Menuju konten utama

Krisis Ekonomi Turki, Sri Mulyani: Perekonomian Indonesia Terjaga

"Pertumbuhan [ekonomi] kita 5 persen, tapi tidak berhubungan dengan defisit transaksi berjalan yang tinggi seperti di Turki,” kata Sri Mulyani.

Krisis Ekonomi Turki, Sri Mulyani: Perekonomian Indonesia Terjaga
Menteri Kuangan Sri Mulyani. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai perekonomian Indonesia masih akan tetap terjaga di tengah krisis ekonomi yang sedang terjadi di Turki. Meski sama-sama negara berkembang, Sri Mulyani mengatakan bahwa indikator perekonomian antar kedua negara itu berbeda.

“Inflasi kita 3,5 persen, sementara kalau di Turki kan sudah di atas 15 persen. Pertumbuhan [ekonomi] kita 5 persen, tapi tidak berhubungan dengan defisit transaksi berjalan yang tinggi seperti di Turki,” kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta pada Selasa (14/8/2018).

Lebih lanjut, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan terus berhati-hati dalam mengelola perekonomian. Dari tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, Menkeu mengindikasikan bahwa fundamental ekonomi masih baik sampai sekarang.

Apabila muncul defisit transaksi berjalan yang sebesar 3 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), Sri Mulyani melihat persentasenya belum setinggi saat terjadi taper tantrum.

“Namun kita akan tetap berhati-hati dan menjaga supaya dia tidak menjadi sumber kerawanan,” ungkap Sri Mulyani.

Adapun dari sisi utang mata uang valuta asing yang dilakukan swasta, perbankan, maupun negara secara keseluruhan terpantau masih terkendali. Sri Mulyani pun lantas memastikan bahwa strategi pembiayaan pemerintah dalam menutup defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) bakal terus dilakukan secara hati-hati.

Saat pemerintah membutuhkan mata uang sekalipun, pemerintah bakal melakukan penyesuaian terhadap strategi pembiayaan tersebut. Sri Mulyani kemudian mencontohkan bahwa pemerintah sebetulnya juga tetap menerima pendapatan dalam bentuk valas dari sejumlah sektor.

“Kan kita mendapatkan penerimaan dari minyak dan gas (migas). Itu semua dalam bentuk mata uang asing,” ucap Sri Mulyani.

Krisis ekonomi yang terjadi di Turki menimbulkan asumsi bagi para pelaku pasar bahwa Indonesia juga akan mengalami kejadian serupa. Sejumlah hal yang mendorong munculnya asumsi tersebut ialah nilai tukar yang belum stabil terhadap dolar AS, cadangan devisa menurun, defisit transaksi berjalan yang melebar, hingga realisasi investasi yang tumbuh melambat pada semester II 2018.

Baca juga artikel terkait KRISIS EKONOMI TURKI atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yantina Debora