Menuju konten utama

LBH Yogya Desak Pembangunan Bandara Kulon Progo Dihentikan

Pembangunan bandara NYIA Kulon Progo, menurut LBH, tidak hanya akan menyingkirkan lahan pertanian subur di wilayah tersebut tetapi juga rawan tsunami.

Pembangunan New Yogyakarta Internasional Airport di atas lahan seluas 587 hektar dengan investasi Rp9,3 triliun yang direncanakan akan menjadi pengganti Bandara Adisucipto tersebut ditargetkan selesai pada 2019. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta meminta Presiden Joko Widodo, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, dan PT Angkasa Pura I untuk segera menghentikan pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulon Progo.

Pembangunan bandara NYIA Kulon Progo, menurut LBH, tidak hanya akan menyingkirkan lahan pertanian subur di wilayah tersebut tetapi juga memiliki risiko bahaya amat tinggi. Sebab, LBH menemukan bahwa NYIA Kulon Progo dibangun di atas ruang yang sangat rawan dengan bahaya tsunami.

“Gempa bumi yang besar yang terjadi di zona penunjaman di Jawa bagian selatan dikhawatirkan akan memicu tsunami yang dapat menimpa salah satunya daerah pantai di selatan Provinsi DIY, yakni Kabupaten Kulonprogo,” ungkap LBH Yogya dalam rilisnya yang diterima Tirto, Jumat (28/7/2017).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam Masterplan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami (2012) pun sebetulnya sudah memetakan kawasan utama yang punya risiko dan probabilitas tsunami tinggi. Kawasan tersebut antara lain kawasan Selat Sunda dan Jawa bagian selatan, yang mana Kulon Progo menjadi salah satu wilayah yang rawan terdampak bencana tsunami.

LBH menyebutkan, posisi kerawanan lokasi bandara baru di Kulon Progo itu sesungguhnya sudah ditetapkan dalam dokumen perundang-undangan tentang rencana tata ruang wilayah. Dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2012, misalnya, menyatakan bahwa Kabupaten Kulonprogo jadi salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai zona rawan bencana alam geologi (pasal 46 ayat 9 huruf d).

“Selain itu, menilik Perda Provinsi DIY Nomor 2 tahun 2010 tentang RTRW DIY, sepanjang pantai di Kabupaten Kulonprogo telah ditetapkan sebagai kawasan rawan tsunami (Pasal 51 huruf g),” kata LBH menambahkan.

Menindaklanjuti kondisi lokasi yang rawan, LBH pun meminta, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang saat ini sedang berproses tidak sampai pada putusan yang menyatakan pembangunan NYIA Kulonprogo layak secara lingkungan hidup.

“Kepada Komisi Penilai Amdal, tidak menerbitkan rekomendasi kelayakan lingkungan pada pembangunan NYIA Kulonprogo,” tegas LBH.

Sebelumnya, LBH Yogyakarta sempat mengajukan materi gugatan terhadap Izin Penetapan Lokasi bandara yang diterbitkan Gubernur Hamengku Buwono X. IPL harus batal dan dicabut lantaran salah satunya tidak sesuai dengan peruntukan ruangnya. LBH mengungkapkan, dalil ini juga diamini oleh hakim pemeriksa perkara yang membatalkan IPL tersebut.

Sebagai informasi, Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, ditargetkan siap beroperasi Maret 2019. Hal ini disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kulon Progo, Jumat (27/1/2017).

Ia mengatakan, prosesi "Babat Alas Nawung Kridha" Bandara Internasional Yogyakarta yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, sebagai antisipasi cepatnya perubahan lingkungan.

"Kami perlu melakukan relokasi Bandara Adisutjipto yang sudah tidak mampu menampung pergerakan penumpang dan pergerakan pesawat," kata Budi Karya.

Baca juga artikel terkait PENOLAKAN BANDARA KULONPROGO atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari