Menuju konten utama

KPU Andalkan Hitung Manual, Tak Bergantung Sistem IT

KPU mempersilahkan jika ada yang ingin melakukan audit forensik terhadap sistem IT KPU.

KPU Andalkan Hitung Manual, Tak Bergantung Sistem IT
Warga mencoblos surat suara dari dalam bilik pada simulasi Pemilihan Umum 2019 di Desa Nagrak, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/3/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras.

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak bergantung pada sistem teknologi informasi dalam perhitungan suara Pemilu 2019. Untuk itu ia mempersilahkan jika ada yang melakukan audit forensik terhadap sistem IT KPU.

“Tentu itu akan kami sambut dengan baik. Terutama untuk menunjukkan sistem IT KPU, khususnya soal Situng (Sistem Informasi Penghitungan),” ucap Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi saat dihubungi, Senin (4/2/2019).

Pramono mengatakan permintaan audit forensik IT sebenarnya tak terlalu penting. Pasalnya, lembaganya sampai saat ini masih menggunakan prosedur penghitungan suara manual yakni rekapitulasi berjenjang di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Proses rekapitulasi ini melibatkan saksi dan berada di bawah pengawasan Bawaslu.

“Jadi sistem rekapitukasi hasil pemilu itu masih paper-based, bukan IT-based. Yang ditampilkan IT bukan hasil resmi, yang resmi yang manual,” ujar Pramono.

Penggunaan fasilitas IT penghitungan suara, kata Pramono, lembaganya hanya menggunakan aplikasi Situng. Aplikasi ini sudah pernah dipakai pada Pemilu 2014, Pilkada Serentak 2015, dan terakhir Pilkada Serentak 2017.

Menurut Pramono, aplikasi Situng ini hanya untuk menunjukkan informasi sementara hasil pemilu berdasarkan formulir C1, yakni formulir yang berisi hasil penghitungan suara pemilu di TPS, yang telah dipindai (scanned).

Sehingga keberadaan IT untuk penghitungan suara, lanjut Pramono hanya sebagai alat bantu penerapan keterbukaan informasi publik serta kebutuhan informasi pemilih, peserta, dan penyelenggara pemilu. Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu khawatir tentang kerentanan IT Pemilu.

“Itu hanya alat bantu untuk informasi hasil pemilu yang cepat kepada publik dan sifatnya mudah diakses karena setiap orang bisa mengunduh secara gratis,” kata Pramono.

Beberapa pihak mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sistem IT KPU, khususnya berkaitan dengan penghitungan suara.

Salah satunya yakni Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Amien Rais pada Jumat (1/3/2019) pekan lalu yang meminta adanya audit forensik terhadap sistem IT KPU, khususnya untuk penghitungan surat suara Pemiliha Presidren (Pilpres) 2019.

Audit forensik, dimaksudkan Amien untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan dalam sistem penghitungan.

Pemerhati keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center, Pratama Pershada menilai KPU kurang memperhatikan sistem keamanan mereka padahal berkali-kali diserang.

Pratama memandang, KPU harus bertindak. KPU tidak boleh membuat Pilpres 2019 seperti Pemilu di Amerika Serikat. Oleh karena itu, Pratama menyarankan agar KPU memperkuat kerja sama dengan Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN). Selain itu, KPU juga harus melakukan audit meski berpotensi konflik politis.

"Wajib hukumnya kalau menurut saya, tapi pasti nanti akan kepentok kepentingan politik, saling mencurrigai ada apa kok KPU diaduit sistemnya, kan katanya KPU independen," kata Pratama saat dihubungi reporter Tirto, Minggu, (3/3/2019).

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Irwan Syambudi