tirto.id - Presiden Perancis, Emmanuel Macron, mengeluarkan statement kontroversial yang dianggap menghina agama Islam dan Nabi Muhammad. Sebagian umat Islam di dunia menggalakkan aksi protes serta memboikot produk-produk Perancis. Apa itu boikot dan bagaimana sejarahnya?
Pernyataan Macron tersebut terkait dengan diterbitkannya kartun atau karikatur Nabi Muhammad oleh Majalah Charlie Hebdo pada September 2020 yang kemudian memicu beberapa aksi kekerasan di Perancis.
Macron menegaskan bahwa Perancis tidak pernah akan menyerah terhadap aksi-aksi kekerasan. Dikutip dari BBC, Presiden Perancis sempat menyinggung tentang "separatisme Islam". Macron juga menyatakan tidak bakal menghalangi kebebasan berpendapat dan berekspresi di negaranya.
Statement Macron menuai reaksi dari sebagian umat Islam di dunia, seperti Turki, negara-negara Timur-Tengah, Malaysia, hingga Indonesia. Salah satu seruan yang digencarkan adalah memboikot barang-barang produksi Perancis.
Apa Itu Boikot?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), boikot diartikan sebagai “tindakan bersekongkol untuk menolak bekerja sama baik dalam urusan dagang, perundingan, dan lain sebagainya”.
Secara umum, boikot merupakan tindakan pengucilan dalam berbagai bidang seperti pekerjaan, ekonomi, politik, atau sosial, yang dilakukan dengan terorganisir.
Aksi boikot biasanya dilakukan sebagai bentuk protes terhadap sesuatu yang salah dan dianggap tidak adil sehingga diperlukan tindakan secara kolektif dan masif untuk mengubahnya.
Dalam konteks reaksi atas pernyataan Macron, di Indonesia terjadi beberapa aksi unjuk rasa. Ajakan boikot produk-produk juga diserukan, termasuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"MUI menyatakan sikap dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia dan dunia untuk memboikot semua produk yang berasal dari negara Perancis," tulis Wakil Ketua Umum MUI, Muhyiddin Junaidi, melalui surat pernyataan Nomor Kep-1823/DP-MUI/X/2020 tertanggal 30 Oktober.
MUI juga menegaskan, imbauan memboikot produk-produk Perancis akan terus dilakukan sampai Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf.
Sejarah Boikot
Pemboikotan pertama kali terjadi tahun 1880 di Irlandia. Dilansir Britannica, Istilah "boikot" muncul ketika Charles Stewart Parnell menggalakkan pengucilan terhadap manajer properti Inggris bernama Charles Cunningham Boycott.
Pada perkembangannya, gerakan boikot biasa digunakan oleh kaum buruh untuk menuntut kenaikan upah atau perbaikan kondisi kerja.
Selama perjuangan hak-hak sipil yang terjadi di Amerika Serikat pada era 1950-an sampai 1960-an, boikot digunakan sebagai alat perlawanan sosial dan politik.
Perusahaan-perusahaan dengan kebijakan yang berpotensi mendiskriminasi kulit hitam, misalnya, diboikot agar mengalami kerugian sehingga mau mengubah kebijakannya.
Aksi boikot juga dapat digunakan sebagai penolakan terhadap keputusan yang diambil dalam sebuah pertemuan serta perilaku politik negara lain yang bertentangan.
Suatu negara dapat memboikot sebuah konferensi sebagai upaya penolakan terhadap kebijakan yang diambil karena bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut negara tersebut.
Penulis: Irkhas Febri
Editor: Iswara N Raditya