Menuju konten utama

Kronologi #DeleteFacebook Pendiri WhatsApp Soal Cambridge Analytica

Brian meminta kepada sekitar 21.000 pengikutnya untuk menutup dan #DeleteFacebook.

Ilustrasi halaman Facebook. REUTERS/Dado Ruvic

tirto.id - Pendiri WhatsApp, Brian Acton membuat geger dunia maya usai dirinya mencuit #DeleteFacebook atau #BoycottFacebook di akun Twitter. Acton sudah meninggalkan WhatsApp sejak tahun 2017 usai dibeli Facebook seharga 19 miliar dolar AS pada 2014 lalu.

Ia meminta kepada sekitar 21.000 pengikutnya untuk menghapus dan menutup akun Facebook. "Sudah waktunya. #DeleteFacebook,” katanya.

Pernyataan ini berhubungan dengan kasus Cambridge Analytica yang diduga kuat menggunakan informasi pengguna Facebook secara ilegal.

Seperti dikutip BBC, Cambridge Analytica memakai data pribadi dari 50 juta pengguna Facebook untuk mempengaruhi pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2016 lalu. Sementara Cambridge adalah firma yang mengurus kampanye Donald Trump.

Belakangan, seorang akademisi psikologi bernama Dr Aleksandr Kogan yang mengambil data dari 50 juta pengguna Facebook mengaku bahwa dirinya telah dijadikan "kambing hitam" oleh Facebook dan Cambridge Analytica.

Kepada BBC, Dr Kogan mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui kalau data tersebut akan dipakai untuk kampanye Trump. Namun, baik Cambridge Analytica dan Facebook tetap membantah telah melakukan kesalahan apa pun.

Para netizen di media sosial pun mulai mendesak orang lain untuk #DeleteFacebook atau #BoycottFacebook sebagai sebuah respons terhadap kasus ini.

Bahkan, salah satu personil grup Blink-182, Mark Hoppus telah mengumpulkan lebih dari 6.000 orang dalam waktu 24 jam usai dirinya mencuit #DeleteFacebook di akun Twitternya.

Seruan #DeleteFacebook semakin kuat setelah satu pengguna Twitter mengutip sebuah wawancara dengan Theresa Wong tentang Cambridge Analytica dari BBC Stories tahun 2017.

Kutipan itu menyimpulkan bahwa Facebook berperan dalam kemenangan Donald Trump pada pada pilpres AS 2016. "Facebook adalah mitra kami," dan "Tanpa Facebook kami tidak akan menang," demikian tulis kutipan itu diserta hashtag #DeleteFacebook.

Facebook sudah mengetahui tentang kebocoran data pada tahun 2015. Namun, publik mulai memusatkan perhatian setelah muncul laporan tentang Cambridge Analytica di New York Times dan Observer selama akhir pekan lalu.

Cambridge Analytica didanai sebagian oleh Robert Mercer, salah satu donatur kampanye pemilihan Presiden Trump. Firma ini juga membantu kampanye Trump menargetkan iklan politik di Facebook.

Namun demikian, Cambridge Analytica membantah telah menggunakan data pengguna Facebook yang didapat dalam insiden ini untuk kampanye Trump.

Hingga saat ini, CEO Facebook Mark Zuckerberg dan COO Sheryl Sandberg tetap diam sejak skandal ini mencuat. Sikap itu mengundang kritik lebih dari analis dan investor.

"Mark, Sheryl, dan tim mereka bekerja sepanjang waktu untuk mendapatkan semua fakta dan mengambil tindakan yang tepat untuk bergerak maju, karena mereka memahami keseriusan masalah ini," kata juru bicara Facebook, mengutip laporan The Guardian.

"Seluruh perusahaan sangat marah karena tertipu. Kami berkomitmen untuk menegakkan kebijakan kami dengan kuat guna melindungi informasi orang-orang dan akan mengambil langkah apa pun yang diperlukan untuk mengatasi kejadian ini."

Baca juga artikel terkait FACEBOOK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Teknologi
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto