Menuju konten utama

Kurangi Impor Alkes, Gakeslab Minta Kemenkes Koreksi Kebijakan

Gakeslab meminta Kemenkes tak melahirkan persyaratan yang mempersulit kemandirian alat kesehatan.

Kurangi Impor Alkes, Gakeslab Minta Kemenkes Koreksi Kebijakan
Peneliti Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Joni Pristianto menguji coba ventilator Smart Innovated Ventilator Indonesia (Sivenesia) di Kantor LIPI, Cisitu, Bandung, Jawa Barat, Senin (9/8/2021).ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa,

tirto.id - Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) konsisten serta transparan dalam kebijakan pengadaan barang dan jasa alat kesehatan atau alkes dalam negeri.

Hal ini sangat diperlukan agar kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang rendahnya realisasi pengadaan barang dan jasa produk buatan Indonesia termasuk alkes dapat teratasi.

Gakeslab memandang selama komitmen penyerapan alat kesehatan dalam negeri belum dijalankan Kemenkes secara konsisten dan transparan, realisasi pengadaan alkes buatan Indonesia akan sangat sulit diwujudkan.

Sekretaris Jenderal Gakeslab Indonesia, Randy Teguh menyatakan, mereka mendukung sepenuhnya harapan Jokowi yang dikemukakan dalam acara Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, 25 Maret 2022 lalu.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menyoroti rendahnya realisasi pengadaan barang dan jasa produk buatan Indonesia termasuk alkes, yang hanya menyerap anggaran senilai Rp214 triliun per 25 Maret 2022 atau setara 14 persen dari total anggaran sebesar Rp1,481 T.

“Itu semua hanya dicapai bila pemerintah Indonesia secara konsisten dan transparan memenuhi dua formula kemandirian alat kesehatan, yaitu penyerapan pasar dan pembentukan ekosistem,” kata Rendy dalam siaran pers tersebut yang diterima Tirto pada Selasa (5/4/2022) pagi.

Oleh karena itu, Gakeslab menyebut Kemenkes perlu mengoreksi sejumlah kebijakan yang saat ini terjadi di lapangan. Salah satu kebijakan yang harus segera dikoreksi adalah standar mutu berlapis yang dipersyaratkan agar alkes dalam negeri bisa diserap, seperti Performance, Quality and Safety (PQS) dari World Health Organization (WHO), Standar Nasional Indonesia (SNI) dan lain-lain.

Menurut Gakeslab, persyaratan ini mempersulit industri alkes mengingat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan secara tegas menyatakan bahwa standar mutu untuk peredaran alat kesehatan di Indonesia adalah Nomor Izin Edar (NIE) yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Sehingga semua persyaratan mutu seharusnya merupakan bagian dari NIE tersebut.

Randy juga khawatir bila Kemenkes terus memaksakan standar mutu berlapis yang berlebihan tersebut, pembentukan ekosistem yang mendukung produk alkes dalam negeri tidak akan pernah terjadi.

“Bila pemaksaan persyaratan itu terus dilakukan, sulit terjadi penyerapan pasar. Dan tanpa penyerapan, pembentukan ekosistem alat kesehatan seperti produsen bahan baku dan komponen, mesin produksi, sarana pengujian dan lain-lain tidak akan terjadi,” tutur dia.

“Akibatnya, kemandirian tidak pernah terbentuk,” ujar Randy.

Dia pun mengingatkan agar jangan ada pihak-pihak tertentu yang terus menuduh dan mengambinghitamkan industri alkes seolah-olah tidak bersedia mengembangkan produk dalam negeri.

“Saat ini sudah banyak perusahaan multinasional dan nasional yang berniat untuk menanamkan investasi bagi pengembangan alat kesehatan Indonesia. Tapi untuk itu, mereka harus diyakinkan bahwa mereka akan beroperasi dalam ekosistem yang mendukung dan produk mereka akan terserap pasar,” kata Randy.

“Jadi masalah kalau Kementerian Kesehatan terus melahirkan persyaratan-persyaratan yang justru mempersulit kemandirian alat kesehatan ini,” tambah dia.

Kemudian Randy optimis bahwa Indonesia bisa membangun kemandirian alkes dalam negeri sebagaimana yang diharapkan Jokowi, bila Kemenkes sungguh-sungguh memfasilitasi pertumbuhan industri alat kesehatan.

Baca juga artikel terkait IMPOR ALKES atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Fahreza Rizky