Menuju konten utama

LPSK: Aktivis di Palembang Diserang Karena Laporkan Korupsi

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyimpulkan ada indikasi kuat penyiraman air keras ke seorang aktivis di palembang berkaitan dengan laporan kasus korupsi yang ia serahkan ke KPK. 

LPSK: Aktivis di Palembang Diserang Karena Laporkan Korupsi
Kiri ke kanan, Walikota Palembang Harnojoyo, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, dan ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menjadi pembicara pada workshop Integritas Nasional tahun 2017 di Palembang, Sumsel, Rabu (1/3/2017). Workshop yang diselenggarakan KPK dan Pemerintah Kota Palembang ini diikuti 150 peserta perwakilan kementerian, lembaga, organisasi, dan pemerintah daerah ini bertujuan untuk memperkenalkan integritas kerja untuk meminimalisir tindak korupsi. ANTARA FOTO/Feny Selly.

tirto.id - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Askari Razak memastikan ada indikasi kuat penyerangan ke aktivis antikorupi Palembang, Sukma Hidayat (38) berkaitan dengan aktivitasnya yang mengawal penanganan kasus korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov Sumatera Selatan.

Sukma dan istrinya, Marlia Agustina diserang orang tak dikenal pada akhir Januari lalu. Pegiat LSM antikorupsi ini dan istrinya disiram air keras oleh pengendara motor tak dikenal saat mengendarai mobilnya di jalanan kota Palembang.

Kejadian itu selang beberapa pekan setelah Sukma mengadukan dugaan korupsi dana Bansos Pemprov Sumatera Selatan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"SH (Sukma Hidayat) mengadukan korupsi dana bansos di Pemprov Sumatera Selatan ke KPK pada 15 Desember 2016. Beberapa minggu setelah mengadukan itu, tiba-tiba ada yang menyiram air cuka pare dengan cabe atau H2SO4 kepada SH dan mengenai istrinya. Kerusakan wajah dan tubuh keduanya permanen. Nyawa keduanya juga hampir melayang," kata Askari di kantor LPSK, Jakarta Timur, pada Kamis, (2/3/2017).

Askari mengatakan penyerangan ini terindikasi kuat kuat buntut dari laporan Sukma karena aktivis ini kerap mendapatkan ancaman setelah mengadu ke KPK. Menurut Askari, sebelum penyerangan itu, Sukma kerap menerima ancaman lewat telpon gelap, yakni akan dibunuh.

Ia mencatat kasus korupsi Bansos senilai Rp800 miliar, dari total anggaran yang digelontorkan Pemprov Sumsel senilai Rp1,7 triliun, kini telah dilimpahkan oleh KPK ke Kejaksaan Agung. Dua tersangka telah dijerat di kasus ini.

"Kasus korupsi sudah dieksekusi oleh KPK dengan melimpahkannya ke Kejaksaan Agung. Kasus ini pun telah berjalan dengan menetapkan 2 orang tersangka yang ditangani oleh 3 orang Kejaksaan Agung dan 3 orang Kejaksaan Negeri Pelembang," jelas Askari Razak.

Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satrya Langkun mengecam penyerangan Sukma ini. Menurut dia kasus intimidasi terhadap pelapor korupsi selama ini memang marak di banyak daerah.

"Proteksi pengamanan aduan korupsi memang agak susah di daerah. Adanya dua sisi yang harus dihadapi pelapor korupsi. Satu intimidasi ancaman pembunuhan, sisi lainnya diadukan balik bentuk kriminalisasi," kata Tama.

Menurut dia. kasus korupsi bisa diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Ketika seseorang mengetahui bukti korupsi, dan ingin melaporkan kepada pihak berwajib, ia mudah terancam bernasib naas.

"Satu kondisi misalkan pihak kami akan melaporkan. Besoknya malah dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. Posisi kami sebagai LSM serba sulit. Upaya pembungkaman korupsi sendiri semakin gencar, sedangkan kerugiaan negara semakin meningkat kalau kami diam," kata dia.

Tama berharap segera ada standar prosesdur operasi di Kepolisian mengenai pengutamaan penanganan laporan kasus korupsi dibanding gugatan yang menyerang pelapornya. Dengan begitu, gugatan pencemaran nama baik ke pelapor korupsi, misalnya, bisa digugurkan demi perlindungan saksi yang sudah dijamin undang-undang.

Baca juga artikel terkait AKTIVIS atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Addi M Idhom