Menuju konten utama

Kuliah sambil Bekerja, di PTN atau PTS?

Jika hanya perlu bekerja paruh waktu, PTN oke saja. Namun, jika perlu bekerja penuh, cari perkuliahan di PTS dengan "jam karyawan".

Kuliah sambil Bekerja, di PTN atau PTS?
Ilustrasi Ujian Masuk Perguruan tinggi. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2019 telah dibuka pada Senin, 10 Juni 2019. Ada 3.169 program studi (prodi) di 85 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia yang ditawarkan.

SBMPTN merupakan salah satu jalur yang bisa digunakan untuk bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), selain jalur SNMPTN dan jalur mandiri. Pada jalur ini, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah menetapkan daya tampung untuk program ini paling sedikit 40 persen dari daya tampung program studi di PTN.

Untuk bisa masuk PTN, peserta harus bersaing ketat dengan banyak pendaftar lain. Maulita Sari, misalnya, merasa bangga ketika mendapati dirinya diterima di IAIN Raden Intan Lampung—sekarang berubah nama menjadi UIN Raden Intan—jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, pada 2014 lalu.

Namun, sayang, kondisi ekonomi keluarga membuat perempuan yang akrab dipanggil Lita ini harus merelakan kampus idamannya. Lita menceritakan dirinya harus bekerja untuk bisa memenuhi biaya kuliahnya. “Di PTN, jadwal kuliahnya enggak fleksibel untuk karyawan, jadi pilih swasta,” ungkap Lita.

Ia memang sempat terpikir untuk tetap berkuliah di PTN, fokus kuliah dan mencari beasiswa, tapi ia memiliki pertimbangan lain. Tak hanya harus membayar biaya semesteran, ia juga harus mencari uang untuk membeli buku, transportasi, dan kebutuhan harian lainnya.

Selain kasus Lita, tentu banyak calon mahasiswa lain yang dihadapkan dengan kondisi harus bekerja. Rupa-rupa derajat kebutuhan ekonominya. Ada yang hanya perlu mencukupi separuh kebutuhan diri sendiri, ada yang harus membiayai diri sendiri secara penuh, dan ada pula yang harus berperan menjadi tulang punggung keluarga.

Fleksibilitas waktu juga menjadi alasan dari Diaz (26) ketika memilih kampus swasta. Keterbatasan ekonomi mengharuskan Diaz untuk kuliah sambil bekerja. Pekerjaan yang ia lakukan adalah pekerjaan penuh waktu agar pendapatannya stabil.

“[Di universitas negeri], waktu kuliah pagi, sementara kita harus kerja pagi hari, cari uang. Belum lagi kalau jam kerja shift,” ujar pria yang memilih untuk berkuliah di Universitas Semarang ini.

Kampusnya menyediakan jam perkuliahan sore hari yang biasa diisi oleh mahasiswa yang menyambi kerja. Namun, biaya yang dikeluarkan pun tidak murah. “Berkali lipat lebih mahal dibanding kuliah reguler pagi hari. Tentu itu menyulitkan,” tuturnya.

Sama seperti Lita, Diaz sudah berhitung bahwa sirinya tak bisa kuliah di PTN. Apalagi, ia mendengar beberapa temannya yang kuliah di PTN dan menyambi bekerja akhirnya harus merelakan studi mereka.

Di PTN sambil Bekerja Paruh Waktu

Kuliah di kampus negeri, mahasiswa memang lebih sulit untuk menyambi kerja penuh waktu, karenanya kampus swasta menjadi alternatif bagi mereka yang perlu mencari nafkah untuk diri atau bahkan keluarganya. Memang tak semua kampus swasta punya jam fleksibel, tetapi beberapa kampus swasta menyediakan perkuliahan dengan jam yang disesuaikan bagi para pekerja penuh waktu.

Di PTN, ada pula mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Namun, umumnya mereka mengambil kerja part-time karena jam kuliah yang tak memungkinan. M. Irham, alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ), mengatakan perkuliahan di kampusnya berlangsung setiap hari dengan jam kuliah berbeda-beda setiap semesternya.

“Ada pagi, jeda siang, sore lagi. Ada siang sama sore. Ada pagi saja. Tergantung semester dan jumlah sks yang diambil,” kata Irham.

Hal senada juga diungkap oleh Nurul Nur Azizah, 24 tahun. Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung ini bercerita kampusnya tak menyediakan kelas khusus pegawai. “Yang bisa kerja full time itu kalau sudah skripsi. Yang kuliah biasa ya [kerja] yang part time-part time gitu,” tuturnya.

Semasa kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM), Naomi Jayalaksana hanya bisa bekerja paruh waktu, itu pun masih di dalam lingkungan kampus dengan menjadi asisten dosen.

Naomi mengatakan ada temannya yang membiayai kuliahnya sendiri dan mereka harus kerja paruh waktu di banyak tempat agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan sekolahnya karena mereka tak mungkin bekerja penuh waktu di satu tempat.

“Teman baikku di S1 UGM dulu ada yang kerja sampai beberapa pekerjaan sekalian; guru les, guru pencak silat, dan satu lagi aku lupa. Saking dia kecapekan, begitu sampai di ruang kuliah dia pasti ketiduran,” ungkap Naomi.

Mahasiswa Pekerja Lebih Sedikit Akses

Meski tak banyak, ada juga PTN yang menyediakan kelas bagi pegawai, salah satunya Universitas Khairun, Ternate. Adlun Fikri, 23 tahun, mengatakan biasanya kelas pegawai diselenggarakan pada sore hari, dengan waktu yang isepakati mahasiswa dan dosen.

“Biayanya itu ya agak sedikit tinggi, terus mereka masuk sore,” kata Adlun.

Selain biaya yang tinggi, pilihan program studi yang tersedia pun terbatas karena hanya Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi yang membuka kelas bagi karyawan.

Akses pendidikan tinggi yang terbatas untuk pegawai penuh waktu tak hanya menjadi masalah di Indonesia. Dalam sebuah kolom opini di New York Times, Rainesford Stauffer, seorang mahasiswa dan pekerja penuh waktu di Amerika Serikat, membeberkan keluhannya bahwa kampus sempat meminta dia untuk berhenti bekerja saat kuliah.

Infografik PTN VS PTS

Infografik PTN VS PTS. tirto.id/Fuad

“Di tahun kedua saya, seorang penasihat akademis dengan tegas memperingatkan saya soal risiko mengambil kuliah penuh dan bekerja. ‘Kamu tidak akan bisa melakukan ini,’ katanya. ‘Saya sangat menyarankan Anda untuk memprioritaskan pendidikan Anda’,” Stauffer menirukan perkataan dosennya itu.

Meski di Amerika Serikat para mahasiswa bisa mengajukan pinjaman pendidikan, tapi menurut Stauffer, di tengah mahalnya biaya pendidikan, kampus-kampus mestinya tak menyuruh mahasiswa pekerja untuk meninggalkan kantornya. Menurut Stauffer, pinjaman pendidikan akan membikin mahasiswa berutang.

Sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Harvard Extension School menunjukkan penelitian yang dilakukan oleh Georgetown University (PDF). Dalam riset tersebut, mereka menangkap bahwa banyak orang membutuhkan pekerjaan penuh waktu sembari menyelesaikan pendidikan tinggi mereka. Mereka bekerja bukan hanya untuk membantu membayar uang sekolah, tapi juga untuk biaya hidup, seperti makan dan tempat tinggal.

Dan berdasarkan riset dari Pew Research Center, kuliah sambil bekerja penuh waktu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, sebab biasanya mereka akan mengalami kenaikan jabatan setelah lulus kuliah.

Baca juga artikel terkait KULIAH atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Widia Primastika
Editor: Maulida Sri Handayani