (14/9/2018).
Menurutnya putusan tersebut semakin memantapkan langkahnya untuk menjadi bakal Calon legislatif dari Partai Gerindra pada Pileg 2019. Sebab sebelumnya, langkahnya terjegal di KPU DKI lantaran status dirinya sebagai mantan napi koruptor.
Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) No 20 Tahun 2018, Taufik tidak memenuhi syarat lantaran pernah divonis 18 bulan penjara, pada 27 April 2004. Ia dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Taufik sempat menggugat ke Bawasu DKI dan dinyatakan tetap boleh melaju sebagai Bacaleg 2019. Namun, putusan tersebut urung dijalankan oleh KPU DKI hingga ia mengambil langkah untuk melaporkan komisionernya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Polda Metro Jaya dan Bawaslu.
Saat ditanya apakah dirinya bakal menarik semua pelaporan tersebut, Taufik mengaku masih ingin pikir-pikir. "Itu nanti saya bicarakan dengan lawyer [pengacara]. Sekali nyaleg, tetap nyaleg dong," ungkapnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, menyebut bahwa mejelis hakim mengabulkan gugatan pemohon karena PKPU bertentangan dengan Undang-Undang nomor 17 tahun 2017 tentang pemilu.
Sebab, beleid tersebut tidak mencantumkan ketentuan bahwa mantan koruptor dilarang maju menjadi caleg. Selain itu, PKPU nomor 20 juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 71/PUU-XIV/2016 yang membolehkan mantan narapidana nyaleg sepanjang telah mengumumkan kepada publik bahwa dirinya mantan terpidana.
“Ya itu karena bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi,” ujar Suhadi.
Editor: Agung DH