tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mendesak Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti untuk mencabut Peraturan Wali Kota Nomor 51 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Wali Kota Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pasar. Atruan tersebut dijadikan dasar untuk menghapus Pasar Kembang dari daftar pasar tradisional.
"Perwal itu kami nilai janggal, karena pertama, terbit tanggal 5 juli 2017. Penggusuran pedagang juga dilakukan tanggal 5 Juli 2017 jam 6 pagi. Kalau dari logika perundang-undangan ya memang sama-sama tanggal 5, tapi kan ketika berbicara logika apakah Perwal tersebut ditandatangani jam 5 pagi? Kan enggak mungkin," kata aktivis LBH Yogyakarta Lutfy Mubarok, di Yogyakarta, Rabu (2/8/2017).
Baca juga: LBH Yogyakarta Kecam Penggusuran Pedagang oleh PT KAI
Kejanggalan kedua, menurut Lutfy adalah, sehari sebelumnya, pada 4 Juli 2017, PT KAI melayangkan surat perihal pemberitahuan tentnag rencana penggunaan lahan PT KAI di Jalan Pasar Kembang sebagai pedestrian yang terintegrasi dengan kawasan Malioboro. Kemudian, besoknya langsung terbit Perwal Nomor 51 tahun 2017.
“Itu suatu kejanggalan yang sangat. Sama sekali tidak ada kajian untuk membuat perwal tersebut. Bahkan kami mencurigai ada apa antara PT KAI dan Pemkot Yogyakarta, kok bisa setunduk itu? Harusnya kan ada kajian dulu,” kata Lutfy.
Penertiban itu dilakukan karena PT KAI membutuhkan pedestrian yang terintegrasi dengan kawasan Malioboro. Menurut Lutfy, PT KAI tidak punya wewenang untuk membuat pedestrian. “Jika PT KAI memang membutuhkan pedestrian, mereka harus mengajukan permohonan ke pemkot, karena yang punya wewenang untuk mengatur pedestrian dan sebagainya itu pemkot.”
Baca juga: Korban Penggusuran PT KAI Lapor ke Ombudsman Yogyakarta
Sebelumnya, pedagang di Stasiun Tugu Yogyakarta didampingi LBH melaporkan PT KAI ke Lembaga Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Selasa (11/7/2017) silam. Para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Manunggal Karso ini mengajukan aduan ke Ombudsman karena dugaan maladministrasi penggusuran yang dilakukan PT KAI.
Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli mengatakan, laporan ini dibuat karena tak ada tanggapan dari pihak PT KAI maupun pemerintah kota terkait penggusuran paksa yang dinilai salah kaprah dan menyalahi administrasi.
“Di dalam surat peringatan yang dilayangkan PT KAI untuk pedagang ada beberapa dasar hukum tentang penataan pedagang, padahal fungsi pengawasan dan pengendalian berada di tingkatan gubernur, entah itu pemkot atau pemprov. PT KAI tak punya kewenangan proses penataan atau penertiban,” kata Yogi di Ombudsman DIY, Selasa (11/7/2017) lalu.
Baca juga: PT KAI akan Dilaporkan ke Komnas HAM Terkait Penggusuran
Ketua Paguyuban Manunggal Karso, Rudi juga mempertanyakan terbitnya perwal yang terkesan mendadak dan tanpa sosialisasi. Padahal, para pedagang di selatan Stasiun Tugu itu merupakan pedagang resmi yang memiliki Kartu Bukti Pedagang (KBP) dan membayar retribusi.
“Mestinya dinas pasar sosialisasi ke pedagang (sebelum terbit perwal). Sampai tanggal 5, belum pernah ada sosialisasi soal penghapusan status Pasar Kembang. Kami heran, kok bisa keluarnya perwal tanpa sosialisasi dan kajian. Sesuatu yang aneh, tidak lazim, tidak logika, menunjukkan arogansi penguasa terhadap masyarakat,” kata Rudi di Yogyakarta, Selasa (2/8/2017).
Dalam kesempatan yang sama, LBH juga meminta KPK, Kejaksaan Tinggi DIY dan Polda DIY untuk menyelidiki penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Haryadi Suyuti dalam penerbitan perwal tersebut. Pedagang juga menuntut mereka bisa kembali berdagang dan di tempat semula dan Pasar Kembang dikembalikannya statusnya sebagai pasar tradisional.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra