tirto.id - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 11,7 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II 2024 menjadi senilai Rp727 triliun. Tingkat pertumbuhan itu meningkat dibandingkan capaian di kuartal I 2024 yang sebesar 9,6 persen (yoy).
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, menjelaskan bahwa akselerasi pertumbuhan kredit ini terjadi terutama setelah Bank Indonesia (BI) memberikan insentif berupa pelonggaran kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah kepada bank penyalur kredit atau pembiayaan pada sektor-sektor tertentu sejak 1 Juni 2024.
“Akselerasi pertumbuhan kredit ini juga tidak lepas dari stabilnya perekonomian nasional di tengah kondisi global yang sangat dinamis serta operating environment yang membaik bagi perbankan,” kata Rayke dalam Konferensi Pers Kinerja BNI Semester I 2024 secara daring, Kamis (22/8/2024).
Perlu diketahui bahwa BI sejak 1 Juni 2024 telah memperluas cakupan sektor prioritas pemberian insentif melalui kebijakan likuiditas makroprudensial atau KLM. Sektor-sektor yang turut dibanjiri insentif mencakup sektor otomotif, perdagangan, listrik, gas dan air, serta sektor jasa sosial, ekonomi kreatif, dan pembiayaan hijau.
Di samping itu, ada pula sektor hilirisasi minerba, nonminerba, perumahan, dan pariwisata yang telah ada sebelumnya.
“Dengan memanfaatkan insentif ini, perbankan memperoleh tambahan likuiditas yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada masyarakat,” sambung Royke.
Lebih lanjut, Direktur Finance BNI, Novita Widya Anggraini, menjelaskan bahwa pertumbuhan kredit dihasilkan dari ekspansi yang beruntun di segmen berisiko rendah, yaitu corporate blue chip baik swasta dan BUMN, kredit konsumer, dan perusahaan anak.
Secara rinci, kredit segmen korporasi tumbuh 18,7 persen (yoy) menjadi Rp403,1 triliun. Itu berasal dari korporasi blue chip baik swasta maupun BUMN. Kemudian, kredit segmen konsumer tumbuh 15,1 persen (yoy) menjadi Rp132,7 triliun, yang dikontribusikan terutama dari pertumbuhan personal loan dan kredit pemilikan rumah (mortgage).
Sementara itu, pertumbuhan kredit dari anak usaha tumbuh seiring dengan penguatan peran dari anak usaha yang juga semakin kuat. Sinergi antar BNI Grup melalui kerja sama joint financing antara BNI dan BNI Finance melalui produk kredit kendaraan bermotor (KKB), serta hibank sebagai future growth engine BNI pada segmen UKM dengan memanfaatkan ekosistem BNI Group.
Di sisi lain, relaksasi GWM yang diberikan BI terbukti memberikan tambahan likuiditas yang dioptimalkan untuk mendukung penyaluran kredit sekaligus dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur DPK BNI dengan cara mengurangi porsi dana institusi pada giro dan deposito, lalu menggantikannya dengan deposito retail atau perorangan yang lebih efisien dari sisi bunga.
“Hasilnya terlihat dari total DPK kami di semester I 2024 yang tercatat tumbuh 1 persen (yoy), didukung oleh pertumbuhan tabungan sebesar 4,3 persen (yoy) dan giro 1,1 persen yoy. Sementara, deposito terkoreksi 2,6 persen (yoy),” jelas Novita.
Hal itu mendorong rasio CASA terhadap DPK naik menjadi 70,7 persen dibandingkan setahun sebelumnya sebesar 69,6 persen. Upaya tersebut menghasilkan efisiensi cost of fund (CoF). Sehingga, CoF di kuartal II 2024 menjadi 2,72 persen, membaik 7 basis poin (bps) dibandingkan kuartal sebelumnya.
Ekspansi bisnis yang terakselerasi dan efisiensi dari sisi CoF menghasilkan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang meningkat 3,1 persen dari kuartal sebelumnya. Pada saat yang sama, kinerja top line juga didukung oleh pertumbuhan fee based income (FBI) yang baik mencapai 11,9 persen (yoy) didorong oleh pertumbuhan fee dari banking activities dan transaksi digital.
Sebagai dampak dari akselerasi kredit di segmen berisiko rendah, kualitas aset terus membaik yang terlihat dari penurunan rasio non-performing loan (NPL) dan rasio loan at risk (LaR). Rasio NPL per Juni 2024 tercatat berada di level 2 persen, membaik dibandingkan Juni tahun lalu yang sebesar 2,5 persen. Sementara LaR tercatat sebesar 12,3 persen, membaik dibandingkan Juni tahun lalu sebesar 16,1 persen.
“Meskipun indikator kualitas aset menunjukkan perbaikan yang kuat, kami terus mengimbanginya dengan penyediaan pencadangan pada level yang cukup untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian di masa mendatang,” sambung Novita.
Hal itu terlihat dari rasio pembentukan beban CKPN terhadap total kredit atau credit cost hingga semester I 2024 sebesar 1 persen, turun 40 bps dibandingkan credit cost yang dibentuk pada semester I tahun lalu sebesar 1,4 persen.
“CKPN yang dibentuk sangat memadai untuk mengcover kebutuhan penambahan pencadangan bagi debitur–debitur yang masih dalam perhatian khusus. Kecukupan pencadangan ini tergambar dari rasio pencadangan untuk NPL dan LaR pada posisi Juni 2024, yang berada di level memadai masing–masing sebesar 298 persen dan 48 persen,” kata Novita.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi