tirto.id - Penusukan tiga warga Perancis di gereja basilika Notre-Dame di Nice, Perancis, pada Kamis (29/10/2020) diduga dilakukan oleh Brahim Aioussaoi (21), pemuda asal Tunisia. Tragedi ini dianggap merupakan reaksi atas penunjukan kartun Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh Samuel Paty (41), seorang guru Conflans-Sainte-Honorine, yang terbunuh dua minggu lalu.
Tiga korban yang terbunuh karena penyerangan tersebut adalah perempuan tua (60) yang nyaris terpenggal kepalanya, staf laki-laki penjaga kebersihan gereja (55), dan seorang perempuan setengah baya (44) yang sempat melarikan diri ke kafe dekat basilika sebelum meninggal dunia.
Hingga sekarang, polisi belum mengumumkan motif penyerangan di gereja basilika Notre-Dame di Nice, namun Walikota Nice Christian Estrosi yang berujar bahwa tersangka berkali-kali berteriak "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar).
Sejumlah pihak kemudian menghubungkannya dengan kejadian protes yang dilakukan beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim. Hal ini disebabkan pernyataan Emmanuel Macron, Presiden Perancis yang mendukung publikasi kartun Nabi Muhammad SAW.
"Sangat jelas bahwa Perancislah yang diserang," ujar Emmanuel Macron ketika mengunjungi Nice.
Sementara itu, Dewan Kepercayaan Muslim Prancis mengutuk serangan tersebut dan turut berduka cita atas keluarga korban.
Dilansir dari AP News, juru bicara Dewan Kepercayaan Muslim Prancis meminta umat Islam di Prancis untuk menahan diri dari perayaan Hari Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai tanda berkabung dan solidaritas dengan keluarga para korban dan umat Katolik Prancis.
Sehari selepas kejadian tersebut, pemerintah Perancis meningkatkan kewaspadaan dengan menurunkan 4000 tentara untuk menjaga sejumlah gereja dan sekolah-sekolah. "Ini serangan teroris Islam," ujar Presiden Perancis Emmanuel Macron, sebagaimana dilansirThe New York Times.
Komentar Emmanuel Macron atas tragedi ini menghidupkan kembali isu kebebasan berekspresi. Perancis merupakan negara sekuler yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan umat Islam merupakan kelompok minoritas terbesar.
Kronologi dan Detail Kejadian
Jaksa penuntut anti-terorisme, Jean-François Ricard menjelaskan detail serangan dan investigasi kepada BBC. Richard menyebutkan bahwa tersangka adalah Brahim Aioussaoi adalah pemuda Tunisia berusia 21 tahun yang baru sampai di Perancis awal Oktober.
Sebelumnya, tersangka singgah di Italia pada September dan memiliki masalah dokumen di sana. Ia kemudian diminta meninggalkan Italia setelah karantina karena COVID-19, barulah kemudian berangkat ke Perancis.
Penusukan itu kemudian terjadi pada Kamis pagi (19/10/2020) pukul 8.29 waktu setempat (07:29 GMT) di gereja basilika Notre-Dame di Nice, Perancis. Menurut Richard, alat yang ditemukan di tas tersangka adalah pisau dengan panjang 17 sentimeter yang digunakan menusuk korban dan dua pisau lainnya yang belum terpakai.
Penyerangan berdarah itu berujung tiga korban terbunuh, yang terdiri dari perempuan tua berusia 60 tahun yang nyaris terputus kepalanya. Kemudian, seorang staf kebersihan gereja berusia 55 tahun bernama Loques. Hari itu, ia mempersiapkan gedung untuk misa pertama. Loques terluka dan meninggal karena tusukan tenggorokan.
Korban ketiga adalah perempuan setengah baya berusia 44 tahun yang ditusuk benda tajam berkali-kali. Ia sempat melarikan diri ke kafe sekitar gereja sebelum meninggal.
Seorang saksi kemudian membunyikan alarm proteksi dan menghubungi polisi. Tak lama setelahnya, pada 08.57 waktu lokal setempat (07:57 GMT), empat polisi sampai di tempat kejadian perkara. Penyerang kemudian ditembak oleh petugas sebelum ditahan.
"Kami mendengar banyak orang teriak di jalan. Dari jendela, ada banyak orang, banyak polisi datang, dan tembakan, banyak tembakan," ujar Chloe, seorang saksi mata yang tinggal dekat Gereja.
Tom Vannier, seorang jurnalis mahasiswa yang tiba di tempat kejadian, mengatakan bahwa orang-orang menangis di jalan setelah serangan.
Sejak saat itu, pemerintah Perancis menaikkan level keamanan waspada teroris. Presiden Perancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa akan ada penurunan tentara lebih banyak lagi, bahkan hingga 7000 tentara dikerahkan untuk melindungi tempat-tempat publik dari serangan terorisme.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yantina Debora