tirto.id - Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meminta pemerintah dan DPR menunda pelaksanaan Pilkada 2020. Alasannya momentum pilkada berpotensi mempercepat penularan virus SARS-CoV-2.
"Penyelenggaraan Pilkada 2020 berpotensi menimbulkan pelanggaran kemanusiaan akibat terabaikan aspek-aspek keselamatan manusia yang juga menjadi dasar utama tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana termaktub pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor dalam konferensi pers daring, Kamis (1/10/2020).
Kasus penularan Corona di Indonesia terus bertambah. Per 30 September 2020 ada penambahan 4.284 kasus, sehingga akumlasinya 287.008 kasus. Angka itu jauh lebih tinggi dibanding saat September atau jadwal awal penyelenggaraan Pilkada.
Berkaca pada tahapan sebelumnya, kedisiplinan peserta Pilkada dan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan juga masih sangat rendah. Padahal saat itu masih belum memasuki tahapan kampanye yang dipatok selama 71 hari.
"Dapat dibayangkan dampak yang sangat berbahaya dari prosesi tersebut. Belum ada jaminan bahwa para calon kepala daerah akan melakukan perubahan cara kampanye, karena dalam praktiknya banyak hal yang dilanggar dan terjadi penyimpangan," ungkapnya.
Hal itu dipertegas dengan Indeks Kerawanan Pemilu dari Bawaslu yang menyatakan 50 kabupaten/kota berada di zona rawan tinggi, 126 kabupaten/kota ada di zona rawan sedang, dan 85 kabupaten/kota ada di zona rawan ringan.
"Eskpektasi pemerintah bahwa Pilkada 2020 tidak akan menjadi kluster baru COVID-19 akan mengalami sebuah tantangan serius. Kenyataannya, peningkatan penyebaran Corona hingga
kini bahkan telah berdampak pula pada sejumlah komisioner dan staf penyelenggara pemilu serta 63 calon kepala daerah," kata Firman.
Firman juga menilai pemerintah bersikap ambivalen sebab di satu sisi pemerintah memberlakukan pelbagai pembatasan terhadap kegiatan warga. Bahkan Pemilihan Kepala Desa 2020 juga ikut ditunda, tetapi di sisi lain pemerintah ngotot menyelenggarakan Pilkada.
Pemerintah pun tidak perlu khawatir tentang potensi adanya kekosongan kekuasaan di 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada. Sebab, Undang-Undang Pemerintah Daerah sudah mengatur ketentuan soal pelaksana tugas/pelaksana tugas harian hingga terpilihnya kepala daerah definitif.
"Penyelenggaraan Pilkada 2020 pada situasi pandemi berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilihan yang aman bagi pemilih yang pada akhirnya berdampak pada pelibatan yang terbatas dari rakyat itu sendiri dalam proses pemilihan," tandasnya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali