Menuju konten utama

Lonjakan Harga Pangan Mengancam, INDEF Sarankan RI Fokus Ekspor

Pemerintah didorong untuk lebih banyak ekspor barang konsumsi dan diversifikasi produk ekspor untuk meminimalisir tekanan akibat konflik.

Lonjakan Harga Pangan Mengancam, INDEF Sarankan RI Fokus Ekspor
Bupati Semarang Ngesti Nugraha (kanan) berdialog dengan pedagang saat pembagian antiseptik tangan (hand sanitizer) serta pemantauan harga kebutuhan pokok masyarakat di Pasar Bedono, Kecamtan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/4/2021). ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa.

tirto.id - Invasi yang sudah dilakukan Rusia ke Ukraina dalam sepekan terakhir membuat beberapa harga komoditas bergejolak. Minyak menjadi komoditas pertama yang mengalami lonjakan. Meskipun tidak berkaitan langsung, konflik yang terjadi di Eropa Timur sudah terasa di Indonesia. Salah satunya adalah Pemerintah memutuskan untuk menaikan harga LPG Non subsidi imbas harga minyak dunia yang naik 21 persen usai situasi yang memanas.

Rupanya, kondisi tersebut baru awal dari imbas adanya konflik. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai perang Rusia dan Ukraina yang diiringi oleh kenaikan harga minyak dunia akan mengancam pertumbuhan ekonomi RI. Termasuk memicu adanya lonjakan harga pangan di dalam negeri.

Kepala Center Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurahman menjelaskan dengan adanya peperangan dan harga minyak yang saat ini naik tentu kondisi ini menjadi transmisi untuk mendorong terjadinya inflasi.

“Sekarang sudah mulai bergerak dan ini terutama minyak, kemudian gas, daging, yang pelan-pelan dimungkinkan bahan pokok bisa meningkat. Apalagi menghadapi bulan puasa dan lebaran yang biasanya terjadi peningkatan harga,” jelas dia dalam diskusi virtual, Rabu (2/3/2022).

Rizal menjelaskan, dari adanya kondisi tersebut ekonomi Indonesia berpotensi turun 0,014 persen akibat perang dan kenaikan harga minyak dunia.

"Untuk perekonomian GDP riil kita memang turun, kita turun 0,014 dengan adanya peperangan dan harga ini akibat dari tentu saja transmisi dari kenaikan minyak," jelas dia.

Penurunan potensi pertumbuhan ini terjadi karena adanya potensi turunnya konsumsi rumah tangga akibat dari kenaikan berbagai hal. Ia menjelaskan, untuk mencegah hal tersebut terjadi maka perlu ada antisipasi yang dilakukan pemerintah Indonesia agar dampak dari adanya gejolak di luar negeri tidak menekan perekonomian di dalam negeri.

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus, menjelaskan pemerintah Indonesia perlu fokus untuk menggenjot produksi berorientasi ekspor juga berfokus pada negara tradisional ekspor yang tidak bermasalah mengenai konsumsinya.

Ahmad menjelaskan Indonesia bisa mempertahankan pangsa pasar dengan memaksimalkan ekspor barang konsumsi.

"Karena dampaknya tidak langsung, jadi kita ekspor bahan baku ke Cina dan Jepang lalu selanjutnya negara tersebut ekspor produk kerang mutiara [ke negara lain]. Maka pertama, kita harus fokus terhadap negara tujuan ekspor utama kita [Jepang Cina] negara tradisional ekspor dengan lebih banyak ekspor produk barang konsumsi,” jelas dia dalam diskusi virtual.

Hal lain yang dapat dilakukan ialah dengan mendiversifikasi produk ekspor ke destinasi utama dan destinasi baru. Meskipun ekspor Indonesia dan Cina turun seiring adanya konflik yang terjadi di antara dua negara, namun Indonesia bisa meminimalisir adanya tekanan tersebut.

“Kita bisa meminimalisir dampak secara tidak langsung melalui mendiversifikasi ekspor produk yang bernilai tambah tinggi ke destinasi utama dan destinasi baru di mana pemerintah saat ini banyak melakukan inisiatif kerjasama perdagangan. Bisa melalui kerjasama bilateral yang lebih akrab dengan beberapa negara,“ tandas dia.

Sebelumnya, isu mengenai adanya lonjakan harga pagan sudah diwanti-wanti oleh Presiden Jokowi. Jokowi mengingatkan adanya indikasi harga-harga barang akan mengalami kenaikan di berbagai belahan dunia. Dia pun meminta semua masyarakat di Indonesia berhati-hati atas kondisi ini.

Pertama, kata dia, ini dipicu oleh semakin langkanya kontainer di seluruh dunia. Kelangkaan kontainer ini disebutkannya akan memicu ongkos angkut atau freight cost naik sehingga memicu kenaikan biaya logistik.

Kemudian ada pula potensi dari adanya kelangkaan pangan di berbagai belahan dunia sehingga menyebabkan harga-harga pangan juga ikut naik. Jokowi menyebutkan, di beberapa negara sudah ada kenaikan harga pangan hingga 90 persen.

Selain itu Jokowi menjelaskan, sudah terjadi kelangkaan energi di dunia ini. Kondisi ini menurutnya diperburuk dengan adanya perang yeng terjadi diantara Rusia dan Ukraina. Akibatnya, harga BBM hingga LPG diperkirakannya akan naik.

"Karena kelangkaan, ditambah perang, naik lagi. Sekarang harga batubara sudah di atas 100 sebelumnya hanya 50-60. Di semua negara yang namanya harga BBM naik semua LPG naik semua, hati-hati dengan ini," ucapnya.

Baca juga artikel terkait LONJAKAN HARGA PANGAN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Restu Diantina Putri