Menuju konten utama

Lubang Bekas Tambang Kembali Makan Korban: Pemerintah Lepas Tangan?

Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan persoalan lubang tambang ini menjadi tanggung jawab daerah dan kementerian telah berkoordinasi dengan pemda.

Lubang Bekas Tambang Kembali Makan Korban: Pemerintah Lepas Tangan?
Kolam bekas area tambang yang tak direklamasi sudah berkali-kali merenggut nyawa-- dapat dengan mudah ditemukan di berbagai penjuru Kaltim. Antara/Humas DPRD Kaltim

tirto.id - Lubang bekas tambang di Kalimantan Timur telah memakan korban sebanyak 33 orang. Korban terbaru adalah seorang siswi SMP berusia 14 tahun. Ia meninggal di lubang bekas galian batu bara, di Desa Bung Jadi, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Peristiwa nahas itu terjadi pada Ahad, 21 April 2019 atau hanya terpaut satu minggu usai penayangan film Sexy Killers yang mengulas soal lubang tambang yang kerap ditinggalkan perushaan tanpa terlebih dahulu direklamasi. Informasi ini mencuat di publik, pada Jumat (26/4), 3 hari setelah pemerintah membuat MoU khusus penanganan lubang tambang.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono mengatakan, kementeriannya sudah menyatakan bahwa lubang tambang harus diberikan pagar maupun tanda. Jika perusahaan tak memberi pengamanan itu, maka perusahaan yang bertanggung jawab pasti akan ditindak.

Hanya saja, Gatot mengingatkan bahwa penindakan ini bergantung pada siapa pemberi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Jika izin tambang itu berasal dari pemerintah daerah, kata Gatot, maka hal itu menjadi tanggung jawab kepala dinas provinsi.

“Kalau benar gitu [tidak ada pagar atau tanda] ya ditindak. Tapi ini IUP daerah atau enggak. Kalau IUP daerah, ya kepala dinas provinsi,” ucap Gatot saat ditemui usai penandatanganan MoU antara Kementerian ESDM dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (29/4/2019).

Namun, ketika ditanya mengenai peran pemerintah pusat, Gatot justru mengatakan bahwa lembaganya hanya bisa mendesak pemerintah daerah karena hal itu menjadi tanggung jawab mereka.

“Kami selalu menekan. Kami selalu memberi tekankan kepada dinas untuk memberi pengarahan, memberi pengawasan yang baik. Kan, dia langsung terpadu, langsung mengawasi,” ucap Gatot.

Hal senada diungkapkan Menteri LHK, Siti Nurbaya. Ia mengatakan persoalan lubang tambang ini menjadi tanggung jawab wilayah itu. Ia menyebutkan Kementerian LHK telah berupaya berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten setempat.

“Saya sih solusinya keseluruhan harus lihat wilayah dan kewajibannya harus dilihat ke wilayah juga,” ucap Siti kepada wartawan di lokasi yang sama dengan Gatot.

Menurut Siti, sejauh yang ia ketahui, saat ini sudah ada 3-4 perusahaan yang dicabut izinnya oleh pemda. Namun, mengenai sanksi secara keseluruhan, Siti mengatakan tak ingat jumlahnya, tetapi ia memastikan sudah banyak ditindak.

Namun, kata Siti, melihat korban terus berjatuhan, maka sanksi saja tidak cukup. Ia menyuguhkan pendekatan melalui perusahaan tambang yang telah melakukan kewajiban reklamasi sebagai contoh yang harus diikuti korporasi lainnya.

“Kalau dia terus-terusan kena sanksi, ya tetap ada meninggal berarti ada sesuatu. Saya sudah minta Dirjen panggil perusahaan di situ, contoh penanganan tambang yang bagus gimana,” ucap Siti.

“Kami harus bikin contoh [penanganan lubang tambang] yang bagus,” kata Siti menambahkan.

Jatam: Pemerintah Pusat Tak Bisa Lempar Tanggung Jawab

Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Pradarma Rupang mengatakan pemerintah pusat tak bisa melempar bola kepada daerah.

Sebab, kata dia, dari IUP yang diterbitkan pemerintah pusat juga ada yang memiliki lubang tambang dan turut memakan korban, seperti PT Multi Harapan Utama, PT Harita Indonesia, PT Insani Bara Perkasa.

Namun, Darma mengatakan, ketiga perusahaan itu juga tak tersentuh penegakan hukum. Ia menilai pemerintah pusat justru harus berkaca lantaran sikap mereka tanpa disadari justru ditiru oleh daerah. Terutama bila hal itu menyangkut pembiaran.

“Kalau dari pusat saja memberi kompromi, maka itu ditiru daerah,” ucap Darma saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (29/4/2019).

Disamping itu, Darma juga menyoroti adanya persoalan sanksi pemerintah yang juga belum efektif. Ia mencontohkan pada 2016 di sebuah lubang tambang tetap memakan korban kembali meskipun pemiliknya sudah diberi sanksi usai kejadian pertama merenggut nyawa.

Kejadian serupa juga terjadi usai pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) berhasil mengumpulkan 125 kepala teknik tambang dan meminta mereka berkomitmen menjaga lubang tambangnya agar tak memakan korban hingga berhasil ditutup.

“Faktanya beberapa bulan kemudian langsung ada anak yang meninggal,” ucap Darma.

Hingga saat ini, Darma juga mengaku belum mendengar pernyataan apa pun dari Gubernur Kaltim. Bahkan, ia mengatakan pemda baru saja akan mengirimkan timnya meski sudah 8 hari berlalu.

“Belum ada pernyataan resmi hingga hari ini. Timnya baru diturunkan padahal kejadian tanggal 21 April,” ucap Darma.

Pada 11 Desember 2018, Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi memang sempat meminta pengawasan ketat terhadap perusahaan tambang batu bara. Ia menyebutkan lubang tambang yang mendekati pemukiman kurang dari 500 meter harus segera ditutup.

“Khusus untuk lubang tambang yang mendekati pemukiman kurang dari 500 meter itu harus ditutup. Inspektur lagi bekerja, biarkan mereka bekerja dulu" ucap Hadi seperti dikutip Antara.

Baca juga artikel terkait LUBANG TAMBANG atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz