tirto.id -
“Warga yang listrik dan airnya diputus sengsara, mau ngapa-ngapain repot,” kata Bob Saragi, salah seorang penghuni, Kamis (4/6/2020).
Bukan tanpa alasan warga menunggak iuran. Bob mengatakan itu terjadi lantaran para penghuni terdampak pandemi COVID-19. “Banyak yang kena PHK, usaha tidak jalan, jadi kendala membayar iuran.” Oleh karena itu ia mengatakan kebijakan pengembang ini tak sensitif terhadap keadaan para penghuni.
Bob tergabung dalam Satgas COVID-19 RT 010/009 Kelurahan Jatinegera. Satgas mencatat ada sekitar 87 penghuni apartemen yang lapor kalau pandemi memengaruhi penghasilan mereka.
Para penghuni yang listrik dan airnya dicabut lapor ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) DKI Jakarta dan Lurah Jatinegara. Lewat surat, DPRKP lantas meminta PT CSP mengaktifkan kembali aliran listrik dan air.
Sempat pula berlangsung pertemuan antara Lurah Jatinegara, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) versi pengembang, Satgas COVID-19, dan penghuni. Saat itu tercapai kesepakatan kalau pada 13 Mei 2020 listrik dan air dihidupkan asal para penghuni membuat surat permohonan penundaan pembayaran.
Tapi masalah belum selesai. Sekitar tiga pekan setelah listrik dan air kembali normal, PLN mengirimkan surat pemberitahuan akan ada pemutusan sementara di apartemen. Pengembang lantas menekan lagi para penghuni untuk segera membayar iuran, kali ini dengan ancaman: bila tidak bayar dalam jangka waktu 60 hari maka listrik diputus permanen.
Dapat dibayangkan bagaimana kondisi para penghuni saat itu. Mereka jatuh dan tertimpa tangga. Sebagian dari mereka kesulitan mendapat penghasilan. Keadaan semakin parah karena kamar yang mereka sewa gelap gulita dan tiada air.
Para penghuni pernah usul ke pengelola agar iuran dicicil. Tapi usul itu ditolak mentah-mentah pengelola.
Pada malam hari kadang udara jadi sangat panas. Bob mengakalinya dengan membuka jendela. Udara memang jadi lebih sejuk, tapi sebagai gantinya nyamuk-nyamuk masuk dan terbang bebas berburu di kamar.
Karena pemadaman pula para penghuni tidak bisa bekerja dan belajar dari rumah, tidak bisa memasak, dan melakukan aktivitas domestik lain. Bahkan untuk sekadar mengisi daya gawai saja, Bob mengaku harus pergi ke fasilitas umum.
Warga jelas tidak betah, tapi toh mereka tidak pindah. “Mau gimana lagi?” kata Bob, “mereka tidak punya penghasilan, mau tinggal di mana?”
Bob berharap Gubernur DKI Anies Baswedan beserta DPRKP membantu penguhuni apartemen untuk menyelesaikan masalah ini. Apalagi selama ini Anies selalu gencar meminta warganya melakukan PSBB, berkegiatan di rumah, dan melakukan protokol kesehatan selama COVID-19.
“Warga diminta lakukan protokol kesehatan dan berkegiatan di rumah, tanpa air dan listrik gimana?” katanya.
Anies Bisa Apa?
Biasanya, kata Bambang, saban kali pengelola versi pengembang memangkas hak penghuni, mereka akan diberikan surat teguran dan panggilan oleh pemerintah. Tapi setelah itu mereka membandel lagi. Hal ini, katanya, terjadi karena “enggak ada penegakan sanksi berat kepada pengembang.”
Menurut Ketua Kesatuan Aksi Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia (KAPPRI) Simson, dalam kasus EPA, PT CSP melanggar hukum karena telah mematikan air dan listrik saat terjadi konflik pembayaran IPL.
Selain itu, juga Surat Imbauan Dinas Perumahan Rakyat & Kawasan Pemukiman DKI No. 1479 yang ditujukan kepada Pengelolaan Rumah Susun & P3SRS tertanggal 26 Maret 2020.
Ia menilai percuma jika Pemprov DKI gencar meminta warga menerapkan PSBB sementara terdapat penghuni apartemen yang tidak mendapatkan fasilitas listrik dan air. Dirinya mendorong agar pemerintah memberi surat peringatan dan teguran kepada pengelola.
“Jika tidak mau, cabut saja izin pengelola apartemen tersebut,” katanya.
DPRKP selaku regulator apartemen di Jakarta mengatakan kasus tersebut sudah dimediasi dan hasilnya listrik dan air sudah dihidupkan kembali. “Nanti dicek kembali,” kata Plt Kepala DPRKP Sarjoko kepada reporter Tirto, Jumat (5/6/2020), saat diberi tahu kalau pemadaman terjadi lagi pada 2 Juni lalu.
Reporter Tirto telah menghubungi pengelola EPA Nurhadi. Namun ia belum merespons sambungan telpon dan hanya membaca pesan Whatsapp tanpa membalasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Reja Hidayat