tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin meragukan terhadap keaslian bukti amplop C1 plano yang diserahkan salah satu saksi Prabowo-Sandi, Betty Kristiana, kepada majelis hakim dalam sidang sengketa Pilpres, Rabu (19/6/2019) malam.
Di sela persidangan, Ketua KPU Arief Budiman mengaku ada kejanggalan dalam keterangan saksi yang menyerahkan amplop tersebut. Sebab, saksi Betty banyak memaparkan jawaban lupa.
"Sampai pada bagian terakhir saya cukup heran juga ada amplop yang setelah kita cek ternyata dugaan kita itu amplop belum pernah digunakan karena tidak ada bekas pernah digunakan," kata Arief di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
KPU mengaku memang ada beberapa model amplop. Dalam amplop yang dilihat Arief, amplop tersebut merupakan amplop untuk sengketa pemilu legislatif. Arief tidak mau asal menuduh karena dari kondisi bukti amplop tersebut diduga belum pernah digunakan.
Kemudian, Arief menemukan keganjilan kalau cara penulisan dalam amplop tersebut sama. Mereka juga menemukan tanda tangan yang sama dalam amplop yang diberikan. Bagi KPU, hal tersebut janggal.
"Makanya kemudian ketika kami diminta menyediakan amplop kami mau tahu dulu sebetulnya amplopnya seperti apa. Begitu lihat dua, kita minta foto semua. Kita akan pelajari sebetulnya seperti apa amplop yang dia temukan di Kecamatan Juwangi itu," kata Arief.
Sementara itu, kubu 01 memandang keterangan saksi yang dihadirkan tidak mempengaruhi apapun. Dalam kasus ini, tim kuasa hukum 01 menilai temuan tersebut tidak serta-merta berkorelasi dalam membuktikan kecurangan pilpres.
"Persoalannya apakah itu temuan yang signifikan. Apakah betul yang disampaikan ibu itu belum didukung fakta-fakta yang lain?" tanya Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum 01.
Yusril mengingatkan, tidak ada saksi lain yang menerangkan selain saksi Betty sendiri sehingga belum tentu bermanfaat dalam sidang. KPU dan Bawaslu juga sedang melakukan pengecekan apakah itu amplop yang dipakai di kabupaten itu atau tidak.
Selain itu, Yusril menanyakan signifikansi bukti dalam proses sengketa Pemilu 2019. Ia menanyakan apakah temuan tersebut signifikan mempengaruhi hasil penghitungan suara. Sebab permasalahan utama adalah dampak tersebut mempengaruhi hasil pemilu atau tidak.
"Harus diingat bahwa perolehan suara Pak Jokowi 17 juta di atas Pak Prabowo. Jadi kalau mengatakan ada kecurangan paling tidak harus membuktikan 8 setengah juta, supaya Pak Prabowo itu bisa mengalahkan Pak Jokowi," jawab Yusril.
"Kalau hanya terjadi di kecamatan begitu ya hanya beberapa orang, ya tidak signifikan dan tidak mungkin pelanggaran itu terjadi. Tidak ada pemilu tanpa pelanggaran, itu pasti ya. Pelanggaran itu baik dilakukan oleh kubu Pak Jokowi maupun kubu Pak Prabowo. Tapi itu kecil kecil," kata Yusril.
Hal senada juga diungkapkan kuasa hukum 01 lainnya, Teguh Samudera. Teguh menyoalkan kondisi amplop yang baru. Mereka melihat ada kejanggalan dalam amplop tersebut.
"Kita melihat sepintas kalau amplop bekas harusnya dari bekas lem kan, atau di robek, robeknya nggak ada. Kemudian bener spidolnya biru. Tetapi harusnya tuh amplop bekas untuk kertas suara isinya ada berapa lembar masing-masing, tapi ini enggak ada?" Kata Teguh di sela istirahat sidang.
Teguh pun mempersoalkan alasan saksi hanya melaporkan bukti amplop itu ke Seknas Prabowo-Sandiaga daripada ke kepolisian. Kemudian, saksi membawa bukti sendiri ke dalam sidang.
"Bagaimana seseorang yang memperoleh itu sudah dilaporkan ke Seknas di Kabupaten tidak dilaporkan ke Bawaslu atau tidak dilaporkan kepada kepolisian, kemudian dia membawa sendiri ke sini dan ditunjukkan dalam sidang?" kata Teguh.
Teguh akan menunggu hasil penjelasan tentang amplop tersebut. "Nanti kita lihat sebentar lagi atau sampai siang hari besok, apakah amplop itu bener-bener yang dikeluarkan KPU atau yang tidak dikeluarkan KPU. Jadi wow juga bukti-bukti ini, seru kita," kata Teguh.
Ia enggan berspekulasi masuknya bukti tersebut sebagai upaya 02 memasukkan bukti di luar tenggat waktu. Sebagai informasi, tenggat waktu batas pendaftaran bukti pada Rabu (19/6/2019) pukul 12.00 WIB. Mereka justru mengapresiasi bukti tersebut dan bisa didalami KPU.
"Kita nggak boleh, nggak boleh berprasangka buruk gitu. Ya kita anggap memang itu dijadikan alat bukti, malah bagus lah kita ngecek," kata Teguh.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri