tirto.id - Jika Anda mengira kartel-kartel Meksiko semacam Guadalajara, Tijuana, atau Sinaloa sudah terlampau kejam bagi suatu organisasi kejahatan, tunggu sampai Anda mengetahui sebiadab apa Los Zetas. Inilah kartel paling brutal yang menginspirasi kekejaman ISIS.
Los Zetas pada mulanya merupakan sekelompok pasukan khusus Meksiko atau GAFE (Grupo Aeromóvil de Fuerzas Especiales) yang desersi, lalu bekerja sebagai tentara bayaran untuk kartel Gulf (kartel Teluk atau Del Golfo) sejak 1990-an. Sebagian penggawa Los Zetas juga ada yang mantan anggota Kaibiles--semacam pasukan elite juga seperti GAFE--namun berasal dari Guatemala.
Selama bergabung dengan GAFE dan Kaibiles, para desertir itu sempat mendapat pelatihan khusus di Amerika Serikat, Prancis, hingga Israel. Latihan utama mereka adalah melawan pemberontak sekaligus melumpuhkan anggota dan pemimpin kartel. Selain itu, mereka juga dilatih memahami medan perang apapun, taktis dalam bertindak, mahir soal serangan udara, penembakan jitu, intelijen, penyergapan, teknik kontra-penyelidikan, penyelamatan tahanan, hingga piawai menggunakan teknologi canggih.
Syahdan, cerita pembentukan Los Zetas bermula ketika Osiel Cárdenas Guillen, pemimpin kartel Gulf, memiliki rencana untuk menghabisi para tokoh sentral dari kartel kompetitor mereka. Ia pun merekrut Arturo Guzmán Decena sebagai pengawal pribadi. Decena lalu mengajak 30 desertir GAFE lainnya dengan menawarkan gaji yang jauh lebih besar dibanding yang mereka dapat dari pemerintah.
Ketika Guillen kemudian ditangkap tentara pada 14 Maret 2003, para desertir itu bergabung membentuk kekuatan baru untuk berperan lebih aktif dalam perdagangan narkotika. Kekuatan baru tersebut makin merajalela sejak Gullien diekstradisi ke Houston, Texas, AS, dan kartel Gulf mulai banyak mengalami konflik internal.
Hingga akhirnya, pada Februari 2010, Decena mengajak para anak buahnya yang berjumlah sekitar 30-an orang untuk memberontak lalu membentuk kartel mereka sendiri. Sejak inilah Los Zetas resmi berdiri dan bermarkas di Nuevo Laredo, Tamaulipas, tepatnya di perbatasan dengan Laredo, Texas.
Dengan segala kemampuan yang mereka miliki, terutama kecakapan dalam memahami teknologi, tak perlu waktu lama bagi Los Zetas untuk menjadi momok bagi kartel lain: mulai dari kartel Gulf hingga kartel Sinaloa pimpinan Joaquin “El Chapo” Guzman.
Satu hal utama lain yang membuat Los Zetas dengan cepat melesat adalah mereka tidak pernah pandang bulu untuk membantai siapa saja yang berusaha menghalangi bisnis mereka. Dari aparat hingga musuh, pejabat sampai warga sipil, perempuan atau anak-anak, serta tak peduli berapa banyak yang harus mereka habisi.
Demikianlah horornya jika pasukan elite khusus yang sebelumnya adalah penjaga keamanan negara memutuskan banting setir menjadi vigilante tak bertuan.
Daftar Kekejaman Los Zetas
Percayalah, Los Zetas memang betul-betul terkenal dengan kekejamannya. Sangat amat kejam.
Pada 24 Agustus 2010, Los Zetas membantai 72 imigran gelap di desa El Huizachal di kotamadya San Fernando, Tamaulipas, Meksiko. Para imigran gelap yang terdiri dari 58 pria dan 14 wanita tersebut mayoritas berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Setelah diculik dari bus yang membawa mereka, para imigran gelap itu dibantai satu per satu dengan cara ditembak di bagian belakang kepala.
Mayat mereka baru ditemukan militer Meksiko berdasarkan informasi dari salah seorang imigran asal Ekuador yang berhasil melarikan diri dari pembantaian tersebut. Seturut pengakuannya pula, tercatat hanya tiga orang yang selamat. Setelah diusut, aksi pembantaian itu terjadi lantaran para imigran tersebut menolak memilih dua opsi yang diberikan kepada mereka: bergabung dengan Los Zetas untuk menjadi pembunuh bayaran atau memberikan uang tebusan agar dilepaskan.
Pihak kepolisian Meksiko kemudian dengan segera berusaha menyelidiki siapa pelaku utama pembantaian tersebut, namun ketika proses penyelidikan baru berjalan tiga hari, detektif kepala dari unit kepolisian yang memimpin pengusutan kasus ini, Roberto Suarez, ditemukan tewas terbunuh.
Pada 17 Juni 2011, kepolisian Meksiko akhirnya berhasil menangkap pelaku utama pembantaian tadi. Dia adalah Édgar Huerta Montiel alias El Wache. Ketika ditanya, Montiel menyebut bahwa aksi yang dilakukan Los Zetas terjadi lantaran para imigran sudah direkrut oleh kartel Gulf. Dengan kata lain, pembantaian itu adalah bagian dari Perang Narkotika di Meksiko yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Menghabisi nyawa 72 orang sekaligus tentu merupakan kejahatan yang menggidikkan, tapi kebiadaban Los Zetas ada di level yang berbeda. Tak sampai setahun usai kasus mengerikan di San Fernando, Los Zetas kembali mempertontonkan kebinatangan yang jauh lebih ekstrem di lokasi serupa: membantai 193 orang sekaligus.
Pembantaian ini terjadi pada Maret 2011. Selain lokasi yang sama di Tamaulipas, San Fernando, metode yang dilakukan pun juga persis: menculik rombongan imigran gelap dari bus yang membawa mereka. “Hanya” satu perbedaannya: jika di pembantaian sebelumnya korban dikubur dalam satu kuburan massal sekaligus, kali ini ada 47 kuburan untuk mengubur mereka.
Pada 6 April 2011, pihak kepolisian Meksiko menggali 59 mayat dari delapan kuburan massal yang berbeda. Barulah bulan berikutnya seluruh 193 mayat dari berbagai kuburan berhasil dikumpulkan.
Dalam beberapa laporan, disebutkan juga ada seorang korban wanita yang diperkosa terlebih dahulu sebelum dibunuh. Sementara itu, ada juga beberapa pria yang dipaksa berkelahi sampai mati satu sama lain menggunakan senjata tajam, seperti gladiator pada zaman Romawi Kuno. Mereka yang hidup lalu direkrut menjadi pembunuh bayaran Los Zetas.
Usai pembantaian, ribuan warga dari San Fernando melarikan diri ke daerah lain di Meksiko hingga ke AS. Pemerintah Meksiko yang tambah geram akhirnya merespons dengan mengirim 650 tentara ke daerah tersebut lalu mendirikan beberapa pangkalan militer. Tugas kepolisian pun diambil alih oleh tentara. Sikap ini cukup membuahkan hasil. Pada 23 Agustus 2011, tentara Meksiko berhasil menciduk 82 anggota Los Zetas.
Dari hasil penyelidikan, pemerintah Meksiko memunculkan beberapa dugaan. Semula Los Zetas berencana hanya ingin menyandera para imigran gelap untuk dijadikan tebusan. Namun karena minim respons, mereka akhirnya membantai semuanya.
Ketika situasi di San Fernando sudah dirasa tenang dan masyarakat yang kabur ke daerah lain mulai kembali ke rumah masing-masing, Los Zetas kembali mengumbar horor pada Agustus 2011. Kali ini, mereka membakar sebuah kasino di Monterrey, daerah di timur laut Meksiko, hingga menewaskan 52 orang di dalamnya. Dan patut diketahui: seluruh korban adalah warga sipil yang tidak terafiliasi dengan kartel manapun.
Pada 19 Februari 2012, tepat hari ini 10 tahun lalu, Los Zetas juga membuat kerusuhan di penjara Apodaca hingga mengakibatkan kematian 44 narapidana. Hal tersebut dilakukan demi membawa kabur 30 anggota mereka. Tiga bulan berselang, kebiadaban Los Zetas berlanjut di Monterrey: membunuh 49 orang (43 pria dan enam wanita) dengan cara memenggal kepala mereka satu per satu lalu membuang seluruh mayat di pinggir jalan. Menurut laporan polisi, 49 korban tersebut berasal dari peperangan antara Los Zetas dengan kartel Sinaloa.
“Kami tahu bahwa karakteristik kekerasan seperti ini merupakan perang antar geng, bukan serangan terhadap warga sipil,” ujar Jorge Domene dari kepolisian Nuevo Leon.
Sepanjang 2011-2012 memang periode puncak kesuksesan Los Zetas sebagai kartel terbesar di Meksiko. Kompetitor mereka bantai, bisnis mereka pun melebar ke segala lini. Mulai dari perdagangan manusia hingga penjualan minyak yang mereka rampok dari PEMEX (Petróleos Mexicanos), perusahaan minyak milik negara dan masih berlangsung hingga kini.
Pemerintah Meksiko tentunya terus berupaya maksimal dalam memerangi para kartel. Namun, hasilnya masih jauh panggang dari api. Pada 2017 saja, jumlah pembunuhan yang terjadi di Meksiko mencapai angka 25.339--jumlah tertinggi sejak 1997. Sementara pada Januari 2018, sudah tercatat 240 kasus pembunuhan yang terjadi hanya, ya, hanya dalam delapan hari saja. Mayoritas kematian diakibatkan oleh para kartel.
Lantas apa penyebabnya hingga kartel-kartel di Meksiko tetap dapat leluasa menjalankan bisnis biadab mereka? Salah satunya, tentu saja--dan ini jamak terjadi di mana pun--karena sikap korup para aparat keamanan.
==========
Artikel ini terbit pertama kali pada 25 November 2018. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Nuran Wibisono & Irfan Teguh Pribadi