tirto.id - Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengabulkan gugatan uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018. Ketentuan yang dibatalkan MA tersebut mengatur larangan terhadap eks narapidana (napi) korupsi, mantan napi bandar narkoba dan eks napi kejahatan seksual pada anak menjadi calon legislatif (caleg).
Selain itu, MA juga mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 60 huruf (j) PKPU Nomor 26 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. Ketentuan ini juga mengatur larangan bagi mantan napi korupsi, bandar narkoba dan kasus kejahatan seksual pada anak menjadi bacaleg.
Keputusan ini memastikan para mantan napi korupsi bisa maju sebagai caleg DPR/DPRD maupun DPD.
Juru Bicara MA Suhadi menyatakan putusan itu keluar pada Kamis kemarin, 13 September 2018.
“Iya sudah kemarin kamis, iya betul [putusan keluar]. [Putusannya] sesuai dengan UU nomor 7 tahun 2017,” kata Suhadi singkat saat dikonfirmasi Tirto, pada Jumat malam (14/9/2018).
Majelis Hakim MA, yang terdiri atas tiga hakim agung: Supandi, Irfan Fachrudin dan Yodi Martono, mengabulkan uji materi pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 tahun 2018 dalam perkara nomor 46 P/HUM/2018 yang diajukan oleh Jumanto. Sedangkan Majelis Hakim MA, yang terdiri dari tiga hakim Agung: Supandi, Yulius dan Irfan Fachrudin, mengabulkan uji materi Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 terkait perkara nomor 30 P/HUM/2018 yang diajukan oleh Lucianty.
Putusan tersebut menilai ketentuan dalam Pasal 4 ayat 3 PKPU 20/2018 dan Pasal 60 huruf (j) PKPU 26/2018, yang terkait frasa “mantan terpidana korupsi", bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyatakan bahwa Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: "Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana."
Sampai hari Jumat (14/9/2018), MA belum melansir berkas putusan tersebut pada situs resmi lembaga ini.
Ralat:
Kalimat di berita ini telah dikoreksi pada pukul 11.30 WIB, 19 September 2018.
1. Sebelumnya tertulis: "Majelis hakim yang memeriksa permohonan ini terdiri dari tiga hakim agung: Irfan Fachrudin, Yodi Martono dan Supandi. Putusan tersebut berkaitan dengan perkara uji materi nomor 45 P/HUM/2018 yang diajukan oleh Wa Ode Nurhayati."
Informasi yang benar: "Majelis hakim, yang terdiri atas tiga hakim agung: Supandi, Irfan Fachrudin dan Yodi Martono, mengabulkan uji materi pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 tahun 2018 dalam perkara nomor 46 P/HUM/2018 yang diajukan oleh Jumanto. Sedangkan Majelis Hakim yang terdiri dari tiga hakim Agung: Supandi, Yulius dan Irfan Fachrudin mengabulkan uji materi Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 terkait perkara nomor 30 P/HUM/2018 yang diajukan oleh Lucianty."
2. Sebelumnya tertulis: "Putusan tiga hakim agung tersebut menilai ketentuan dalam PKPU 20/2018 dan PKPU 26/2018, bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu."
Kalimat itu dikoreksi menjadi: "Putusan tersebut menilai ketentuan dalam Pasal 4 ayat 3 PKPU 20/2018 dan Pasal 60 huruf (j) PKPU 26/2018, yang terkait frasa “mantan terpidana korupsi", bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu."
3. Semula tertulis: "Keputusan ini memastikan para mantan napi korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual pada anak bisa maju sebagai caleg DPR/DPRD maupun DPD."
Kalimat ini dikoreksi menjadi: "Keputusan ini memastikan para mantan napi korupsi bisa maju sebagai caleg DPR/DPRD maupun DPD."
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom