Menuju konten utama

KPU Siapkan Cara Tekan Risiko Sengketa Pilkada 2018

KPU menilai ada beberapa kunci untuk menekan konflik pada Pilkada serentak tahun depan.

KPU Siapkan Cara Tekan Risiko Sengketa Pilkada 2018
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner Ilham saputra (ketiga kiri), Wahyu Setiawan (kedua kiri), Viryan (ketiga kanan), Evi Novida Ginting Manik (kedua kanan), Pramono Ubaid Tanthowi (kanan), dan Sekjen KPU Arif Rahman Hakim (kiri) di gedung KPU, Jakarta, Rabu (14/6). Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta agar pihak yang terkait Pilkada menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bila ada sengketa Pilkada. Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengingatkan, penyelesaian sengketa Pilkada oleh MK sudah diatur dalam Undang-undang.

"Mestinya semua pihak menyepakati itu (putusan MK) di awal. Gugatan dikabulkan atau tidak ya harus diterima karena sudah bersepakat menyelesaikan di sana," kata Hasyim di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Kamis (12/10/2017).

Pernyataan ini diutarakan pasca insiden yang diduga melibatkan salah satu kelompok pendukung peserta Pilkada Tolikara, Papua, 2017, mengamuk di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Rabu (11/10) sore. Mereka mendesak agar Kemendagri membatalkan keputusan MK yang memenangkan pihak yang menang yaitu Usman Wanimbo dan Dinus Wanimbo.

Baca juga:Penyerangan Kantor Kemendagri Imbas Konflik Hasil Pilkada

Massa melempari kantor Kemendagri dengan berbagai benda hingga pot bunga dan kaca-kaca pecah, seperti yang terjadi pada kaca pintu Gedung F, kaca di atas pintu Gedung B.

Beberapa komputer rusak, bahkan kendaraan dinas pejabat nomor polisi B-1081-RFW dan kaca belakang mobil D-1704-ACZ juga tak luput dari serangan. Selain itu, sejumlah orang terluka, tercatat ada 10 orang petugas mengalami luka akibat penganiayaan.

Berdasarkan evaluasi dari sejumlah kericuhan, KPU mencatat setidaknya ada dua agenda penting yang harus dibenahi di Pilkada selanjutnya.

Pertama, penyelenggara Pemilu di daerah seharusnya bekerja lebih baik, patuh mengikuti segenap SOP yang ada. "Begitu ada satu-dua prosedur yang tidak dilewati, ada peluang kemudian hari proses dan hasil Pemilu dipersoalkan," kata Hasyim.

Kedua, KPU berharap di satu sisi peserta Pemilu juga menghormati aturan. Mantan Anggota KPU Jawa Tengah ini ingin peserta Pemilu berkomitmen untuk bersaing secara adil.

Sebagai contoh, peserta harus mendapat dukungan dari Parpol yang pengurusnya sudah diunggah di Sitap (Sistem Informasi Tahapan KPU) yang memuat tahapan pencalonan, pasangan calon partai, dan partai pendukung calon. Apabila ada daerah yang tidak menggunakan itu, pasti akan berimplikasi pada penyelenggaraan Pemilu.

"Ini merugikan banyak orang karena kalau sudah seperti ini, mau tidak mau penyelenggara Pilkada harus tanggung jawab," lanjut Hasyim.

Baca juga:Kapolri: Jabar dan Papua Rawan Konflik Pilkada 2018

Penyelenggaraan Pemilu yang tidak dijalankan secara adil oleh KPU daerah pasti akan 'terdengar' ke KPU pusat. Parpol di tingkat pusat juga pasti akan melapor kepada KPU apabila ada pelaksanaan Pilkada yang tidak sesuai prosedur.

"Partai-partai di tingkat pusat juga pasti komplain ke KPU, itu pasti, dan menjadi catatan kami untuk dievaluasi," kata Hasyim.

KPU juga berencana untuk mengevaluasi sistem noken di Papua. Sebab menurut mereka, sistem yang diterapkan khusus untuk Pemilu di Papua dengan mengganti kotak suara dengan noken (tas tradisional Papua yang terbuat dari akar pohon) kerap menjadi pemicu kericuhan. KPU berencana untuk mempersempit ruang penggunaan tas tersebut agar konflik bisa diminimalisir. Noken akan tetap dipakai di daerah yang memang sulit dijangkau.

Baca juga:Presiden Minta Polri Petakan Potensi Gesekan Jelang Pemilu

Untuk tahun depan, Pilkada serentak kembali akan diselenggarakan di 171 wilayah, KPU telah mempersiapkan sejumlah aturan. Dengan kata lain, mereka akan mengedepankan instrumen hukum untuk memastikan Pilkada 2018 berjalan lancar.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyebut bahwa Papua memang daerah paling rawan konflik pada Pilkada serentak tahun depan. Satu lagi adalah Jawa Barat.

"Pilkada nanti, kami perkirakan yang agak rawan itu Jabar sebagai lumbung suara terbesar. Kemudian Papua di daerah Timur," kata Kapolri.

Selain dua daerah tersebut, Kalimantan Barat juga dinilai rawan konflik karena sensitif terhadap isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Rio Apinino
Editor: Suhendra