tirto.id - Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menyarankan tim sukses Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi untuk melakukan pengecekan fakta atau fact check. Sehingga tidak hanya menuding pihak lain melakukan hoaks, tapi bisa memberikan kepastian informasi kepada masyarakat.
Aditya mengapresiasi beberapa media yang melakukan pengecekan fakta. Namun, seharusnya hal itu juga dilakukan oleh tim sukses.
"Tolong tim sukses juga melakukan hal yang sama. Karena ini masukan positif," ucap Aditya di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (2/3/2019).
Selama ini, Aditya menilai, tidak hanya satu sampai dua orang yang menjadi korban hoaks dalam pilpres 2019, terutama masalah data dalam debat calon pemimpin. Bila kedua kubu mengklaim tidak melakukan hoaks, seharusnya keduanya memaparkan data pendukungnya dalam bentuk fact check.
"Jadi publik tahu mana kemudian data-data yang benar, valid, dan sebagainya," tegas Aditya lagi.
Salah satu contohnya adalah ucapan Sekretaris Jenderal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Hanafi Rais. Dia menilai informasi yang disampaikan capres nomor urut 01 Jokowi saat debat capres kedua adalah keliru dan bisa dibawa ke ranah hukum.
Hanafi beranggapan, data Jokowi (yang berasal dari kementerian atau lembaga) dalam debat kedua lalu memuat informasi tidak benar dan dapat dikategorikan hoaks sehingga bisa digugat.
"Seharusnya itu (penyampaian informasi tidak benar dalam debat) digugat. Menyampaikan informasi palsu itu bagian dari hoaks, ada undang-undang KUHP-nya," kata Hanafi dalam diskusi di kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Hanafi mengklaim, data yang disampaikan tidak sesuai fakta. Ia pun bercerita bagaimana cara kementerian/lembaga memanipulasi data di masyarakat, salah satu konteks yang disampaikan Hanafi adalah data kemiskinan.
Namun, Hanafi dan BPN sendiri tidak menyampaikan data yang mendukung kebenaran ucapan mereka.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto