tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan permintaan keterangan terhadap mantan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya dipanggil untuk pengembangan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Keduanya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada Senin (22/10/2018) dan Selasa (23/10/2018) di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Surat sudah disampaikan ke kediaman dan kantor di Singapura dan Indonesia. Untuk surat ke kantor di Indonesia, disampaikan ke kantor Gadjah Tunggal di Hayam Wuruk," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulisnya, Senin (22/10/2018).
KPK sendiri sudah berkali-kali memanggil dua orang yang disebut-sebut sebagai saksi penting dalam kasus yang merugikan negara Rp4,8 triliun ini.
Terakhir KPK melayangkan surat panggilan pada 11 Oktober 2018 lalu. Sebelumnya lagi KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap keduanya pada 8 dan 9 Oktober 2018. Namun keduanya tak pernah muncul.
KPK sendiri terus berkoordinasi dengan otoritas Singapura untuk menyampaikan surat ke kediaman dan kantor Sjamsul-Itjih di sana.
"Kami sampaikan sekali lagi, permintaan keterangan ini sekaligus memberi ruang bagi yang bersangkutan untuk menyampaikan klarifikasi atau sejenisnya," ujar Febri.
Sjamsul merupakan pemilik BDNI, dan bank tersebut merupakan satu di antara bank yang mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI senilai Rp27,4 triliun.
Tahun 2002 BDNI diberikan surat lunas oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Sjamsul hanya membayar Rp1 triliun secara tunai. Dan BDNI telah menggunakan Rp248,5 miliar dana BLBI untuk melunasi kewajiban Grup Gajah Tunggal.
Pada April 2017 nama Sjamsul kembali mencuat setelah Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung ditetapkan sebagai tersangka pemberian SKL BLBI oleh KPK.
Dalam sidang putusan (24/9/2018), Syafruddin dijatuhi vonis 13 tahun penjara, dan denda sebesar Rp700 juta subsider 3 bulan. Syafruddin dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi pemberian surat keterangan lunas BLBI terhadap BDNI.
Hakim meyakini Syafruddin telah merugikan negara Rp4,58 triliun terkait penerbitan SKL. Kerugian tersebut berawal saat Syafruddin berusaha menghapus utang BDNI yang diajukan PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wahyuni Mandira (PT WM).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Irwan Syambudi