Menuju konten utama

LBH Yogya Nilai Bandara Kulon Progo Cacat Hukum

Media massa menerbitkan pengumuman rencana studi Amdal pembangunan Bandara New Yogyakarta Airport Kulonprogo oleh Angkasa Pura I, pada Senin, (31/11/2016). Meskipun demikian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyatakan proses studi Amdal yang baru akan dikerjakan itu tidak dapat dinilai sah secara hukum.

LBH Yogya Nilai Bandara Kulon Progo Cacat Hukum
Ketua Wahana Tri Tungal (WTT) Martono (keempat kanan) memberikan keterangan pers di LBH Yogyakarta, Jumat (4/11). Dalam kesempatan tersebut WTT sebagai perwakilan warga penolak proyek bandara Kulon Progo mengecam rencana peletakan batu pertama pembangunan bandara dan meminta menghentikan seluruh tahapan pengadaan tanah karena proyek tersebut dianggap telah menimbulkan dampak serta konflik sosial di kawasan itu. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Rencana studi Amdal pembangunan Bandara New Yogyakarta Airport Kulonprogo oleh Angkasa Pura I akan diumumkan pada Senin, (31/11/2016). Meskipun demikian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyatakan proses studi Amdal yang baru akan dikerjakan itu tidak dapat dinilai sah secara hukum.

“Yang paling pokok dan telanjang di depan mata ialah proses studi amdal ini tidak dilakukan pada tahapan yang semestinya,” Yogi Zul Fadhli dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, di Yogyakarta, Jumat (4/11/2016).

Yogi dalam siaran persnya menyatakan peraturan undang-undang sudah memberikan ketegasan kapan studi Amdal itu harus dilakukan. Yogi menjelaskan, pertama mengacu ke Pasal 4 ayat 1 PP 27/2012 tentang Izin Lingkungan, Amdal disusun oleh pemrakarsa pembangunan pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan.

Kedua, UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan umum dan PP Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, akan ditemukan empat tahap pengadaan tanah yaitu, tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyerahan hasil. Khusus dalam tahap perencanaan, terdapat amanat bagi pemrakarsa untuk menyusun sebuah dokumen perencanaan pengadaan tanah. Dokumen dibuat berdasarkan studi kelayakan. Muncul pula perintah untuk menyusun dokumen Amdal.

Terlebih, ujar Yogi, sebelum penetapan lokasi peraturan Menteri Perhubungan nomor: KP. 1164 tanggal 11 November 2013 ditegaskan proses studi Amdal harus sudah dijalankan oleh pemrakarsa.

Mengenai ini, Pasal 2 ayat 2 PP 40/2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara menjelaskan menteri ketika akan menetapkan lokasi pembangunan bandar udara salah satu hal yang harus dipertimbangkan adalah kelayakan lingkungan.

Yang dimaksud dengan kelayakan lingkungan yaitu suatu kelayakan yang dinilai dari besarnya dampak yang akan ditimbulkan serta kemampuan mengurangi dampak (mitigasi), pada masa konstruksi, pengoperasian dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya. Berangkat dari penjelasan itu, maka penerjemahan paling rasional dan sesuai hukum terhadap klausul kelayakan lingkungan tersebut adalah melalui studi dokumen lingkungan berupa Amdal.

Dengan kata lain, Amdal beserta izin lingkungan harus ada jauh sebelum Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bandara Untuk Pengembangan Bandara Baru di DIY (IPL) dikeluarkan. Sebab pengadaan tanah sudah merupakan tahap pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, yang berada pada tataran pra konstruksi. Maka menjadi konsekuensi logis secara normatif bahwa kajian Amdal harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pengadaan tanah dilaksanakan.

“Rencana studi Amdal yang dilaksanakan belakangan atau pada tahapan pelaksanaan pada proses pengadaan tanah makin membuktikan betapa carut marutnya rencana pembangunan bandara baru di Kecamatan Temon, Kulonprogo, terutama dari aspek penerapan hukumnya,” sambung Yogi.

Yogi mengatakan LBH menuntut pembatalan IPL yang diterbitkan Gubenur DIY, yang secara otomatis juga menuntut pembatalan rencana peletakan batu pertama.

Lebih lanjut, LBH menerangkan penetapan lokasi rencana Bandara New Yogyakarta Airport Kulon Progo di kawasan lindung geologi dari bencana alam tsunami nyata tidak sesuai dengan peruntukan ruang karena dalam strategi pengembangan prasarana lingkungan dalam RTRW berskala nasional hingga setingkat kabupaten telah tegas Kecamatan Temon sebagai kawasan lindung geologi dari bencana alam tsunami dan banjir.

Selain itu, LBH menyatakan rencana pembangunan Bandara New Yogyakarta Airport Kulon Progo telah menimbulkan gejolak sosial masyarakat di lokasi terdampak di mana konflik antar tetangga bahkan antar keluarga terus menerus terjadi.

“Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka kami meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, PT. Angkasa Pura I serta pihak-pihak terkait untuk menghentikan seluruh tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan bandara baru di Kecamatan Temon, Kulonprogo,” pungkas LBH Yogyakarta.

Baca juga artikel terkait PENOLAKAN BANDARA KULONPROGO atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh