tirto.id - Kuasa Hukum korban pemerkosaan, RA, Haris Azhar mengatakan pihaknya akan mengajukan keberatan dan meminta pembatalan soal Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Anggota Dewan Pengawas BPJS atas nama Syafri Adnan Baharuddin.
Syafri merupakan terduga pelaku pemerkosaan terhadap anak buahnya, RA. “Kami akan berkirim surat kepada Presiden Jokowi dalam satu pekan ke depan,” ujar dia di kantor Lokataru, Jakarta Timur, Minggu (3/1/2019).
Alasan pengajuan pembatalan Keppres karena pihaknya menilai jajaran Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagai pembentu Tim Panel yang mengeluarkan rekomendasi pengunduran diri SAB tidak independen dan berintegritas.
Haris menambahkan pihaknya meminta DJSN dan Polri untuk melanjutkan proses pemeriksaan terhadap Syafri berdasarkan laporan RA, selain itu untuk sementara SAB bisa dinonaktifkan dengan tidak menerima upah atau fasilitas apapun dari negara karena sedang berperan.
“Sikap presiden ini penting untuk menunjukkan keberpihakan pada upaya melawan kekerasan seksual, juga berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sedang dibahas DPR,” ujar Haris.
DJSN menerima surat pengunduran diri Syafri pada 30 Januari 2019, esok harinya DJSN langsung membentuk Tim Panel untuk menangani aduan RA. Sedangkan DJSN melalui Surat Nomor 779/DJSN/XII/2018 telah merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk pemberhentian Syafri.
“Seharusnya DJSN tegas untuk tidak menyampaikan rekomendasi kepada presiden pengunduran diri pelaku karena dia sedang berperkara,” sambung Haris.
Maka Haris menilai DJSN dapat menarik kembali surat rekomendasi tersebut.
“Karena keanehan-keanehan itu independensi dan kredibilitas DJSN layak diragukan. Kami juga menyayangkan Keputusan Presiden (Keppres) tersebut, seharusnya presiden dan jajaran Sekretariat Negara tidak susah memeriksa secara komprehensif kasus ini,” tutur Haris.
RA telah melaporkan SAB ke kepolisian dengan nomor laporan LP/B/0006/I/2019/BARESKRIM bertanggal 3 Januari 2019. Ia menuntut SAB dengan Pasal 294 ayat (2) KUHP tentang pencabulan dan terancam hukuman tujuh tahun penjara.
“Inti pasal itu adalah pejabat yang melakukan perbuatan cabul terhadap bawahannya. Karena ini adalah masalah kesusilaan, kami akan lebih berhati-hati, tidak akan terlalu detail dalam laporan,” kata kuasa hukum RA, Heribertus Hartojo di kantor Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Kamis (3/1/2019).
Namun, SAB, melalui kuasa hukumnya Memed Adiwinata juga melaporkan RA dan Ade Armando ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik melalui media sosial.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari