tirto.id - Pada hari Minggu 2 Desember 2018, Lucas Torreira mencetak gol pertamanya untuk Arsenal. Pemain mungil asal Uruguay tersebut maju ke depan, mengganggu Eric Dier, sehingga membuat gelandang Tottenham itu mendorongnya, hilang konsentrasi, dan berhasil diperdaya. Saat bola umpan terobosan Aubameyang membelah pertahanan Spurs, ia membuat Dier salah posisi. Dier mencoba menghentikan bola dengan melakukan tekel, tapi hanya mengenai angin. Torreira lalu menjangkau bola dan berhasil menjebloskan bola ke gawang Hugo Lloris: Arsenal 4, Tottenham Hotspur 2.
Setelah gol itu terjadi, Stadion Emirates, markas Arsenal, meledak seperti kembang api pada malam tahun baru. Ada senyum warna-warni dari fans Arsenal, hasil dari hati yang sudah lega. Detak jantung yang tak keruan pun kembali normal. Di lain pihak, keheningan menyelimuti tribun yang dipadati penggemar Spurs. Tribun itu benar-benar seperti kota yang tertidur. Penggemar Spurs semakin merana saat Torreira membuka baju dan berlari ke sudut lapangan untuk merayakan gol pertamanya itu.
Namun, bukan gol itu yang membuat BBC dan Gary Neville akhirnya menobatkan Torreira menjadi man of the match dalam derby London Utara tersebut. Gol itu hanyalah bonus. BBC dan Neville sepakat bahwa penampilan Torreira hari itu membawa satu hal penting yang hilang dari deretan gelandang bertahan Arsenal setelah Gilberto Silva hengkang: kemampuan untuk bertarung.
“Lucas Torriera berhasil merebut bola sebanyak 12 kali saat melawan Spurs, lebih banyak dari siapa pun yang berada di atas lapangan," kata BBC,
“Torriera mengatur irama. Ia tidak meninggalkan tempat bagi rekan-rekannya untuk mengalihkan pandangan. Ketika Anda melihat ia menyibukkan diri seperti (anjing) terrier, pemain-pemain lain harus menanggapi serta mengembangkannya,” tulis Neville di Sky Sports.
Pemenang dalam Bertahan
Menurut Martin Aguirre, penulis sepakbola asal Uruguay, kemenangan dalam bermain sepakbola sudah seperti agama bagi orang-orang Uruguay. Saat Luis Suarez dikutuk banyak orang di Piala Dunia 2010 karena terang-terangan menyentuh bola dengan tangannya untuk mencegah gawang Uruguay kebobolan, ia dianggap sebagai pahlawan oleh orang Uruguay. Begitu pula saat ia menggigit tangan Giorgio Chiellini dalam Piala Dunia 2014. Publik sepakbola dunia barangkali menganggap perilaku Suarez itu menjijikkan, tapi orang Uruguay tahu bahwa Suarez hanya ingin negaranya menang.
Aguirre kemudian menggambarkan keinginan menang orang-orang Uruguay dengan lebih dalam. Ia menulis, “Tontonlah pertandingan sepakbola amatir di segala penjuru Montevideo dan Anda akan menyaksikan pertandingan sepakbola paling sengit yang mungkin pernah Anda tonton. Pertandingan antara orang-orang yang bekerja dalam satu kantor, teman-teman satu sekolah, hingga teman masa kecil berlangsung secara intens dan semuanya menginginkan kemenangan.”
Lucas Torreira membawa karakter Uruguay itu saat datang ke Italia pada tahun 2013 lalu. Masih berusia 17 tahun, ia langsung membuat Roberto Druda, pemandu bakat Pescara, jatuh cinta. Ia adalah penyerang ngeyel dan saat bola berada di kakinya, bola itu seperti logam yang menemui magnet. Tapi Druda sadar bahwa karakter Uruguay Torriera justru terlihat dari sisi yang berlawanan: ia mahir dalam bertahan.
Druda menyebut bahwa “kemampuan bertahan Torreira seperti sebuah anugerah yang tak terduga.”
Dari sana, Massimo Oddo, pelatih Pescara U-19, kemudian mengubah posisi Torreira. Pemain asal Frey Brancos itu dimainkan sebagai gelandang bertahan. Semula Torreira kesulitan untuk beradaptasi, tapi ia selalu berjuang mati-matian untuk menguasai posisi barunya itu. Oddo pun terkesima dengan usaha Torreira.
Menyoal daya juang Torreira, melalui alegori yang terang benderang, suatu kali Oddo bahkan pernah berkata kepada Druda, “Jika kamu menjelaskan taktik kepada Torreira sekali, ia akan melatih taktik itu selamanya.”
Tiga tahun berselang, Torreira sudah menjadi bagian dari skuat muda Sampodria. Bermain selama dua musim di klub yang berasal dari Genoa itu, Torreira mulai dikenal karena dua kualitas yang biasanya tak bisa menjadi satu: seorang petarung yang gigih sekaligus cerdas.
Kemampuan bertarung Torreira dapat dilihat dari usahanya dalam merebut bola secara langsung dari kaki pemain pemain lawan. Dalam gelaran Serie A musim 2016-2017 dan 2017-2018, Torreira melakukan 198 kali tekel dan hanya 53 kali usaha tekelnya itu yang gagal tepat sasaran. Sementara itu, kecerdasan Torreira dapat ditonton melalui kemampuannya dalam membaca permainan. Pada musim 2017-2018, ia melakukan 72 kali intercept, salah satu yang terbaik di Serie A.
Perkara kemampuan Torreira dalam membaca permainan itu, Marcello Donatelli, asisten pelatih Pescara pada musim 2015-2016, bahkan sudah meramalkannya sewaktu pemain Uruguay itu masih bermain di Pescara.
“Dia sangat kuat dalam memahami aspek-aspek taktis dalam bertahan dan dia sangat matang secara taktis dalam urusan membaca permainan. Dengan tingkat kecerdasan yang hebat, dia mampu menutup gap di lini tengah... Dalam fase bertahan, dia adalah satu-satunya pemain yang mampu menutup ruang lantas memotong umpan yang mencoba melewati lini tengah,” kata Donatelli.
Dibutuhkan Arsenal
Pada 8 November 2018 lalu, Mike Goodman, analis Statsbomb, mengkritik penampilan Lucas Torreira. Kritik minor memang, tapi tepat sasaran. Menurutnya, umpan-umpan yang dilakukan Torreira sangat membosankan. Ia jarang melakukan umpan penetratif, lebih sering mengumpan ke samping atau ke belakang.
Goodman lantas mengambil contoh saat Arsenal bertanding melawan Crystal Palace di Premier League. Dalam pertandingan itu, daripada mengumpan ke depan, Torreira 11 kali memberi umpan ke arah Shkodran Mustafi, 11 kali ke arah Granit Xaka yang bermain sebagai full-back kiri, dan 10 kali mengumpan ke arah Rob Holding.
Meski begitu, Torreira memang didatangkan Arsenal bukan untuk melakukan umpan-umpan penetratif. Ia diterbangkan dari Genoa ke London untuk satu hal yang sebetulnya sangat penting dalam sepakbola modern tapi tidak dimiliki oleh Arsenal: penjaga keseimbangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, keseimbangan memang hal langka bagi Arsenal. Di bawah asuhan Wenger, Meriam London ingin selalu tampil menyerang sekaligus enak ditonton. Karena tidak mempunyai gelandang bertahan mumpuni, gaya bermain itu membikin Arsenal ringkih terhadap serangan balik. Unai Emery paham itu. Maka, saat ingin mempertahankan gaya menyerang seperti itu, Torreira pun menjadi pilihan.
Torreira langsung memberikan dampak cukup signifikan bagi Arsenal. Menurut hitung-hitungan Jonathan Wilson di Guardian, selama 965 menit Torreira bermain, Arsenal berhasil mencetak 28 gol dan kebobolan 11 kali. Sedangkan selama 295 menit Torreira absen, Arsenal hanya mencetak 4 gol dan kebobolan 9 kali. Hebatnya, Arsenal juga tak pernah kalah saat Torreira bermain sebagai starter.
Untuk semua itu, Daniel Storey, kontributor FourFourTwo, lantas menggambarkan peran Torreira di Arsenal secara hiperbolis. Ia menulis, “Torreira sangat menyebalkan untuk dilawan. Anda mencoba melukai Arsenal dengan serangan balik; dia akan menghadang. Ada bola liar di dekat kotak penalti; dia akan mengamankannya. Sebuah tekel terhadap full-back yang melakukan overlap; hayo tebak siapa yang melakukannya?”
Editor: Nuran Wibisono