Menuju konten utama

Label Ulama Instan ke Sandiaga ala PKS yang Dianggap Jadi Blunder

Dalam sebulan, Sandiaga dapat 2 gelar: santri Post-Islamisme dan ulama. Penggunaan label ini sebaiknya tak dipakai untuk dulang suara.

Label Ulama Instan ke Sandiaga ala PKS yang Dianggap Jadi Blunder
Bakal calon wakil presiden Pilpres 2019 Sandiaga Uno (kanan) tiba untuk menjalani tes kesehatan di RSPAD, Jakarta, Senin (13/8/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Label keagamaan dibawa elite PKS menjadi banderol di ranah politik. Dalam rentang sekitar sebulan, Bakal Calon Wapres yang bersaing di Pilpres 2019, Sandiaga Salahuddin Uno dilberi dua label: santri di era post-Islamisme dan ulama.

Status santri, awalnya disematkan Presiden PKS Sohibul Iman kepada Sandiaga saat deklarasi pasangan Prabowo-Sandiaga pada Kamis (9/8/2018) malam. Sebulan berselang, giliran Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid melabeli Sandiaga sebagai ulama pada Senin (17/9/2018).

Hidayat pun menyertakan dalih yang menjadi alasan Sandiaga patut menyandang label ulama. Menurutnya ulama itu tidak terkait dengan keahlian ilmu agama Islam. Akan tetapi menurutnya, "ulama itu menguasai ilmu sejarah dan ilmu pengetahuan."

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono sepakat dengan label yang diberikan Hidayat pada Sandiaga. Menurutnya, sebutan ulama tak harus diberikan pada seseorang yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren.

"Pandangan-pandangan dan pikirannya [Sandiaga] tentang keislaman sebenarnya sangat mumpuni. Definisi ulama kan sebenarnya sekarang apa sih? Apa harus punya pesantren? Kan nggak," ujar Ferry kepada reporter Tirto, Rabu (19/9/2018).

Ferry menyebut, selama ini Sandiaga tak pernah mengakui dirinya sebagai ulama. Akan tetapi, ia dianggap banyak kalangan mewakili generasi Islam yang baru.

"Saya enggak tahu maksud Pak Hidayat apa? tapi ya Pak Sandi enggak pernah mengaku sebagai ulama. Akan tetapi sebagai tokoh muslim ya dia masih bisa masuk [dianggap]," tuturnya.

Infografik CI Apa Kabar Ijtimak Ulama

Pelabelan yang Instan dan Miskin Perenungan

Peneliti Studi Islam Zacky Khairul Umam menganggap pemberian label ulama terhadap Sandiaga gegabah. Pandangan itu ia kemukakan, meski Umam mengakui, ulama bisa diartikan luas dan tak sebatas bisa diberikan pada orang yang ahli agama Islam.

Menurut Umam pemberian sebutan ulama pada Sandiaga, tak lebih dari sikap inferior kubu Prabowo-Sandiaga, padahal label Sandiaga sebagai pebisnis muda sudah dirasa cukup.

"Dia relatif masih muda, pebinisnis ulung, lekat dengan semangat milenial, masih perlu semat ulama? PKS dan kaukus politiknya enggak percaya diri. Demi menyeimbangi figur cawapres dari Jokowi," ujar Umam kepada reporter Tirto.

Kandidat PhD Studi Islam dari Freie Universitaet Berlin itu menyebut penyematan label ulama bagi Sandiaga karena basis kelompok pendukung mereka. Misalnya, menurut Umam, elemen aksi 212. Penyematan kata ulama itu menjadi mudah karena kelompok elite yang mengusung Prabowo-Sandiaga ialah kalangan Islam modernis.

"Dari hal ini, pelabelan ulama betapa pun kontradiktifnya, menemui pembenarannya," ujarnya.

Umam menuturkan, label baru untuk Sandiaga itu serba praktis. "Label yang sesuai dengan pola berpikir beragama era media sosial, yakni instan, miskin perenungan, dan terpenting terlihat religius secara simbolis," imbuhnya.

Ketua Pengurus Besar Nandhlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menegaskan, predikat alim ulama disematkan pada ahli ilmu agama yang mempraktikkan keahliannya sendiri dalam keseharian. Maka dari itu, sebutan ulama tersebut dalam sejarahnya tidak lahir dari rekayasa sosial, apalagi dimaksudkan untuk pencitraan politik.

"Predikat alim atau ulama secara alamiah lahir dari rahim sosial, bukan dilahirkan atas dasar kesepakatan bersama dalam suatu forum permusyawaratan," kata Robikin seperti diberitakan Antara.

Label Ulama Justru Bikin Blunder?

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago, label ulama yang dilekatkan kepada Sandiaga tidak otomatis membawa pengaruh positif bagi elektabilitasnya. Dia mengakui ulama memang bisa mendongkrak elektabilitas kandidat di pemilu, tapi status ulama yang sembarangan diberikan bisa berujung blunder.

"Hati-hati membuat label Sandiaga ulama. Itu bisa blunder dan membuat polemik dan orang jadi tidak simpati," ujar Pangi kepada reporter Tirto.

Pengajar di UIN Jakarta itu menyayangkan gelar keagamaan itu dipakai untuk mendongkrak elektabilitas dalam persaingan politik. "Ulama ini enggak boleh menjadi alat politik praktis dan untuk kepentingan mendulang suara dalam Pemilu, bahaya. Ulama ini untuk kepentingan umat tidak hanya untuk politik praktis," ujarnya.

Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli menganggap pemberian status ulama bagi Sandiaga, merupakan salah satu permainan politik dari kubu Prabowo-Sandiaga. Sebab pelabelan itu diberikan dalam waktu yang relatif singkat.

"Ini [pelabelan pada Sandiaga] menggelikan dan menyebalkan," kata Guntur Romli.

Guntur menganggap ulama yang asli justru bakal calon wapres Ma’ruf Amin. Dia juga menyindir beberapa penyandang gelar ulama di kubu Prabowo-Sandiaga.

"Kiai Ma'ruf ulama asli, Ketua Umum MUI dan Rais Aam PBNU, juga didukung ulama betulan, bukan ulama jadi-jadian, contohnya seperti Yusuf Martak, pengusaha real estate dan jasa umroh tiba-tiba jadi ulama menjelang pilpres, ini lucu sekali," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dieqy Hasbi Widhana