tirto.id - Peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928 menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah kelahiran ide persatuan untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Sumpah Pemuda lahir di Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada 28 Oktober 1928.
Latar belakang peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928 adalah kemunculan banyak organisasi baru berbasis kepemudaan di Indonesia pada awal dekade 1920-an. Namun, mayoritas organisasi itu masih mengikatkan identitas pada unsur kedaerahan atau kelompok.
Di antara organisasi pemuda yang populer pada masa itu ialah Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Borneo, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain. Lalu muncul gagasan untuk merajut komunikasi di antara banyak organisasi pemuda itu.
Pada dekade 1920-an ini, kesadaran akan pentingnya persatuan sebagai sesama bangsa Indonesia pun mulai tumbuh. Ide kemerdekaan juga mulai menjalar di kepala para aktivis organisasi pemuda yang kebanyakan merupakan kaum terpelajar. Mereka melek huruf, punya wawasan modern, serta tahu bahwa penjajahan Belanda adalah akar keterbelakangan dan kemiskinan Bangsa Indonesia.
Kronologis Peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928
Gagasan untuk menggelar pertemuan antara organisasi-organisasi pemuda semakin menguat pada pertengahan dasawarsa 1920-an. Dalam buku Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) karya Momon Abdul Rahman Dkk, tercatat bahwa salah seorang tokoh pemuda yang getol mendorong pertemuan itu adalah Mohammad Tabrani.
Tabrani yang kelahiran Madura saat itu merupakan aktivis Jong Java Bandung dan Batavia. Kelak, mengutip catatan dalam buku Seabad Pers Kebangsaan: 1907-2007 (2007:388), Tabrani menjadi pendiri Partai Ra'jat Indonesia pada 1930. Dia pun dikenal sebagai tokoh jurnalis lewat aktivitasnya di Majalah Ra'jat.
Momon Abdul Rahman Dkk menulis, Tabrani yang menjadi wartawan muda di Koran Hindia Baroe, menginisiasi Konferensi Organisasi Pemuda Nasional Pertama pada 15 November 1925 di Gedung Lux Orientis Jakarta. Konferensi ini dihadiri oleh perwakilan dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pelajar Minahasa, Sekar Roekoen, dan sejumlah peserta individu.
Hasil konferensi tersebut memutuskan rencana penyelenggaraan Kongres Pemuda I pada 30 April - 2 Mei 1926. Dari Kongres Pemuda I tersebut, muncul kesepahaman para pemuda akan pentingnya persatuan di Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda.
Kongres Pemuda I menyatukan pendapat para wakil organisasi pemuda bahwa faktor utama yang bisa menyatukan Bangsa Indonesia adalah bahasa. Di Kongres ini, Muhammad Yamin mengusulkan bahasa Jawa dan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Namun, akhirnya mayoritas peserta Kongres Pemuda I sepakat, bahasa Melayu sebagai dasar bagi bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah lain di nusantara bisa memperkaya bahasa persatuan ini.
Selanjutnya diadakan lagi pertemuan pada 15 Agustus 1926 yang dihadiri oleh berbagai organisasi pemuda dan Komite Kongres Pemuda I. Melalui pertemuan itu, lahir ide pembentukan badan untuk menyatukan oerganisa-organisasi pemuda, yakni Jong Indonesia. Anggaran dasar Jong Indonesia disahkan pada 30 Agustus 1926.
Namun, seperti dicatat Marwati Djoened Poesponegoro dalam Sejarah nasional Indonesia Edisi V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Indonesia (2008), perhimpunan itu tidak berjalan sesuai harapan. Karena itu, Algemene Studie Club di Bandung membentuk perkumpulan bertujuan dan bernama sama, Jong Indonesia pada 20 Februari 1927.
Perbedaan perhimpunan baru ini dengan versi sebelumnya, hanya di susunan organisasinya. Jong Indonesia ini digawangi sejumlah pelajar di Bandung dan kelak berubah nama menjadi Pemoeda Indonesia. Organisasi baru itu semula dipimpin Soegiono (ketua), Semawi (wakil ketua), Moeljadi (sekretaris), Soepangkat (bendahara). Mereka adalah pelajar yang rutin berdiskusi dengan 3 tokoh Algemene Studie Club, yaitu Mr. Sartono, Mr. Soenario, dan Mr. Boediono.
Sementara itu, pada bulan September 1926, terbentuk juga perkumpulan para pelajar di Indonesia yang diberi nama Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI). Organisasi ini yang melanjutkan ide penyatuan organisasi-organisasi pemuda melalui kongres.
Butuh waktu dua tahun untuk merajut komunikasi di antara banyak organisasi pemuda dan pelajar sebelum ide Kongres Pemuda II mengkristal. Para aktivis PPPI menjadi pelopor ide pentingnya fusi organisasi-organisasi pemuda melalui penyelenggaraan Kongres Pemuda II.
Akhirnya, PPPI menginisiasi pertemuan yang melibatkan wakil sejumlah organisasi pemuda pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928. Pertemuan yang berlangsung di gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat 106, Weltevreden (Jakarta) itu melahirkan kesepakatan tentang waktu, tempat, dan sumber biaya kongres yang berasal dari patungan 7 organisasi peserta.
Selain itu, disepakati pembentukan panitia Kongres Pemuda II. Adapun susunan panitia Kongres Pemuda II sebagai berikut:
-Ketua: Soegondo Djojopoespito (PPPI)
-Wakil Ketua: R. M. Djoko Marsaid (Jong Java)
-Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
-Bendahara: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
-Pembantu I: Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
-Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
-Pembantu III: R. C. L. Senduk (Jong Celebes)
-Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
-Pembantu V: Mohamad Rocjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi).
Panitia tersebut kemudian merencanakan Kongres Pemuda II selama 1 hari 2 malam di tanggal 27-28 Oktober 1928. Atas usulan PPPI, kongres digelar di 3 tempat berbeda. Ketiga tempat itu dipakai untuk 3 agenda sidang dalam kongres.
Fajriudin Muttaqin dan Wahyu Iryana dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional (2015) mencatat 3 tempat Kongres Pemuda II adalah:
1. Gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Waterlooplein (kini Lapangan Banteng Jakarta)
2. Gedung Oost Java Bioscoop di Koningsplein Noord (kini Jl Medan Merdeka Utara No. 14 Jakarta)
3. Gedung Indonesische Clubgebouw (kini Jalan Kramat Raya 106 Jakarta).
Sidang Kongres Pemuda II yang pertama digelar pada Sabtu malam, 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond. Sidang ini dimulai selama pukul 19.30 hingga 23.30. Setelah rapat dibuka oleh ketua panitia kongres, Soegondo Djojopoespito, sejumlah perwakilan organisasi lantas menyampaikan pidatonya.
Di sidang pertama, salah satu yang naik podium adalah Muhammad Yamin dengan pidato berjudul Persatuan dan Kesatuan. Di pidato ini, Yamin menyerukan pentingnya persatuan guna membangun kebangsaan Indonesia. Dia meyakini persatuan Bangsa Indonesia bakal kokoh karena masyarakat di nusantara punya kesamaan kultur, bahasa, hingga hukum adat.
Pidato Yamin lantas menjadi bahan diskusi peserta sidang. Di antara yang memberikan tanggapan atas pidato Yamin ialah Kartosoewirjo. Momon Abdul Rahman Dkk menulis, Kartosoewirjo memberi usulan agar bahasa Indonesia mesti menjadi penghubung dalam persatuan para pemuda. Menurut dia, hal itu penting bagi terwujudnya pergerakan nasional.
Sidang Kongres Pemuda II yang kedua kemudian dilanjutkan di Gedung Oost Java Bioscoop pada Minggu pagi, 28 Oktober 1928. Berlangsung selama pukul 08.00-12.00, sidang kedua ini berfokus membahas upaya memajukan pendidikan di Indonesia (Hindia Belanda). Salah seorang pembicara yang semula akan hadir ialah Ki Hajar Dewantara, tapi pendiri Taman Siswa itu batal datang.
Sejumlah gagasan tentang pendidikan dalam sidang kedua menunjukkan kemajuan berpikir para pemuda Indonesia kala itu. Di antara mereka termasuk beberapa peserta perempuan.
Poernamawoelan, misalnya, menyampaikan pidato yang mengkritik pendidikan kala itu sebab lebih cenderung menakut-nakuti anak. Dia menganjurkan pendidikan demokratis yang mendorong anak merdeka. Pembicara lain, Abdoellah Sigit menekankan budaya membaca, organisasi dan semangat kebangsaan untuk mendukung pendidikan di sekolah. Dia pun mengkritik kultur masyarakat yang masih membedakan derajat laki-laki dan perempuan.
Kemudian, sidang ketiga atau penutup dalam Kongres Pemuda II diselenggarakan di Indonesische Clubgebouw pada Minggu malam, 28 Oktober 1928. Dimulai sekitar pukul 20.00, sidang ketiga ini diikuti oleh ratusan peserta.
Meskipun diawali pidato tentang gerakan kepanduan yang disampaikan oleh Ramelan dari Sarekat Islam, pembicara lain menyoroti topik nasionalisme dan kebangsaan. Mr. Sartono dan Mr. Soenario merupakan dua pembicara yang menyuarakan pentingnya nasionalisme dan persatuan Indonesia.
Saat tiba waktu istirahat di tengah rapat ketiga, Wage Rudolf Soepratman menghadap pada ketua kongres, Soegondo Djojopoespito. Setelah menaruh kotak biolanya di lantai, seturut catatan dalam buku Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008), dia lalu menyerahkan kertas berisi notasi dan syair lagu Indonesia Raya.
WR Soepratman meminta izin untuk memperdengarkan lagu ciptaannya itu. Panitia lalu memberi izin. Namun, karena ada desakan petugas pemerintah kolonial Belanda yang mengawasi kongres, WR Soepratman hanya boleh memperdengarkan lagu itu dengan biola, tanpa disertai syairnya.
Di penghujung acara, sebelum putusan Kongres Pemuda II dibacakan, dia memperdengarkan lagu Indonesia Raya di depan para peserta kongres. Kongres lalu ditutup dengan pembacaan putusan, dan ikrar Sumpah Pemuda.
Isi Sumpah Pemuda dan Putusan Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II menghasilkan 6 putusan yang sempat dibacakan di depan para peserta yang berdiri untuk memberikan penghormatan.
Daftar keputusan Kongres Pemuda II adalah:
a. Menjunjung bahasa Indonesia
b. Perasaan dan kemauan persatuan bangsa Indonesia cuma satu
c. Putra dan putri Indonesia mengakui tanah tumpah darah Indonesia dan bersetia
d. Bahasa Indonesia wajib dipakai dalam perkumpulan dan pergaulan anak Indonesia karena dalam kongres itu juga bisa dipakai buat mengeluarkan perasaan kebangsaan
e. Memperhatikan dasar-dasar persatuan yang teguh, karena persatuan itu didasarkan atas hukum nasional, budaya, history, dan bahasa yang sama
f. Menyiarkan rasa kebangsaan dan persatuan itu pada berbagai pers sedunia.
Seusai 6 putusan Kongres Pemuda II dibacakan, para pemuda yang menghadiri sidang penutupan itu lantas mengucapkan ikrar Sumpah Pemuda. Pembacaan ikrar itu dipimpin oleh Raden Soerjadi, perwakilan organisasi Sekar Roekoen.
Isi Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut:
1. Pertama
Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3. Ketiga
Kami putra dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Addi M Idhom