tirto.id - Sekretaris Jenderal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Hanafi Rais menilai, informasi yang disampaikan capres nomor urut 01 Jokowi saat debat capres kedua yang berlangsung Minggu (17/2/2019) adalah keliru dan bisa dibawa ke ranah hukum.
Hanafi beranggapan, data Jokowi (yang berasal dari kementerian atau lembaga) dalam debat kedua lalu memuat informasi tidak benar dan dapat dikategorikan hoaks sehingga bisa digugat.
"Seharusnya itu (penyampaian informasi tidak benar dalam debat) digugat. Menyampaikan informasi palsu itu bagian dari hoaks, ada undang-undang KUHPnya. Mestinya siapa pun yang terlibat dalam pilpres, apalagi ini kandidatnya langsung. Kalau mengatakan data itu salah, tidak klarifikasi dan membiarkan saja kebohongan itu, seharusnya sudah kena delik hukum," kata Hanafi dalam diskusi di kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Hanafi mengklaim, data yang disampaikan tidak sesuai fakta. Ia pun bercerita bagaimana cara kementerian/lembaga memanipulasi data di masyarakat, salah satu konteks yang disampaikan Hanafi adalah data kemiskinan.
Salah satu upaya untuk memanipulasi data kemiskinan, kata dia, adalah dengan membagikan beras-beras miskin ke rumah tangga miskin sebelum survei. Setelah dibagikan, tim survei baru turun ke lapangan untuk memonitor apakah masyarakat miskin atau tidak.
"Kalau kayak gitu rasanya merasa miskin nggak? Ya nggak. Karena sudah digelontorin dulu dengan raskin," ucap Hanafi.
Hanafi memandang, upaya manipulasi tersebut dilakukan untuk kepentingan tertentu. Padahal, data yang disampaikan pemerintah, diklaim kubu Prabowo-Sandi tidak sesuai fakta saat mereka turun ke masyarakat.
Saat turun ke lapangan, politikus PAN ini menyebut jika rakyat menjerit akibat masalah ekonomi, salah satunya terkait kenaikan tarif dasar listrik. Ia menduga, data manipulatif itu digunakan untuk kepentingan politik tertentu.
"Jadi data itu (data yang disampaikan kementerian/lembaga) sangat besar kemungkinan dimanipulasi, disajikan untuk menyenangkan banyak orang dalam artian kemudian untuk kepentingan elektoral, lantas kemudian dianggap sebagai fakta padahal sama sekali bukan fakta," jelas Hanafi.
"Itu lah kenapa banyak-banyakan data yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk negara, tapi kalau masyarakat tidak nyambung dengan fakta yang didapat, itu percuma," lanjut Hanafi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno