tirto.id - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi keberatan dengan format Debat Pilpres 2019 yang diberlakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Selain mengkritik pemberian bocoran ke capres-cawapres, Rukka berpendapat pengajuan pertanyaan dari panelis kepada para pasangan calon (paslon) tidak seharusnya diundi.
Dalam debat pertama, paslon bisa memilih satu dari lima pertanyaan untuk tema tertentu. Tidak semua pertanyaan dari panelis bisa dibahas. Padahal, menurut Rukka, ada banyak bahasan penting yang malah luput untuk dibicarakan dalam Debat Pilpres 2019 tahap pertama.
“Persoalan saya, dasar untuk [pertanyaan] diundi ada apa? Ini bicara soal bangsa dan negara, kok diundi,” kata Rikka di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan, Minggu (20/1/2019).
Menurut Rikka, paslon mendapat keuntungan karena pertanyaan diundi. Selain sebelumnya sudah mendapat bocoran soal yang akan diajukan panelis dalam debat, tidak semua pertanyaan keluar.
“Ada persoalan besar yang tidak dibicarakan hanya karena tidak ditarik,” katanya lagi. “Kedua paslon sangat mengecewakan. Ini seperti robot, mungkin karena memang sudah tahu ada kisi-kisi.”
Sementara itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, karena setiap tema mempunyai 5 buah pertanyaan, kendala untuk membahas seluruhnya adalah keterbatasan waktu. Namun ia berjanji akan mempertimbangkan usulan Rikka dan kawan-kawan lainnya.
“KPU sudah terbuka, KPU menerima masukan dari publik tentang isu-isu utama,” kata dia.
Mengenai bocoran pertanyaan yang dikritik banyak pihak, Wahyu memastikan kisi-kisi tidak akan diberikan pada kandidat pada debat Pilpres 2019 tahap kedua.
“Kami pastikan bahwa abstraksi kisi-kisi tidak akan kami berikan kepada paslon untuk debat kedua,” ujar Wahyu.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom