Menuju konten utama

Luhut: Jangan Pernah ada Satu Negara pun Mendikte Indonesia

Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan menurutkan tanah air tidak bisa diintervensi oleh negara-negara lain.

Luhut: Jangan Pernah ada Satu Negara pun Mendikte Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) yang juga sebagai Ketua Bidang Dukungan Penyelenggaraan Acara G20, Luhut Binsar Pandjaitan memberikan keterangan pers di Media Center KTT G20 di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu (12/11/2022). ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/M Risyal Hidayat/wsj/22.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menuturkan, kesuksesan penyelenggaraan Presidensi G20 2022 meningkatkan kepemimpinan Indonesia dalam pergaulan global. Hal ini menjadi momentum pemerintah agar meningkatkan posisi tawar Indonesia di mata global, sekaligus meneguhkan kedaulatan ekonomi nasional.

Luhut pun menjelaskan tanah air tidak bisa diintervensi oleh negara-negara lain. Hal itu juga sempat disampaikan Luhut di hadapan para anggota G20.

“Jadi kita harus tahu bargaining position kita, dan itu penting untuk bernegosiasi dengan siapa pun. Saya bicara di forum B20 pada G20 kemarin, jangan pernah ada satu negara pun yang mendikte Indonesia. No country can dictate Indonesia. We know what we are going to do,” tegas Luhut, dikutip Senin (5/12/2022).

Luhut menekankan Indonesia negara yang besar. Bisa mengatur urusan ekonominya secara mandiri. Pemerintah disebutnya juga akan tegas mengeliminasi intervensi-intervensi asing, apalagi yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebab, selain soal PDB yang besar di antara negara-negara G20, Indonesia juga negara populasi terbesar keempat di dunia, serta memiliki potensi sumber daya alam untuk pengembangan industri-industri prospektif seperti baterai listrik dan kendaraan listrik. Luhut mengatakan, Indonesia memiliki hampir semua jenis mineral yang dibutuhkan dunia saat ini dengan jumlah besar, seperti nikel, tembaga, emas, perak, bauksit.

Beberapa komoditas unggulan Indonesia sering menerima berbagai tantangan dalam mencapai optimalisasi rantai pasok global. Contohnya, kelapa sawit, nikel dan tembakau yang sering mengalami berbagai bentuk hambatan dagang baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai kampanye negatif yang dibalut dengan dalih nilai-nilai universal, seperti lingkungan hidup atau kesehatan.

“Apa pun yang diusulkan ke pemerintah, kami akan pertimbangkan itu untuk diterima. Tapi jangan mendistorsi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apa pun usulannya, kalau mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang baik, saya pasti tidak setuju. Jadi, kita harus tunjukkan ke dunia bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar, bangsa yang bisa mengatur dirinya. Negara-negara lain tidak perlu mengatur kita,” sambung Luhut.

Luhut mengklaim keberhasilan Indonesia dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang positif secara beruntun selama 30 bulan terakhir. Hal itu terbukti tata kelola ekonomi nasional kokoh dilakukan secara mandiri dan berorientasi kepada kepentingan nasional.

Lebih lanjut, Luhut mengklaim masyarakat juga tidak mau kedaulatan ekonomi nasionalnya diusik negara lain. Tercermin dari hasil ‘Survei Nasional: Persepsi Masyarakat terhadap Pancasila’ yang disusun oleh Pusat Kajian (Puska) Hukum dan Pancasila Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI).

Dalam hasil survei menunjukkan 90 persen masyarakat Indonesia menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan-kebijakan nasional. Tanah air harus berdaulat dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Survei ini dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Pancasila yang dilakukan melalui jajak pendapat secara daring terhadap 1.000 responden. Dari survei ditemukan bahwa 62 persen responden menganggap bahwa pemerintah masih berpegang dari Pancasila sebagai dasar pembuatan kebijakan, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam, meskipun hampir 40 persen sisanya mulai goyah.

"Namun, 90 persen responden menolak adanya intervensi terhadap kebijakan pemerintah di Indonesia,” kata salah satu peneliti Puska Hukum dan Pancasila serta Dosen Tetap FH-UI, Kris Wijoyo Soepandji,

Kris pun setuju bahwa Pancasila Indonesia punya posisi tawar yang besar dalam ekonomi global. Ini terbukti dari 98 persen responden survei yang menganggap Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman dalam menjalin hubungan dengan negara lain.

Baca juga artikel terkait FORUM G20 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin