tirto.id - Dua tahun lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebut ada 40,9 juta penduduk di Indonesia tinggal di zona longsor. Data ini dirilis merespons longsor Sukabumi di pengujung 2018. Sebanyak 32 orang ditemukan meninggal.
Dalam rentang satu bulan terakhir, bencana longsor besar dan mematikan terjadi dua kali. Itu belum longsor di daerah lain dengan korban jiwa di bawah lima.
Pada 9 Januari 2021, longsor terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Sebanyak 40 orang tewas dan lebih dari 1.000 warga mengungsi.
Sebulan berikutnya longsor mematikan terjadi di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur. Longsor terjadi pada Minggu (14/2/2021), pukul 18.30 WIB.
Data terakhir tim SAR hingga Senin (15/2) sore sudah empat orang ditemukan meninggal dan 14 lainnya masih belum ditemukan. Longsor juga mengakibatkan 14 orang terluka dan delapan rumah rusak berat.
Melansir Antara, Kepala Kantor SAR Surabaya Hari Adi Purnomo mengatakan dua korban meninggal yang ditemukan Senin sore merupakan ibu dan seorang anak. Proses pencarian akan diteruskan dengan membagi dua regu masing-masing bekerja dengan peralatan dan ekskavator.
“Selain personel penyelamat dan penolong terlatih, Kantor SAR Surabaya juga mengerahkan satu unit alat berat berupa eskavator untuk mempermudah upaya pencarian terhadap para korban yang belum ditemukan,” ujar Hari Adi.
Terkait penyebab longsor, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati menyatakan penyebab longsor adalah curah hujan tinggi.
“Tanah longsor di Kabupaten Nganjuk dipicu hujan intensitas sedang hingga tinggi yang terjadi pada Minggu malam sekitar pukul 18.30 WIB," kata dia, melansir Antara.
Buruknya Pemetaan Bencana Longsor
Eko Teguh Paripurno, direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, menguatkan dugaan penyebab longsor berasal dari hujan. Hujan dilihat sebagai pemicu utama. Penguat longsor lain adalah kerusakan lingkungan seperti alih fungsi lahan, penebangan pohon, penambangan tanah atau pasir atau batubara hingga pelanggaran tata ruang.
Longsor di Sumedang bulan lalu diduga parah karena lokasi perumahan diduga melanggar tata ruang. Letak perumahan berada di lereng perbukitan. Polda Jawa Barat tengah menyelidiki dugaan pidana tata ruang tersebut.
Pantauan dari udara dampak longsor di Dsn. Selopuro, Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos (15/02)
— Nganjuk Kota Angin (@NganjukKotaBayu) February 15, 2021
.
Foto saking pak Edi suwito (Apfal)
Stay Safe. Semoga kita semua dalam lindungan-Nya dan yang dilanda musibah diberikan kesabaran#Nganjuk#nganjukkotabayu#PrayForNganjukpic.twitter.com/VhjevnyXpH
Sebagai solusi bagi warga di zona longsor bisa relokasi atau penguatan mitigasi bencana. Terkait relokasi, untuk longsor Sumedang, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan Menteri Sosial, Menteri PUPR dan Kepala BNPB.
“Saya mengimbau agar kita semuanya untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrim baik berupa hujan lebat dan yang lainnya dan selalu memperhatikan peringatan dini mengenai cuaca dari BMKG," kata Jokowi, Jumat, 15 Januari 2021.
Eko Teguh menilai relokasi merupakan solusi jangka panjang bagi warga. Untuk jangka sementara paling tepat evakuasi.
Longsor selama ini memiliki pola sama terjadi setelah hujan besar, sehingga tanah menyerap air dalam jumlah besar memicu tanah tak stabil. Kalau sudah begitu, longsor tak terhindarkan. Oleh karena itu, bencana longsor untuk kali kedua di lokasi sama hampir tak ada karena dampak besar seperti kehilangan nyawa mengancam.
Sebagai langkah jangka panjang, ia menyarankan memetakan bencana longsor dengan detail. Sejauh ini baru sebatas peta umum yang dapat diakses oleh publik. Peta dengan data hingga RT dan RW serta dusun belum ada. Dibanding bencana tsunami dan erupsi gunung, longsor punya skala lebih kecil dari sisi lokasi, namun longsor bisa jadi bencana bertipe silent killer yang datang tiba-tiba bila mitigasi diabaikan.
Longsor terus berulang dengan korban puluhan jiwa di satu lokasi pertanda, menurut dia, pertanda kesadaran warga terhadap bahaya rendah. Tanggung jawab pemerintah untuk membangun kesadaran bencana bagi warga yang di tinggal di zona longsor. Karena bila memilih relokasi untuk puluhan juta warga mustahil dilakukan semua. Yang diperlukan saat ini adalah mengingatkan warga bila terjadi tanda-tanda longsor seperti tanah retak, air mengenang dan hujan lebat.
“Buatlah pemetaan bersama dengan masyarakat setempat tentang bahaya dan risiko bencana longsor. Kapan harus evakuasi yakni ketika hujan lebat terjadi dan tanda alam lain seperti rembesan air di permukaan tanah,” imbuhnya.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino