Menuju konten utama

Lemahnya Deteksi Dini dan Antisipasi di Kilang Pertamina Balongan

Antisipasi Pertamina di Balongan dinilai lemah. Sebab kebakaran tetap terjadi meski bau menyengat telah tercium dua jam sebelumnya.

Lemahnya Deteksi Dini dan Antisipasi di Kilang Pertamina Balongan
Warga mengambil video dengan gawai miliknya saat terjadi kebakaran di kompleks Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Senin (29/3/2021) dini hari. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/pras.

tirto.id - Terungkap fakta baru dalam kejadian kebakaran hebat tangki di Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Fakta ini disorot karena dinilai membuktikan betapa lemahnya antisipasi dari perusahaan pelat merah itu.

Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Djoko Priyono mengatakan pada Minggu (28/3/2021) malam sekitar pukul 11 atau hampir dua jam sebelum kebakaran terjadi pukul 00.45, warga melaporkan ada bau menyengat yang tak biasa dari area kilang minyak. “Kebetulan yang terkena kemarin adalah [warga] yang balik pengajian, dari arah kilang menuju pulang,” kata Djoko saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (5/4/2021).

Pertamina lantas mengamankan masyarakat di sekitar lokasi setelah menerima laporan. Dalam rapat yang sama Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan apa yang kemudian mereka lakukan adalah menutup jalan. “Namun, kan, itu malam setelah Nisfu Syakban. Jadi tengah malam itu ada beberapa yang baru keluar dari tempat ibadah.”

Sebelum akses ditutup, dia bilang petugas masih melakukan aktivitas, yaitu menurunkan RON 91 dengan nafta untuk mencapai RON 90. “Jam 17.00 mereka di situ masih dalam kondisi clear,” kata dia.

Kilang pun meledak. Sebanyak 104.000 kiloliter Pertalite di empat tangki terbakar. Videonya viral di media sosial.

Upaya evakuasi warga tidak bisa dibilang berhasil karena ada 35 korban luka, yang 10 di antaranya masih dirawat secara intensif di RS Pertamina. Selain itu hingga saat ini juga masih ada 890 warga yang mengungsi.

Nicke menyebut saat ini telah membentuk tim investigasi gabungan untuk mengetahui penyebab pasti kebakaran. Tim terdiri dari internal, aparat penegak hukum, bahkan luar negeri.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan dari penjelasan apa yang terjadi sebelum kebakaran dia menyimpulkan bahwa “sistem pengamanan di kilang itu tidak berstandar Internasional.” Dia mempermasalahkan mengapa meski sudah mendeteksi bau menyengat, antisipasi Pertamina justru mengamankan masyarakat alih-alih memperbaiki yang rusak.

“Biasanya sistem pengamanan itu berlapis, ada deteksi dini otomatis. Ini seharusnya sebelum menjalar sudah ditangani sehingga ledakan dan kebakaran itu bisa dicegah,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (6/4/2021).

Analis energi Kurtubi juga mengatakan hal serupa mengingat kebakaran kilang milik Pertamina sudah terjadi berulang kali. Tahun 2016 ada kebakaran kilang di Cilacap, lalu pada 2020 di Balikpapan. Bahkan di Balongan, setelah kebakaran besar, masih terjadi kebakaran susulan. “Ini artinya mungkin kurang maintenance, kurang pengawasan, dan kurang kontrol,” kata Kurtubi, Selasa (30/3/2021).

Agar hal serupa tak terulang, Fahmi mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus melakukan audit terhadap sistem pengamanan. Tak hanya di Balongan, tapi juga di tempat lain. “Kalau sistem pengamanannya berlapis, kejadian kayak begini enggak akan terjadi. Harusnya sudah ada tindakan pencegahan agar tidak terbakar seluas itu.”

“Sangat naif kalau penyebabnya hanya petir,” tambahnya.

Setelah terbakar, Nicke dan jajaran Pertamina memang mengeluarkan pernyataan seragam, bahwa tangki tersambar petir saat hujan deras. “Di sekitar kilang di sana terjadi hujan yang cukup deras dan petir,” kata Nicke.

“Komentar pertama yang datang dari Pertamina, akibat tersambar petir, saya pikir konyol,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno dalam rapat. “Menurut saya masyarakat perlu sebuah berita yang menenangkan bahwa ini tidak akan menyebar. Eh yang diberikan justru pernyataan-pernyataan yang menurut kami tidak merefleksikan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia.”

Pernyataan itu menurutnya serupa dengan keterangan PT PLN yang menyebut penyebab terjadinya blackout di Jakarta Bali tahun 2019 lalu adalah pohon sengon. Ia berharap ke depan tidak ada lagi pernyataan serupa itu. Perusahaan harus melakukan investigasi terlebih dahulu.

Ia juga menyoroti soal protokol pencegahan bencana di kilang Pertamina. Menurutnya Pertamina lalai dalam manajemen pencegahan ledakan dan kebakaran.

“Saya tahu sekarang sedang investigasi. Namun alangkah baiknya jika bisa memberikan gambaran, apakah ini masalah operasional, maintenance, atau keamanan? Karena ini menyangkut permasalahan penanganan pencegahan ke depannya,” kata Eddy.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN KILANG MINYAK atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino