tirto.id - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Al Faraby menyoroti masih tingginya masyarakat yang memilih untuk tak menggunakan hak pilih dalam Pemilu atau golput. Menurut hasil survei lembaganya, kata Adjie, masih ada 30 persen masyarakat yang memilih untuk golput.
Menurut Adjie, beragam alasan masyarakat memilih golput. Namun, ternyata yang paling banyak alasannya karena semata alasan teknis atau administratif ketimbang alasan politis maupun alasan ideologis.
"Golput itu banyak alasan, ada yang karena alasan politis atau alasan yang ideologis, tapi itu mungkin hanya di bawah 10%, tapi mayoritas mereka yang golput itu sebetulnya karena alasan yang sifatnya teknis dan administratif," ungkap Adjie Al Farabi dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertema 'Menjaga Suara Rakyat' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2/2019).
Persoalan teknis atau administratif ini, kata Adjie lebih banyak disebabkan malasnya masyarakat yang enggan mengurus administratif persyaratan mencoblos, khususnya bagi mereka yang ingin pindah lokasi memilih.
"Kurang lebih dari 30% yang golput, 10% kan alasannya sifatnya apa namanya, karena ideologi, tapi sisanya sebetulnya karena alasan teknis dan administratif," ucap Adjie.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri sebelumnya telah mencatat sudah ada 275 ribu lebih pemilih sudah melakukan proses pemindahan tempat memilih pada Pemilu 2019. Jumlah ini sudah tercatat di Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) Pemilu 2019.
"Sampai dengan tanggal 17 Februari 2019 kemarin, terdata sebanyak 275.923 pemilih yang melakukan pindah memilih," kata Komisioner KPU Viryan Aziz di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).
KPU, kata Viryan mengapresiasi antusiasme masyarakat yang telah mengurus administrasi untuk pindah memilih ini. Namun, ternyata sebagian pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara ( TPS) ini justru terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya karena konsentrasi penyebaran jumlah pemilih yang tak merata.
Viryan mengungkapkan hasil rapat koordinasi dengan KPU daerah menemui sejumlah persoalan seperti di beberapa TPS jumlah pemilih tambahan tak sebanding dengan ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.
"Setiap TPS hanya punya cadangan 2 persen, misalnya pemilih 300 orang berarti disiapkan 6 surat suara cadangan. Sementara data di lapangan ada yang sampai DPTb-nya 300-500, tentu tidak mungkin untuk menggunakan surat suara cadangan. Nah ini kendala yang sekarang kita hadapi," ucap Viryan.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri