Menuju konten utama

Kronologis OTT KPK Terhadap San dan Ay

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyampaikan kronologis Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pengacara dari kantor hukum RAW

Kronologis OTT KPK Terhadap San dan Ay
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Antara Foto/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyampaikan kronologis Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pengacara dari kantor hukum RAW

"Pada 30 Juni 2016, sekitar pukul 18.00 tim dari KPK telah memantau di satu tempat yang akan mengadakan serah terima sejumlah uang kepada seorang yang diketahui tadi kita katakan San oleh seseorang bernama Ay, dilakukan pengejaran akhirnya sekitar pukul 18.20 SAN ditemukan di atas ojek," kata Basaria dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Saat ditemukan, San membawa amplop berisi uang mata uang asing.

"(Ojek) dihentikan di daerah Matraman dan ditemukan sebuah amplop cokelat berisi dua amplop yang berisi 25 ribu dolar Singapura dan satu amplop lagi 3 ribu dolar Singapura," ungkap Basaria.

Setelah mengamankan San dan pengendara ojek tersebut, KPK juga mengamankan staf pengacara dari kantor hukum RAW berinisial Ay.

"Sesaat kemudian dilakukan pengamanan terhadap Ay di daerah Menteng yang merupakan staf dari RAW. Ay adalah seorang pengacara di kantor pengacara RAW tadi. Sedangkan B sebagai pengojek sampai saat ini dilakukan pemeriksaan dan kalau sudah selesai akan dipulangkan," tambah Basaria.

Kantor pengacara RAW berlokasi di Jalan Yusuf Adiwinata No 43 RT 001 RW 005 Gondangdia Jakarta Pusat.

San diduga menerima uang 28 ribu dolar Singapura (sekitar Rp280 juta) dari Ay terkait perkara perdata antara PT KTP dan PT MMS yang berperkara di PN Jakpus.

"Jadi tujuan (pemberian uang) adalah RAW merupakan penasihat hukum PT KTP agar memenangkan perkara perdata antara PT KTP sebagai tergugat dengan PT MMS di PN Jakpus. Majelis hakim telah membacakan putusan yang memenangkan pihak tergugat PT KTP dengan putusan gugatan tidak dapat diterima pada 30 Juni 2016," tambah Basaria.

Hingga saat ini KPK masih menelusuri sumber uang dan total komitmen yang dijanjikan kepada San.

"Saat ini sedang dilakukan pengembangan, anggota (KPK) masih di lapangan. Kemungkinan (pemberian) ke hakim bisa (terjadi). Sumber uang juga bisa ditemukan dari pihak yang punya perkara tapi sampai saat ini kita belum bisa mengatakan iya karena pengembangan masih berlangsung," jelas Basaria.

Sedangkan terhadap tukang ojek berinisial B, menurut Basaria ia kooperatif terhadap penyidik KPK.

"(Dia adalah) tukang ojek biasa, namanya juga tukang ojek dia merasa tidak bersalah dan saat dimintai keterangan yang bersangkutan menceritakan apa yang dialaminya," ungkap Basaria.

Terkait kemungkinan hakim yang menangani perkara tersebut dicegah bepergian keluar negeri oleh KPK, menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif hal itu dimungkinkan.

"Kalau seandainya dibutuhkan untuk pencekalan, akan dicekal," kata Syarif.

Dalam perkara ini San disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Ay dan RAW disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau hakim dengan maksud untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan lama 15 tahun ditambah denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Hingga saat ini penyidik KPK masih mencari keberadaan RAW.

Baca juga artikel terkait HUKUM

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini