tirto.id - Rahma Risqi (30) harus bolak-balik ke Puskesmas. Putri keduanya yang baru berusia tiga bulan semestinya sudah mendapatkan vaksin polio.
Pada Desember tahun lalu, ia mendatangi Puskesmas 1 Sentolo yang berjarak sekitar 3 kilometer dari rumahnya di Bantar Wetan, Banguncipto, Sentolo, Kulonprogo, Yogyakarta. Tapi ternyata yang anaknya butuhkan tidak ada.
“Adanya [vaksin] DPT (difteri, pertusis, dan tetanus),” kata petugas puskesmas, seperti dituturkan Rahma kepada reporter Tirto, Kamis (13/2/2020). “Nanti ada lagi Januari [2020] ya mbak, dobel.”
Apa boleh buat, pikir Rahma. Ia pun pulang dan datang lagi pada pertengahan Januari 2020, hari Rabu, sesuai jadwal. Namun seperti yang lalu, Rahma mesti pulang dengan tangan kosong. Petugas bilang vaksin polio belum tersedia.
Rahma tentu saja gusar karena putrinya belum sekalipun mendapatkan vaksin, padahal semestinya itu diberikan tiga kali.
Ia kemudian bertanya di mana bisa mendapatkan vaksin polio. Petugas menjawab, kemungkinan itu tersedia di klinik atau rumah sakit swasta. Vaksin yang ia cari memang ada, tapi melihat harga yang harus dibayar, Rahma jadi berpikir dua kali.
Satu kali vaksin polio biayanya Rp110 ribu. Itu artinya ia perlu menyediakan setidaknya Rp330 ribu, belum termasuk biaya dokter yang satu kali vaksin harus dibayar Rp50 ribu sampai Rp100 ribu.
Biaya sebesar itu, tentu saja, tak akan ia keluarkan andai vaksin di puskesmas tersedia.
Rahma, dengan berat hati, memutuskan tidak beli. Sampai sekarang putri keduanya belum divaksin. Rahma masih menunggu ketersediaannya di puskesmas. “Lha bingung, [di rumah sakit] swasta biayanya mahal,” kata dia.
Seorang warga Sleman, Ananda Aprisela (28), juga mengaku kesulian mendapatkan vaksin polio untuk putrinya yang berumur 6 bulan. Padahal, tidak seperti Rahma, ia selalu ke rumah sakit swasta. “Pihak rumah sakit juga belum tahu kapan [tersedia]. Akhirnya memutuskan pakai vaksin non-pemerintah […] Jadi ya harus mengeluarkan uang lebih,” kata dia kepada reporter Tirto.
Ia membayar uang sebesar Rp850 ribu untuk vaksin anaknya sebanyak tiga kali.
Nyaris Tak Tesedia di Seluruh Kabupaten/Kota
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo Sri Budi Utami mengatakan vaksin polio di Kulonprogo sudah tak tersedia sejak Oktober 2019. Hinga pertengahan Februari 2020 ini pun, kata dia, juga belum tersedia.
“Untuk sementara masyarakat vaksinasi secara mandiri di tempat praktik sambil menunggu proses pengadaan selesai,” katanya kepada reporter Tirto.
Masalahnya, tak bisa dipastikan pula vaksin tersedia di tempat itu. “Kalaupun di beberapa tempat swasta masih ada sedikit, mungkin sisa pengambilan sebelumnya,” ujar Sri.
Di Gunungkidul, tidak tersedianya vaksin polio malah jauh lebih lama lagi. Kepada reporter Tirto, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawati mengatakan vaksin polio sudah tidak tersedia sejak September 2019. “Sekarang masih menunggu kiriman dari pusat. Dijanjikan akhir bulan ini paling lama,” kata Dewi.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Joko Hastaryo juga mengatakan hal sama, bahwa sejak September 2019, vaksin polio di Sleman sudah habis. Namun pada Desember 2019, mereka melakukan pengadaan mandiri dengan dana ABPD. “Untuk 6.500 dosis, itu hanya cukup sampai pertengahan Januari 2020.”
Maka Sleman saat ini mengalami hal serupa. Selama satu bulan terakhir, vaksin polio belum lagi tersedia. “Kami masih menunggu dalam 1-2 hari ini kejelasan dari Dinkes DIY, apakah dropping vaksin dari Kemkes bisa kami terima secepatnya,” ujar Joko.
Di wilayah Kota Yogyakarta, vakin polio dari pemerintah pusat juga sudah tak tersedia sejak pertengahan 2019. Hal itu dikatakan oleh Kepala Seksi Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu.
“Sekitar Oktober atau November 2019. Pemerintah kota membeli [vaksin polio] sendiri,” katanya. Saat itu pengadaan vaksin polio sekitar 350 vial dengan APBD Kota Yogyakarta 2019. Satu vial bisa digunakan untuk pemberian vaksin kepada lima anak.
“Sekarang sudah habis lagi karena di akhir tahun itu kan dipakai.” kata Endang.
Suplai dari Pusat Terhenti
Kepala Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yoyakarta (DIY) Pembajun Setyaningastutie menjelaskan sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2017, program vaksin campak dan polio adalah tanggung jawab pemerintah pusat. Dengan demikian, pengadaan vaksinnya merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan, kemudian baru didistribusikan ke setiap daerah. Distribusi vaksin ini biasanya per tiga atau empat bulan sekali.
Distribusi ini sudah tidak terjadi “sejak November-Desember 2019,” kata Pembajun kepada reporter Tirto.
Daerah bisa saja membeli vaksi sendiri. Tapi kadang terkendala soal biaya karena harganya tak bisa dibilang murah.
Se-DIY, misalnya, perlu uang setidaknya Rp440 juta per bulan. Angka ini diperoleh dari kebutuhan sedikitnya 2.600 vial vaksin polio dengan jumlah sasaran 3.500 bayi. “Per vial itu Rp170 ribu, [sehingga] kebutuhan kita per bulan sekitar Rp440 juta.”
Pemerintah DIY sendiri mengakali kondisi ini dengan melakukan pengadaan mandiri menggunakan APBD. “Kami sudah dapat persetujuan bisa menggunakan anggaran dengan skala prioritas. [Vaksin polio] ini kan penting dan segera,” kata dia.
Kendati demikian,pengadaan vaksin polio yang selama ini diproduksi oleh PT Biofarma bukan tanpa kendala. “PT Biofarma selaku produsen vaksin ini juga punya kendala keterbatasan menyediakan vaksin. Tapi kami minta mereka memproduksi sesuai kebutuhan kami,” ungkapnya.
Pembajun tak menyebut kapan pengadaan itu rampung dan vaksin polio tersedia di Yogyakarta. Ia hanya bilang bahwa pemerintah akan mengupayakan ketersediaan vaksin secepatnya.
Bahaya Polio Bagi Anak
Menurut World Health Organization (WHO), polio adalah penyakit yang disebabkan oleh Poliovirus dengan sifat sangat menular.
Untungnya, dengan segala antisipasi dan perkembangan pengobatan terkini, dalam waktu 30 tahun kasus polio telah menurun drastis lebih dari 99 persen. Jika pada tahun 1988 terjadi sekitar 350 ribu kasus, di tahun 2018 hanya 33 kasus.
Meski begitu, penyakit ini tetap tak dapat dianggap remeh. Penyakit ini menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam.
Virus polio disebarkan dari orang ke orang, terutama melalui jalur feses ke mulut. Virus masuk ke dalam tubuh melalui jalur oral sampai akhirnya menyerang sistem saraf pusat. Virus ini dikatakan terutama berdampak pada anak-anak.
WHO menyebut polio terutama menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun. 1 dari 200 infeksi menyebabkan kelumpuhan yang ireversibel (tidak dapat diubah, sembuhkan).
Di antara mereka yang lumpuh, 5% hingga 10% meninggal dunia ketika otot-otot pernapasan menjadi tidak bergerak.
Penyakit ini tak ada obatnya, kata WHO. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini hanya dapat dicegah melalui vaksin. Dengan pemberian vaksin polio beberapa kali, anak akan terlindungi seumur hidup dari infeksi polio.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino