Menuju konten utama

KPU Diminta Tindaklanjuti Putusan Bawaslu soal Caleg Perempuan

KPU diminta segera menindaklanjuti putusan Bawaslu perihal penerapan aturan kuota minimal 30 persen keterwakilan caleg perempuan.

KPU Diminta Tindaklanjuti Putusan Bawaslu soal Caleg Perempuan
Suasana ruang sidang putusan pembacaan laporan pelanggaran administrasi terkait penetapan daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2024 yang tak memenuhi kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan di Ruang Sidang Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Perwakilan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Valentina Sagala, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menindaklanjuti putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perihal penerapan aturan kuota minimal 30 persen keterwakilan caleg perempuan. Putusan Bawaslu ini untuk melegitimasi dan mencegah dampak lain Pemilu 2024.

"Artinya sekarang, mau tidak mau KPU harus, sekali lagi harus menjalankan putusan dari Bawaslu ini karena pelanggaran adminstratif yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu menurut saya sangat memalukan, dan harus segera diperbaiki untuk menjaga legitimasi Pemilu 2024 ini berjalan dengan jujur, adil, dan kredibel," kata Valentina Sagala di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).

Valentina meminta KPU tidak melempar tanggung jawab kepada partai politik peserta Pemilu 2024 perihal kuota minimal 30 persen keterwakilan caleg perempuan. Pasalnya, perintah itu telah termaktub dalam Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 2017 tentang Pemilu perihal aturan caleg perempuan.

Aturan caleg perempuan diatur lebih teknis dalam Peraturan KPU Nomor 10 2023 Pasal 8 Ayat (1) dan (2) terkait norma. Pasal 8 Ayat (2) huruf b PKPU Nomor 10/2023 terkait penghitungan pecahan desimal ke bawah atas pembagian kuota minimal 30 jumlah caleg perempuan dan kursi di setiap dapil.

"Pelemparan tanggung jawab terhadap kepastian 30 persen keterwakilan perempuan itu sebetulnya tidak bisa dilemparkan kepada tanggung jawab parpol," kata Valentina.

Menurut Valentina, dari segi hukum hak asasi manusia sudah jelas negara memerintahkan penyelenggara negara termasuk penyelenggara pemilu bertanggung jawab terkait aturan tersebut.

"Itu sebetulnya substansi dari Pasal Pasal 245 UU Pemilu kita terkait dengan minimal atau paling sedikit 30 persen," ucap dia.

Sebelumnya, Bawaslu menyatakan KPU secara sah melakukan pelanggaran administrasi perihal pelaksanaan aturan minimal 30 persen keterwakilan caleg perempuan. Keterwakilan caleg perempuan terdapat pada 267 daftar calon tetap (DCT) yang diajukan 17 partai politik.

Hal itu diputuskan dalam sidang putusan pembacaan laporan pelanggaran administrasi terkait penetapan daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2024 yang tak memenuhi kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan di Ruang Sidang Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).

Dalam amar putusannya, Bawaslu menyatakan KPU terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu.

Selain itu, Bawaslu memerintahkan KPU melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara prosedur dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR RI.

Perbaikan itu dengan menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24 P/HUM/2023 yang telah membatalkan norma Pasal 8 Ayat (2) huruf b PKPU Nomor 10/2023 terkait penghitungan pecahan desimal ke bawah atas pembagian kuota minimal 30% jumlah caleg perempuan dan kursi di setiap dapil.

"[Dan] surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Nomor 58/WKMA/D/SD/X/2023 tanggal 23 Oktober 2023," kata anggota Majelis Hakim Puadi.

Bawaslu juga memberikan teguran kepada KPU, selaku terlapor untuk tidak mengulangi perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.

Baca juga artikel terkait CALEG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang